PERKEMBANGAN ISLAM DI AMERIKA SERIKAT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang bersifat
universal. Keuniversalan ajaran Islam
itu dimaksudkan untuk seluruh manusia,
bukan untuk kelompok masyarakat atau bangsa tertentu. Nabi Muhammad Saw. diutus
oleh Allah untuk seluruh umat manusia. Karena itu, walaupun Islam pertama kali tumbuh
dan berkembang di Jazirah Arab, tetapi ajaran Islam berlaku bagi bangsa Arab
dan bangsa-bangsa bukan Arab dalam
tingkat yang sama, serta tidak tergantung ke pada suatu ras, bahasa, tempat,
ataupun masa dan kelompok manusia.[1]
Di samping itu, Islam mempunyai misi
sebagai rahmatan li al-a>lami>n yang mempunyai konsep-konsep ajaran yang menyelamatkan umat manusia dan alam semesta
dari kehancuran dan sekaligus dapat memberikan
alternatif-alternatif pemecahan terhadap problem umat manusia sepanjang
masa.
Kedua karakteristik ajaran Islam
tersebut menjadi faktor penentu (determinant factor) penerimaan dan
perkembangan Islam di berbagai wilayah dari masa ke masa, sejak Nabi Muhammad
Saw. melakasanakan misi kerasulannya sampai upaya islamisasi dewasa ini di
berbagai belahan dunia.
Nabi Muhammad Saw. telah berhasil
mendakwahkan Islam hanya dalam tempo sekitar 23 tahun dan seluruh wilayah
Jazirah Arab menjadi wilayah Muslim. Setelah dia wafat tugas-tugas dakwah dan
penataan pemerintahan dilanjutkan oleh sahabat-sahabat dan para pengikutnya yang
setia dari satu generasi ke genarasi berikutnya.
Sejarah telah mencatat keberhasilan
para sahabat dalam mengembang tugas dakwah Islam ke dalam lingkungan budaya
bangsa-bangsa. Dalam waktu singkat, umat Islam telah berhasil memasuki wilayah
bangsa-bangsa besar untuk mendakwahkan Islam, bahkan telah dipersatukan dalam satu sistem
budaya Islam di bawah naungan kekhalifahan Islam. Pada masa Daulah Umawiyah dan
Abbasiyah wilayah Islam semakin meluas.
Dalam perjalanan sejarah Islam
selanjutnya, meskipun umat Islam mengalami kemunduran, tetapi dakwah Islam
tetap berlanjut, bahkan dakwah Islam terus merambah ke berbagai kawasan dunia
termasuk kawasan Amerika – Amerika Serikat.[2]
Amerika Serikat menjadi perhatian
dunia tidak hanya dalam bidang politik dan ekonomi tetapi juga bidang agama
yang menampilkan wajah yang unik. Segala agama dengan alirannya dapat hidup di
bumi Amerika. Seluruh aliran dalam Islam pun dapat hidup bebas di Amerika
Serikat.
Kehadiran Islam di Amerika Serikat
sudah berlangsung beberapa abad yang lalu, bahkan ada yang berpendapat bahwa
sebelum Christopher Columbus mendarat di Amerika pada tahun 1492 orang Islam sudah ada di sana.
Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk ke Amerika Serikat pada akhir abad
ke-19 seiring dengan kehadiran para imigran dari Timur Tengah.
Pada dasarnya, masyarakat Amerika
Serikat adalah masyarakat penganut agama dan Islam menjadi salah satu agama yang paling diminati
berdampingan dengan Kristen dan Yahudi. Dalam beberapa tahun terakhir pasca peristiwa
pemboman World Trade Center 11 September 2001, agama yang satu ini
melaju ke permukaan dengan pesat dan menjadi fenomena paling menarik untuk
dicermati. Terlebih lagi, karena masyarakat dunia tersentak dengan fakta-fakta
yang menunjukkan bahwa Islam dapat berkembang dengan baik di Amerika Serikat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah: ”Mengapa Islam di
Amerika Serikat mengalami perkembangan yang signifikan ?” Dari pokok permasalahan ini, dapat dikemukakan sub masalah,
yaitu:
1. Bagaimana kedatangan Islam sebagai awal perumbuhannya di
Amerika Serikat ?
2. Bagaimana pekembangan komunitas Muslim di
Amerika Serikat ?
3. Bagaimana peluang perkembangan Islam di Amerika Serikat ?
Sehubungan dengan permasalahan
tersebut, maka tulisan ini bertujuan mendeskripsikan perkembangan Islam di Amerika Serikat
yang diawali tahap kedatangan, pertumbuhan dan perkembangan komunitas muslim
serta menganalisis faktor-faktor yang memungkinkan menjadi peluang perkembangan
Islam. Di samping itu tulisan ini diharapkan berguna untuk memahami lebih lanjut perkembangan Islam di Amerika Serikat.
II. PEMBAHASAN
A. Kedatangan Islam di Amerika Serikat
Belum
ada catatan yang pasti dan diterima semua pihak tentang waktu pertama kali
orang-orang Islam masuk ke Amerika Serikat. Sebagian sejarawan berpendapat
bahwa para pelaut Muslim adalah orang-orang pertama yang menyeberangi samudera
Atlantik dan tiba di pantai-pantai Amerika. Oleh karena itu, sebagian akademisi
kini berpendapat bahwa selama hampir dua abad sebelum perjalanan Christopher Colombus tahun 1492, orang-orang Muslim telah melakukan
pelayaran dari Spanyol dan sebagian pesisir Barat Laut Afrika ke Amerika. Christopher
Colombus telah dibimbing untuk mendarat di benua Amerika oleh
navigator-navigator Muslim.[3]
Pendapat lain mengatakan bahwa umat
Islam datang ke Amerika setelah pusat kekuasaan Umat Islam di Spanyol jatuh ke tangan
penguasa Kristen. Pada tahun 1474 pasangan suami isteri Fernando dari Aragon
dan Isabellah dari Seville berhasil menyatukan dua kerajaan Kristen terpisah.
Kemudian mereka merampas wilayah kekuasaan muslim terakhir di Granada pada tahun 1492. Semenjak berakhirnya
abad ke-15, orang-orang muslim di seluruh semenanjung Iberia dipaksa memilih satu
di antara pilihan-pilihan yang tak menguntungkan, yakni berpindah agama,
imigrasi dan hukuman mati. Atas pilihan itu, orang-orang muslim yang terpaksa
pergi tersebut berhasil menuju kepulauan Karibia, dan bahkan sebagian lagi berhasil
mencapai bagian selatan negeri Amerika Serikat masa kini.
Abad ke-16 sampai abad ke-18
merupakan waktu kedatangan budak-budak untuk dipekerjakan di perkebunan tebu di
Karibia yang memang pada waktu itu sedang memerlukan lebih banyak tenaga kerja
manusia. Budak-budak itu, kebanyakan dari Afrika (Sinegal, Guinea, Gambia, dan
Mauritania) yang telah beragama Islam.[4] Sedikit sekali informasi
yang diketahui tentang kehidupan beragama orang-orang Afrika tersebut.
Seiring dengan penghapusan
perbudakan dan keberadaan kontak dunia Islam dengan Amerika, sejarah Islam di
Amerika Serikat memasuki babak baru. Semula sebagaimana telah dikemukan bahwa
bukti-bukti keberadaan umat Islam belum terdokumentasi dengan baik dan
eksistensi umat Islam tidak jelas, akhir abad ke-19 sejarah imigran Muslim
terdokumentasi dengan baik dan eksistensi umat Islam sudah nampak dan terus
mengalami perkembangan. Pada umumnya sejarawan sepakat tentang kedatangan
imigran muslim pada tahap ini. Mereka mengatakan sekurang-kurangnya terjadi
dalam lima gelombang kedatangan imigran Muslim ke Amerika khususnya Amerika
Setikat.[5]
Gelombang pertama, terjadi sejak tahun
1875 hingga 1912. Mereka yang berimigrasi pada gelombang ini umumnya pemuda-pemuda
desa yang tidak terpelajar dan tidak mempunyai keterampilan. Mereka berasal
dari negara-negara yang sekarang dikenal dengan nama Syiria, Yordania,
Palestina dan Lebanon yang ketika itu masih berada di bawah pemerintahan Turki
Utsmani. Mereka berimigrasi karena didorong oleh keadaan ekonomi negaranya yang
tidak menguntungkan, dan berharap akan memperoleh perubahan ekonominya di
Amerika Serikat. Oleh karena pendidikan kurang, dan kemampuan berbahasa Inggris
lemah, maka kebanyakan mereka hanya bekerja di pabrik minuman dan toko-toko.
Mereka tinggal di dekat pusat-pusat
industri dengan mengalami kesulitan berintegrasi ke dalam masyarakat
Amerika, sehingga mereka membuat ikatan yang cenderung eksklusif dengan
saudaranya sesama Muslim.
Gelombang kedua datang di akhir perang
dunia I setelah runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani yang sebelumnya menguasai
sebagian besar wilayah Timur Tengah yang berpenduduk Muslim. Hal ini juga
bertepatan dengan pemerintahan kolonial Barat di Timur Tengah. Banyak orang
yang datang ke Amerika Serikat saat itu mengikuti kerabat orang-orang Muslim
yang telah lebih dulu berimigrasi dan memiliki penghidupan layak di negara ini.
Undang-undang Imigrasi Amerika Serikat yang ditetapkan pada tahun 1921 dan
tahun 1924 mengatur sistem kuota bagi bangsa-bangsa tertentu, sehingga sangat
mengurangi jumlah Muslim yang diperbolehkan memasuki negara tersebut.
Gelombang ketiga terjadi antara tahun
1930 hingga tahun 1938 yang terkordinasi, karena kebijakan imigrasi Amerika
Serikat yang memberikan perioritas kepada mereka yang keluarganya terlebih
dahulu menetap di Amerika Serikat.
Pada periode keempat, berlangsung dari
tahun 1947 hingga tahun 1960, terjadi peningkatan besar jumlah imigran.
Undang-undang kewarganegaraan tahun 1957 memberikan kuota imigran setiap tahun
untuk setiap negara. Oleh karena kuota tersebut berdasarkan presentase penduduk
di Amerika Serikat, maka kebanyakan imigran yang boleh masuk ke negara tersebut
berasal dari Eropa. Namun imigran Muslim terus berdatangan, dan tidak hanya
berasal dari Timur Tengah namun juga dari berbagai belahan dunia termasuk India
dan Pakistan, Eropa Timur dan Uni Soviet. Sebagian besar pendatang ini menetap
di kota-kota besar seperti Chicago dan New York. Berbeda dengan rekan-rekan
mereka yang datang lebih dahulu, kebanyakan imigran kali ini memiliki latar
belakang perkotaan dan berpendidikan tinggi.
Gelombang kelima
dimulai sejak tahun 1967 sampai sekarang. Gelombang yang terakhir ini terkait
dengan keputusan-keputusan internal Amerika Serikat dan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di sebagian dunia Islam. Pada tahun 1965 Presiden Lyndon Johnson
menandatangani undang-undang imigrasi yang membatalkan kuota berdasarkan
keberagaman suku bangsa penduduk Amerika Serikat. Untuk pertama kali sejak masa
awal abad ke-20 hak seseorang untuk memasuki negara ini tidak khusus tergantung
pada asal-usul suku bangsa seseorang.
Pada tahun 1967 terjadi hal yang bagi Muslim merupakan bencana yang
memilukan akibat kekalahan pasukan Arab di tangan Israil
menyebabkan perpindahan besar-besaran orang Palestina ke Barat. Revolusi Islam
Iran dan
Ayatullah Khomeni naik ke tampuk kekuasaan memaksa banyak orang Iran
meninggalkan negeri mereka, sebagian di antaranya memutuskan untuk datang ke
Amerika. Perang saudara di Pakistan yang melahirkan Pakistan Timur menjadi negara Bangladesh,
gerakan pembunuhan orang-orang Muslim di India, kudeta militer di Afghanistan,
dan perang saudara di Libanon semuanya memberi andil bagi kehadiran kaum
Muslimin di Amerika. Penyerangan Irak atas Kuwait menyebabkan banyak orang Kurdi
melarikan diri ke Amerika Serikat, sementara perang saudara di Somalia dan Afghanistan, rezim meliter semakin berkuasa di Sudan, dan
pemusnahan etnis di Bosnia juga memperbesar jumlah imigran Muslim.
Kebanyakan
yang datang kali ini berasal dari anak-anak Asia Selatan, termasuk orang
Pakistan, India dan Bangladesh. Mereka datang sejak tahun 1895 dan selama abad
ke-20 berperan penting dalam pengembangan kelompok-kelompok politik Islam di
Amerika. Mereka juga semakin bertambah dengan kedatangan orang-orang dari Asia
Tenggra, termasuk orang-orang Indonesia dan Malaysia.
Sebagian memperkirakan ada hampir
satu juta orang Iran di negara Amerika Serikat, sedangkan oarang-orang yang
berasal dari negara-negara Arab Timur Tengah, Turki, dan Eropa Timur hampir
sama jumlahnya. Orang-orang Muslim datang dari negara-negara Afrika, termasuk
Ghana, Kenya, Senegal, Uganda, Kamerun, Guinea, Sierra Leone, Liberia, dan Tanzania. Sudah barang tentu para imigran
ini mewakili berbagai macam gerakan dan idiologi Islam. Mereka terdiri atas
orang-orang Sunni dan Syi’ah, sufi dan
anggota kelompok-kelompok aliran, dan orang-orang alim.
B. Perkembangan
Komunitas Muslim Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan Islam
yang sangat multi kompleks. Berbagai komunitas Muslim dari berbagai negara
datang di negara ini. Mereka datang ke berbagai wilayah Amerika. Untuk
memudahkan mendiskusikan persoalan ini, maka penulis mengemukakan tiga
komunitas pokok yang berperan mengembangkan Islam.
1.
Komunitas muslim imigran
Di akhir abad ke-19 terjadi kedatangan
besar pertama para pemuda Muslim, yang pada umumnya tidak memiliki keahlian,
yang sebagian besar dari Timur Tengah. Sebagian melarikan diri dari keharusan
masuk wajib militer di Turki yang mereka pandang tidak berkaitan dengan
identitas nasional mereka. Sebagian lainnya melihat orang-orang Kristiani
senegara mereka kembali dari Amerika
Serikat dengan membawa kekayaan berlimpah dan meskipun mereka sebenarnya
enggang pergi ke mana, karena mereka
harus hidup di antara orang non-Muslim, mereka tergoda untuk mencari keuntungan.
Perang Dunia I mengakibatkan kehancuran luar biasa bagi Libanon, sehingga
banyak orang terpaksa keluar dari negara tersebut. Mereka umumnya lajang, atau
setidaknya bepergian tanpa istri-istri mereka, dan beranggapan bahwa mereka akan
tinggal di Amerika untuk sementara waktu saja, dengan harapan mereka dapat
memperoleh uang yang cukup untuk pulang
dan membangun rumah tangga dan keluarga di tanah air. Namun mimpi mereka
sulit karena pekerjaan tak mudah didapat
di Amerika, mereka sering kali tak mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan
yang lowong, karena kemampuan berbahasa Inggris yang kurang atau latar belakang
pendidikan yang tak mencukupi. Banyak yang terpaksa melakukan pekerjaan kasar
seperti buruh migran, usaha kecil-kecilan, atau pertambangan. Salah satu
pekerjaan yang lazim dilakukan yakni berjualan keliling. Para imigran Muslim
lainnya bekerja sebagai buruh berupah rendah yang bekerja secara berkelompok.
Semua kesulitan diperparah dengan kenyataan bahwa orang-orang Amerika pada masa
itu tidak menyukai orang asing.
Kelompok-kelompok imigran
muslim awal ini berusaha mempertahankan
sebuah masyarakat penganut Islam dalam lingkungan yang asing tanpa ada dukungan
kelembagaan. Pendidikan agama yang tersedia untuk anak cucu mereka sedikit.
Mereka ingat bahwa di tanah air mereka, anak-anak tumbuh dengan suasana Islam
di sekitar mereka. Amerika memberikan lingkungan yang sangat berbeda. Syukur
bila dapat melaksanakan ibadah rutin, bahkan untuk mempertahankan kesadaran
beragama pun amat sulit. Oleh karena itu keluarga-keluarga perintis tersebut
harus berjuang keras mempertahankan agama dan identitas mereka dalam sebuah
masyarakat yang dibangun di atas punggung para imigran dan ironisnya, tidak
pernah menghargai perbedaan budaya yang dibawa para imigran tersebut.
Para pemuda, yang ingin segera
menikah, mengalami kesulitan besar untuk mendapatkan gadis-gadis Muslim di
negeri ini untuk diperistri. Sebagian
pulang sebentar ke tanah air mereka untuk mengambil isteri; sebagian lainnya
meminta kerabat mereka mengatur perjodohan dengan gadis-gadis dari negeri asal
mereka. Sebagian lainnya menikah dengan perempuan beragama lain dari orang-orang
Arab yang beragama Kristiani.
Seiring dengan waktu berjalan, para
imigran yang mencari pekerjaan lebih permanen, justuru banyak yang berhasil
mendirikan usaha kecil mereka sendiri. Banyak yang memanfaatkan masakan dan
minuman tradisional mereka sebagai sumber penghasilan dengan mebuka tempat
minum kopi, rumah makan, toko roti dan kue. Semula mereka mendirikan usaha
untuk rekan senegara, sehingga sesama Muslim minimal mereka dapat menikmati
makanan asli mereka sendiri dalam lingkungan budaya yang sering kali asing bagi
cita rasa dan tradisinya. Lama kelamaan orang Amerika lain mulai menghargai
masakan para imigran.
Pada lima puluh tahun pertama abad
ke-20 banyak keluarga Muslim perlahan-lahan terbawa menjauh dari agama mereka,
terutama orang-orang mudanya, yang berusaha menyembunyikan atau menghapuskan
hal-hal yang membedakan mereka dari rekan-rekan orang Amerika. Mereka yang
berkulit lebih gelap dari warna kulit putih, terutama di bagian Selatan,
diperlukan sebagai “orang kulit berwarna” oleh penduduk setempat dan tidak
diperbolehkan masuk ke fasilitas-fasitilas umum bertuliskan “White only” yang hanya digunakan
oleh orang kulit putih. Muncul anggapan
bahwa orang-orang Muslim Arab adalah orang-orang bermata hitam besar,
berhidung besar, berkumis tebal, dan berpakaian aneh. Mempertahankan penggunaan
bahasa Arab menjadi sangat sulit, karena anak-anak muda menolak menggunakan
bahasa yang terdengar aneh di telinga teman-teman mereka. Penolakan untuk
belajar bahasa ibu sangat mnyedihkan keluarga mereka, kerena bahasa Arab tak
hanya bahasa budaya, melainkan juga bahasa ibadah. Keluarga Muslim semakin
banyak yang bernama Amerika untuk anak-anaknya atau memperbolehkan pemakaian
nama julukan. Muhammad menjadi Mike, Ya’qub menjadi Jack, Nasreen menjadi
Nancy. Identitas Arab, dan hingga derajat tertentu, Muslim menjadi barang kuno
dan bukan lagi hal masa kini dan masa depan seiring dengan perjuangan generasi
baru orang-orang muda untuk menjadi bagian kebudayaan negara tanah air mereka
kini, karena bukan negara kebudayaan leluhur mereka. Sewaktu anak-anak muda ini
dewasa dan mulai memikirkan pernikahan, semakin banyak yang menikah dengan
non-Muslim. Pernikahan dengan orang beragama lain semakin bertambah jumlahnya
pada setiap generasi baru.[6]
Namun
pada saat yang bersamaan dan sampai tahap tertentu sebagai jawaban keprihatinan
atas akulturasi dan sekulerisasi, di sebagian wilayah di Amerika Serikat
orang-orang Muslim mulai mengorganisasikan diri menjadi kelompok-kelompok masyarakat
untuk menegaskan identitas mereka.
Komunitas Muslim pertama berada di Midwest di
Dakota Utara.[7] Mereka membangun komunitas
religius di tengah-tengah orang-orang Amerika yang menaruh curiga dan kadang
menimbulkan permusuhan akibat ketidakakraban dengan
agama mereka. Komunitas muslim berusaha menyesuaikan diri sehingga berhasil
mendirikan masjid pada tahun 1929 sebagai pusat kegiatan mereka.[8]
Di Michigan City, Indiana, semacam
pusat Islam didirikan pada tahun 1914, anggotanya kebanyakan orang Siria dan
Libanon yang bekerja di bidang perdagangan. Pada tahun 1924 mereka mengajak
orang Arab dari bangsa lain untuk mendirikan organisasi dengan nama The Modern Age Arabian Islamic Society.[9]
Cedar Rapids di Iowa memiliki
sejarah panjang sebagai tempat tinggal masyarakat Muslim. Masjid pertama di
Amerika yang terus berfungsi hingga kini
dijumpai di Iowa. Pada tahun 1920, komunitas Muslim menyewah sebuah
gedung sebagai tempat peribadatan, kemudian pada tahun 1934 gedung itu dirobah
menjadi masjid. Masjid tersebut secara berkala direnovasi dan diperluas, dan
sebuah menara ditambahkan pada tahun 1980.[10]
Islam telah hadir di wilayah New
York City sejak akhir abad ke-19 dengan sejarah yang penuh liku-liku. Kota yang
selalu menjadi pusat kegiatan imigran ini merupakan tempat tinggal bagi
bermacam-macam kelompok suku bangsa dan ras. Banyak organisasi Islam di kota
tersebut bercirikan identitas suku bangsa tertentu.
American
Mohammedan Society dibentuk di Broolyn pada tahun 1907 oleh para
imigran dari Polandia, Rusia dan Lithuania. Dan Islamic
Mission of Amerika for the Propogation of Islam
and the Defense of the Faith and the Faithful pada tahun 1930-an.
Organisasi ini didirikan dekat pemukiman kaum muslimin asal Timur Tengah.[11]
Meskipun demikian sebagian lainnya dengan sadar berusaha memanfaatkan
keberagaman tersebut untuk menekankan potensi
persatuan Muslim dan melakukan berbagai upaya untuk menyatukan para Muslim
bangsa Amerika asli; dan mempersatukan Muslim Sunni dan Muslim Syi’ah. Salah
satu kelompok seperti ini adalah Islamic
Cultural Centre of New York.[12]
Salah satu kota besar yang menjadi rumah bagi para imigran adalah
Chicago. Orang-orang Muslim pertama datang sebelum pergantian abad ke-20.
Seperti kota-kota besar lainnya, penduduk Muslim Chicago terdiri atas orang-orang yang bermacam-macam latar belakang budaya. Umat Islam di kota ini
aktif dalam memperkenalkan agama mereka. Banyak pusat kegiatan Islam di sana.
Di antaranya, yang tertua dan terbesar adalah Center of
Muslim Society didirikan pada tahun 1969.[13]
Muslim California pada awalanya datang dari India. Sejumlah besar
imigran dari India datang pada tahun 1947. California segera menjadi tempat
tujuan kaum Muslimin dari berbagai penjuru dunia, terutama dari Timur Tengah. Los Angeles dan San Fransisco merupakan
pusat-pusat aktif kehidupan Muslim dan melahirkan banyak pemimpin bagi
organisasi Muslim. Islamic Center of Souhem
California merupakan salah
organisasi terbesar di wilayah ini.[14]
Semula Dearborn, Michigan merupakan rumah bagi segelintir Muslim Turki
pada awal abad ke-20, namun hingga kini terus menjadi sasaran imigran Arab.
Kini Dearborn merupakan salah satu kumpulan terbesar masyarakat Islam di negara
ini, dengan kelompok besar terdiri atas Muslim keturunan Libanon, yaman dan
Palestina.[15]
Masyarakat Islam di Quincy, Massachusetts menjadi salah satu
pemandangan menarik mengenai pembentukan dan pengembangan Islam. Kelompok
pertama terbentuk tidak lama setelah tahun 1875 dengan keberadaan generasi yang
menetap pertama Muslim yang kebanyakan berasal dari Libanon. Pada tahun 1934
kelompok-kelompok Muslim dari wilayah Boston dan sekitarnya bersatu dengan
orang orang Muslim di Quinci dan membentuk Arab
American Banner Society.[16]
2.
Komunitas Muslim keturunan Afro-Amerika
Berbeda
dengan komunitas imigran dari bangsa lain, komunitas keturunan Afrika, mereka
masuk ke Amerika Serikat bukan atas kehendak sendiri, tetapi merupakan kehendak
kolonialis. Mereka diperlakukan sebagai budak, sehingga segala aktifitas mereka
sangat ditentukan majikan. Bahkan, di antara mereka yang beragama Islam merasa
sangat tertekan akibat perlakuan majikan. Tidak sedikit di antara mereka keluar
dari agama Islam.
Islam Afro-Amerika muncul pada awal
abad ke-20 ketika sejumlah orang hitam Amerika
memeluk Islam, sebagai suatu proses kembali kepada akar-akar spiritual
dan kultur yang lebih asli, dan membentuk gerakan-gerakan dan komunitas-komunitas.
Islam dipandang sebagai bagian dari identitas asli (Afrika), sementara banyak
pemeluk Islam baru memandang agama Kristen sebagai agama keunggulan dan
penindasan dari kaum kulit putih, memperbudak kaum kulit hitam Amerika sejak zaman
perbudakan sebagai warga negara kelas dua yang tidak diberikan hak
kewarganegaraan penuh. Sebaliknya, kesetaraan Islam di mana seluruh umat Islam
adalah anggota persaudaran kaum beriman, melampaui batas-batas ras dan etnis.
Dari sinilah mulai kelompok-kelompok semi Islam yang memadukan penggunaan
secara selektif simbol-simbol Islam dengan nasionalisme hitam muncul.[17]
Organisasi paling awal yang berusaha
secara langsung untuk mengajak
orang-orag Amerika memeluk Islam adalah American Islamic
Propagation Movemen. Organisasi ini didirikan pada tahun 1893 oleh
seorang Muslim terpelajar, Muhammad Webb. Sewaktu berada di Filipina sebagai
Konsul Jenderal Amerika, ia berkorespondensi dengan Badrudin Abdullah Kurr,
seorang pegawai terkemuka India pada dewan kota Bombai. Perkenalannya ini
menyebabkan kunjungan dua orang tokoh Muslim India ke Filipina, dan akhirnya
Webb masuk Islam. Webb kemudian menjadi kritisi yang penuh semangat terhadap
gereja Kristen dan aktivitas-aktivitas misionaris Kristen dalam dunia Islam
serta menjadi pembela Islam yang sangat terkemuka pada masanya. Meskipun
organisasi yang didirikan Webb ini harus bubar dalam usia muda, tidak diragukan
lagi bahwa ia dan anggota-anggota organisasinya telah mempengaruhi upaya-upaya
selanjutnya untuk membina Islam di Amerika Serikat.[18] Sebelum ia wafat, Islam
mulai bangkit sebagai agama yang membudaya di kalangan orang-orang Afro-Amerika.
Organisasi yang paling menonjol adalah Nation of
Islam (juga dikenal sebagai Black Moslem) yang didirikan
oleh seorang imigran kulit hitam bernama Wallace D. Fard Muhammad. Ia terkenal
lancar berbicara dalam beberapa bahasa Eropa dan bahasa-bahasa Timur Tengah.
Pada tahun 1934 ia lenyap secara misterius.[19]
Elijah Muhammad mengambil alih
kepemimpinan Nation of Islam setalah Fard dinyatakan hilang. Ia memindahkan
pusat kegiatannya dari Detroit ke Chicago. Di bawah kepemimpinannya, organisasi
tersebut maju dan tertib, memiliki masjid dan sekolah yang jumlahnya ratusan,
tersebar di seluru Amerika. Ia mewariskan 80.000.000 saham yang ditanam dalam
berbagai perusahaan dan yang lebih
penting lagi, ia berhasil meningkatkan harga diri orang-orang Negro setaraf
dengan orang-orang kulit putih serta memajukan pendidikannya.[20]
Elijah Muhammad yang memperjelas
ajaran-ajaran Fard yang dikaitkan dengan agama Islam melalu ceramah dan
buku-buku yang dikarangnya sendiri. Buku yang memuat ajarannya tersebut antara
lain: Message to the Blackman in Amerika
dan How to Eat to Live.
Pada tahun 1960 diterbitkan pula majalah Muhammad
Speaks. Dari sumber-sumber tersebut diketahui pandangan
Elijah Muhammad, bahwa orang-orang Negro Amerika itu bisa mendapatkan
kemerdekaan, keadilan, persamaan, kebahagian, ketenangan jiwa, kepuasan, uang,
rumah yang pantas, jika mereka menerima Allah sebagai Tuhan dan kembali kepada
agama yang asli, yaitu agama Islam.[21]
Sasaran dakwah Elijah Muhammad
ditujukan kepada masyarakat Negro Amerika yang pemabuk, pemadat narkotika,
penjahat dan berbagai tindakan kriminal lainnya. Ia dipenjara pada tahun 1942 sampai thun 1946.
Di dalam penjara ia tetap berdakwah. Usahanya itu tidak hanya mempengaruhi
kelas bawah dari orang-orang Negro tetapi menarik perhatian pemimpin Negro dan
orang-orang terkenal lainnya, seperti Malcolm X dan Cassius Clay. Oleh karena Islamnya
kedua tokoh Negro Amerika itu, pengaruh organisasi tersebut semakin bertambah
luas, sekaligus sebagai simbol kebanggaan Muslim. Dari sinilah berawal
kelahiran suatu semangat aktualisasi diri, identitas, dan penonjolan diri di
kalangan komunitas Muslim Afro-Amerika.[22]
Elijah wafat 26 Pebruari 1976, ia digantikan oleh Warith deen Muhammad (Wallace
Muhammad). Banyak perubahan yang dilakukan tokoh ini. Akidah yang diwarisi dari
pendahulunya disesuaikan dengan kemurnian ajaran Islam. Pengelolaan
organisasi diserasikan dengan
perkembangan dan hasil usaha yang telah dicapai. Nation of
Islam diganti menjadi World
Community of al-Islam in the West. Ini berarti perubahan
orientasi dari ide untuk mendapatkan sebidang tanah bagi orang Negro Amerika ke
ide untuk membentuk masyarakat Islam di Barat (Amerika). Tetapi pada tahun 1980
nama itu diganti lagi dengan “American Muslim Mission.
Nama ini lebih mempertegas misi dakwah yang ditujunya. Orang-orang Negro
Amerika adalah warga negara Amerika Serikat yang Muslim. Perbaikan di bidang
organisasi dilakukan pula, antara lain dengan membentuk “Council of Imam” yaitu satu Majelis
Imam yang beranggotakan enam orang, masing-masing mengkoordinir kegiatan
masyarakat Islam di wilayahnya, termasuk masalah zakat, pendidikan, hubungan
dengan organisasi agama lainnya, dakwah dipenjara, hubungan dengan organisasi
politik, dan masalah bisnis. Imam Warith Deen Muhammad adalah seorang
intelektual, menguasai banyak persoalan tentang masalah-masalah sosial politik,
dan mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap Islam. Ia tampil sebagai tokoh
nasional melalui “American Muslim Mission”
dan masyarakat Negro sendiri. Ia dihormati oleh berbagai kalangan karena
hubngannya yang baik dengan pemerintah Amerika Serikat, dan juga karena
berbagai buah pikirannya mengenai pertemuan antara ras, kulturasi, dan agama.
Ia aktif dalam “World Conference on
Religion and Peace”. Begitu pula mempunyai hubungan baik dengan
dunia Islam di luar Amerika.[23]
“American
Muslim Mission” menguasai ratusan masjid dan musallah,
memiliki pemancar radio yang dapat menjangkau seluruh kota-kota Amerika, mempunyai
kader yang dapat dipercaya dari “The Fruit of Islam”
sebanyak 80.000 pemuda. Mulai tahun 1981 organisasi tersebut merencanakan untuk
mendirikan American Muslim Teacher Collage,
serta kegiatannya sudah menjangkau Canada dan Amerika Latin.[24]
3.
Komunitas Muslim orang Amerika kulit putih
Meskipun mayoritas umat Islam di Amerika adalah orang Amerika keturunan
Afrika atau bagian dari penduduk imigran, ada banyak orang Amerika lainnya yang
memilih memeluk Islam sebagai agama dan cara hidup mereka dan jumlah ini terus bertambah.
Diperkirakan jumlah Muslim bangsa Amerika kulit putih di Amerika Serikat
berkisar antara 20.000 hingga 50.000 orang. Sebagian di antara mereka adalah perempuan bangsa Amerika kulit putih
yang menikah dengan laki-laki Muslim. Perindahan agama mereka dimungkinkan
terjadi karena sang suami menghendaki isterinya menerima Islam, atau sang
isteri meyakini bahwa Islam adalah agama
yang benar baginya, atau ia menginginkan anak-anaknya dibesarkan dalam keluarga
dengan satu keimanan. Namun patut dicatat bahwa survei atas kaum perempuan yang
berpindah ke Islam menunjukkan bahwa dalam banyak kasus masuknya mereka ke dalam Islam terjadi sebelum mereka menikah
dengan laki-laki Muslim.[25]
Ketertariakan orang-orang berkulit
putih masuk Islam berawal dari pergaulan dengan orang-orang Islam, kemudian ada
upaya untuk belajar Islam. Mereka ini pada umumnya dari kalangan Hispanik,
tidak jarang di antara mereka menghubungkan keberadaan mereka di Amerika dengan
asal-muasal nenek moyang mereka dari tanah Spanyol. Di antara mereka ada yang
membayangkan bahwa nenek moyang mereka dulu adalah Muslim.[26]
Islam pertama muncul di wilayah
pemukiman warga keturunan Amerika Latin di Timur Laut Amerika pada awal tahun
1970-an. Orang-orang yang beralih ke Islam ini sebagian besar merupakan
orang-orang Puert Rico. Mereka banyak
masuk Islam karena bergaul dengan orang-orang Islam warga Amerika keturunan
Afrika. Sejak saat itu para Muslim imigran berupaya mengorganisir gerakan
penyeberan Islam di antara penduduk keturunan latin dengan tujuan menyatukan
mereka ke dalam masyarakat masjid Sunni yang mapan. Warga Amerika keturunan
Amerika Latin mendapati banyak budaya Islam yang serupa dengan warisan budaya
mereka, terutama mengenai kepentingan struktur keluarga dan peran laki-laki dan
perempuan dirumuskan secara khusus. Perceraian, yang semakin meningkat
jumlahnya dalam masyrakat Amerika keturunan Amerika latin, terlihat jelas jauh
lebih rendah angkanya di antara pasangan Muslim keturunan Latin.[27]
Sebuah
ilustrasi mengenai pertumbuhan Islam Latin adalah sebuah upaya penyebaran di
New York City yang disebut PIEDAD (Propagacion Islamica para la Educacion
y Depocion de Ala’el Divino) yang dimulai pada tahun 1987 oleh seorang
keturunan Puerto Rico yang beralih ke
Islam. PIEDAD berfokus pada kaum perempuan Hispanik yang menikah dengan muslim
dan juga orang-orang Hispanik yang tengah menjalani hukuman di penjara. Sebuah
organisasi orang-orang Hispanik Islam lainnya di wilayah El Barrio di New York
City adalah Alianza Islamica yang didirikan sekitar 15 tahun yang lalu
sebagai hasil gerakan Darul Islam. Hal ini menggambarkan hubungan yang erat
antara orang-orang Hispanik yang berpindah agama ke Islam dengan Islam yang
dianut warga Amerika keturunan Afrika.[28]
Di
California Asociacion Latina de Musulmanes en las Americas (ALMA) atau
Ikatan Perempuan Latin Muslim Amerika yang baru-baru ini terbentuk berusaha menyebarkan
Islam di antara orang-orang yang berbahasa Spanyol dan mendidik mereka mengenai
sumbangsih Islam bagi masyarakat dan budaya
mereka, dengan harapan dapat membawa
mereka kembali ke jalan hidup para leluhur mereka.[29]
Berdasarkan gambaran ketiga
komunitas Muslim tersebut, maka dapat dikatakan selain faktor imigrasi, faktor pindah agama merupakan faktor penyebab
pertambahan penduduk Muslim di Amerika Serikat. Sekalipun pindah agama orang
yang berasal dari Afrika, yang dalam banyak kasus, sebenarnya kembali kepada
gama asli mereka, tetapi lebih dari itu, ada juga yang pindah agama itu berasal
dari berbagai negara.
Pada
tahun 1971, di Amerika Serikat ada sekitar satu juta muslim (0,5 % dari jumlah
penduduk). Pada tahun 1980, beberapa penulis dan organisasi membuat penafsiran
yang dapat dipercaya dengan menggunakan berbagai metode statistik dan data
demografis menghitung jumlah umat Islam di Amereka Serikat. Atas dasar itu
diperkirakan jumlah mereka sekitar tiga juta jiwa (1,5 % dari jumlah penduduk)
dengan rincian: 880.000 jiwa dari Eropa Timur, 940.000 jiwa dari Timur Tengah,
94.000 jiwa dari Sub Sahara, 380.000 jiwa dari Asia, 13.000 jiwa dari Karibia,
dan 1.000.000 jiwa dari Amerika-Afrika. Dapat dikatakan umat Islam bertambah
setiap tahunnya sekitar 10 % karena kenaikan alami, imigrasi dan pindah agama.[30]
Dari
hasil penelitian Michael Wolfe tahun 2006, dikemukakan data umat Islam sekitar
7.000.000 jiwa. Menurutnya setiap tahun sekitar 100.000 warga Amerika Serikat
menjadi mualaf. Dalam hasil penelitiannya dikemukakan pula bahwa umat Islam
terbesar ketiga (2,34 %) setelah
protesten (52 %) dan Katolik Roma (24 %).[31] Syamsi mengatakan pemeluk Islam di Amerika
bertambah pasca serangan 11 September. Sebelumnya, penduduk muslim hanya
diperkirakan 6-7 juta orang. Sekarang diperkirakan mencapai 8-9 juta orang.[32]
Banyak orang Muslim yang datang ke Amarika di awal
abad ke-20 semula nampak kuarang berminat untuk berpartisipasi dalam
acara-acara Islam atau bahkan untuk mengidentifikasi diri mereka secara khusus
sebagai anggota tradisi Islam. Tetapi perlahan mereka segra berubah akibat
tantangan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, sejumlah komunitas Muslim
imigram di seluruh negeri mulai memikirkan cara-cara yang lebih terstruktur
untuk menjalankan agama mereka dan menjamin keberlansungannya. Mereka prihatin
akan kesulitan mendapatkan tempat yang layak untuk beribadah dan menjalankan
sholat Jum’at. Mereka kadang-kadang
mengadakan ibadah di rumah anggota secara bergantian. Namun, karena semakin
besarnya komunitas mereka, lama-kelamaan, mereka berfikir dan bermimpi untuk
mendirikan masjid-masjid.
Upaya
pembangunan masjid-masjid paling awal pada tahun 1920-an dan tahun 1930-an di
New York, Massachusetts, dan Barat-Tengah. Gerakan masjid mulai mendapat
momentum yang sebenarnya pada pertengahan abad ke-20. Pembukaan Islamic
Center di Wasinton, D.C., yang selesai pembangunannya pada taun 1957,
merupakan penanda penting bagi kalangan Muslim dan non-Muslim bahwa Islam saat
itu mulai diakui oleh negara Islam di luar negeri sebagai sebuah kehadiran
berarti dalam lingkungan Amerika. Islamic center tersebut dibangun
sebagai upaya kerja sama antara umat Islam Amerika Serikat dan
pemerintahan-pemerintahan Islam di luar negeri.[33]
Sejak
tahun 1957 sampai tahun 1999, lebih dari seratus bangunan yang dirancang
dan dibangun dengan arsitektur yang bertujuan khusus untuk berfunsi sebagai
masjid atau pusat Islam, dan beratus-ratus bangunan lainnya telah diubah untuk
digunakan sebagai masjid. Bahkan di
wilayah Washinton, D. C. saja ada 33 masjid. Ada sekitar 1300 lembaga yang
menyatakan diri sebagai masjid atau
pusat Islam di seluruh daratan Amerika Serikat, hampir 80 % di antaranya
terbentuk sejak tahun 1980. Negara-bagian New York memiliki paling banyak
masjid, jumlahnya yakni lebih dari 130 buah. Terbanyak kedua California dengan jumlah
masjid sekitar 120 buah. Di negara-bagian yang lain, Illinois, New Jersey,
Texas dan Michigan semuanya memiliki banyak masjid, dan hanya sedikit sekali
negara-bagian yang tidak memiliki bangunan yang berfungsi sebagai masjid.[34]
Dari data hasil penelitian Michael Wolfe tahun 2006 dikemukakan bahwa dari New
York hingga California terdapat sekitar 4.000 masjid.[35]
Seiring berkembangnya penganut Islam dan masjid, organisasi-organisasi Islam
juga mengalami perkembangan.
C. Peluang
Perkembangan Islam di Amerika Serikat
Selain kondisi ril perkembangan pantastis jumlah Muslim dan sarana
peribadatan dari satu periode ke periode berikutnya serta berperannya umat
Islam dalam berbagai sektor kehidupan, ada beberapa faktor lain yang menjadi
peluang perkembangan Islam. Pertama, masyarakat Amerika
adalah masyarakat agamais.[36]
Berbicara tentang keagamaan di Amerika, masyarakat sering dihadapkan
pada sekian banyak paradoks. Pada satu sisi, Amerika diidentifikasi sebagai
negara sekuler-materlialistik yang dikenal sebagai negara pertama dalam sejarah
yang menetapkan dalam undang-undang pemisahan antara negara dan agama.
Penetapan ini memberi kesan seakan-akan agama tidak memperoleh tempat dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa. Pada sisi lain, tidak jarang bangsa Amerika
menganggap dirinya sebagai bangsa yang paling religius, karena bagi mereka,
pemisahan antara agama dan negara justru membuktikan betapa besar peranan agama
dalam perkembangan budaya bangsa. Sejarah juga mencatat bahwa tidak ada satu
negarapun yang menghimpun aneka ragam agama dalam lingkup suatu bangsa seperti
Amerika Serikat.[37]
Paradoks lain dapat dijumpai dalam
kehidupan sebagian besar pemuka agama di Amerika. Di satu sisi mereka sangat
aktif dalam aktivitas sosial dan gerakan reformasi, tetapi di sisi lain mereka
tidak henti-hentinya mengutarakan kekhawatiran kalau-kalau gereja dan doktrinnya
tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan para pengikutnya. Ungkapan lain, sebagian
pemuka agama telah tampil menjadi aktivis-aktivis yang mempopulerkan dan
membumikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Namun sebaliknya,
fungsi gereja (fungsi utamanya adalah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang
labil), telah diambil alih oleh para psikiater, pekerja sosial dan bahkan
paranormal.[38]
Alhasil, agama kemudian menjadi hal
yang penting dalam kehidupan bangsa Amerika. Sejarah politik Amerika tidak
dapat ditelusuri tanpa memperhatikan karakter keagamaan bangsanya. Orang dapat saja berkata bahwa
agnostisisme keagamaan, bahkan atheisme merupakan fenomena nyata dalam
lingkungan masyarakat Amerika, namun secara umum rasa hormat mereka terhadap
agama adalah hal yang mendasar. Berbeda dengan bangsa-bangsa Eropa, bangsa
Amerika menganggap aneh dan mengagetkan konsep teologi “God is dead” yang dicetuskan di
Eropa. Masyarakat Amerika, kebanyakan agnostisisme dan atheisme yang vokal dan
negatif tidak mendapat tempat dalam budaya bangsa Amerika.[39]
Agama bagi masyarakat Amerika
Serikat memberikan jawaban pada persoalan-soalan pelik manusia,
persoalan-persoalan yang tidak bisa dijawab secara ilmiah dan filosofis. Agama
memberi legitimasi di hadapan pengikut-pengikutnya dan menjadi agen yang gigih
dalam mensosialisasikan opini atas aborsi, pornografi, peran perempuan
homoseksual, prasangka rasial, komunisme, patriotisme, perang dan perdamaian,
sistem perdagangan bebas, keadilan sosial dan persoalan politik.[40]
Kedua,
kegagalan doktrin Kresten membendung laju dekadensi moral dan depresi di
kalangan warga Amerika Serikat. Menurut Ahmad Hoosen Deedat yang dikutip Atang
Abd. Hakim dan Jaih Mubarok bahwa Amerika Serikat kini sedang menghadapi
persoalan-persoalan sosial yang serius, seperti para gay dan pemerkosaan. Tidak
ada orang Amerika yang dapat menjadi wali kota di New York, Los Angeles, atau
San Francisco tanpa dukungan kaum gay di kota-kota tersebut.[41] Menurut statistik yang
dikeluarkan the National Crime Victimization Survei, tahun 1991 terjadi 171.420
perkosaan.[42]
Hal yang terparah, sebagian dari
mereka melibatkan diri dalam kejahatan-kejahatan moral seperti seks bebas,
penggunaan obat-obatan. Menurut lembaga pengawasan dan Pencegahan penyakit di
Amerikat Serikat, pada tahun 1993, 40 % dari anak 15 tahun mengaku perna
melakukan hubungan intim, padahal tahun 1970, angka itu hanya 10 %. Jumlah tersebut meningkat sepertiga
lebih pada tahun 1980.[43]
Setiap tahun hampir 26.000 orang
Amerika melakukan bunu diri. Selama setahun lebih, lebih dari satu juta remaja
mencoba bunuh diri. Menurut laporan terakhir di Amerika Serikat meningkat 300
%, kehamilan remaja bertambah 621 % dan pembunuhan remaja meningkat 232 %.[44]
Krisis identitas dan depresi itu
telah menyadarkan sebagian dari warga Amerika untuk kembali menganut agama.
Oleh karena agama yang semula mereka anut mandul dan tidak dapat mengatasi
masalah mereka, mereka berpaling kepada agama-agama lain, termasuk Islam. Dalam
Islam, hidup mereka lebih bahagia dan terarah.
Dari sekian banyak muallaf yang
dulunya Kristen, mereka merasa menemukan jati dirinya setelah masuk Islam.
Angela Collin, seorang artis California yang terkenal karena film yang
dibintanginya Leguna Beach dan kini menjadi Director
of Islamic School, ketika diwawancarai oleh televisi NBC News
mengapa ia masuk Islam, ia mengungkapkan: “I was
seeking the truth and I ’ve found it in Islam. Now I hve this belief and I love
this belief.”[45]
Ketiga,
animo bangsa Amerika mempelajari ajaran Islam sangat tinggi. Mereka mempelajari
Islam tidak hanya untuk memperoleh ijazah, tetapi atas kesadaran dari rasa
penasaran mereka sendiri untuk mengetahui Islam lebih dalam, karena tetangga
dan orang terdekat mereka beragama Islam.
Mereka tidak hanya mempelajari konsep-konsep ajaran Islam tetapi juga
mempelajari sejarah Islam.
Kebanyakan rasa penasaran itu tumbuh
sejak peristiwa peledakan WTC. Kebanyakan dari mereka kemudian mempelajari
Kerajaan Muslim yang pernah memerintah
Spanyol beberapa abad lalu. Mereka berkesimpulan bahwa Islam memberikan kontribusi
pada kebudayaan mereka seperti makanan, musik dan bahasa. Banyak kalangan Hispanik
(merupakan akar dari kebudayaan dan keturunan Spanyol dan sering disebut
Amerika Latin) ingin ke akar mereka.
Setelah peristiwa itu, masyarakat Amerika menjadi
ingin tahu Islam, kemudian mereka ramai-ramai membeli
dan membaca al-Qur’an, membaca biografi
Muhammad dan buku-buku Islam untuk mengetahui isinya. Hasil pembacaan sumber ajaran Islam secara langsung,
mereka menjadi tahu ajaran Islam. Oleh sebab itu, kebencian mereka berbalik
menjadi kecintaan. Mereka menemukan keagungan serta keindahan ajaran agama yang satu ini.
Keagungan ajaran Islam ini bertemu pada saatnya yang tepat dengan kegersangan,
kegelisahan dan kekeringan spritual masyarakat Amerika yang sekuler selama ini.
Karena itu, Islam justru menjadi jawaban bagi proses pencarian spiritual mereka dalam waktu yang lama.
Islam menjadi melting point atas kebekuan spiritual yang selama ini
dialami masyarakat Amerika. Inilah pemicu terjadinya islamisasi Amerika yang
mengherankan para pengamat sosial dan politik.[46]
Kempat, di Amerika Serikat terdapat intelektual Muslim
yang terkemuka. Saat ini bukan hanya teknologi Amerika yang diperhitungkan
dunia, tetapi pemikir Muslim, seperti Fazlur Rahman, Ismail al-Faruqi, Sayyed Hossein Nasr dan masih banyak tokoh
lainya yang gigih berdakwah.
Ketiga tokoh pemikir Muslim ini, tidak
hanya lantang menyuarakan Islam di kampus dan di tengah-tengah masyarakat, yang
tak kalah pentingnya adalah menyuarakan Islam lewat buku-buku yang mereka
tulis. Buku-buku mereka tidak hanya bahan bacaan masyarakat Amerika Serikat,
tetapi juga menjadi rujukan perguruan tinggi di berbagai belahan dunia,
termasuk Indonesia.
Tidak disangkal pemikran ketiga tokoh
ini mewarnai perjalanan sejarah Islam di Amerika Serikat. Ketiganya menyuarakan
Islam sesuai dengan karakter masyarakat Amerika Serikat yang menganut paham
liberal. Budhy Munawar Rahman sebagai pengantar dalam salah satu buku terjemhan
karya Seyyed Hossein Nasr mengatakan Sayyed Hossein Nasr dan Fazlur Rahman
merupakan contoh yang paling ekspresif dari cendikiawan Muslim yang menolak
pemaksaan keseragaman penafsiran. Keduanya menulis bahwa perbedaan pendapat itu
merupakan hal yang penuh arti dan harus dinilai positif. Karena itu, kebebasan
berfikir dan penerimaan paham
kemajemukan hal yang sangat penting untuk kemajuan Islam itu sendiri. Jikalau dalam hal ini terdapat perbedaan
pendapat berkaitan dengan penyesuaian diri Islam atas kemajemukan itu,
perbedaan itu jelas merupakan sesuatu yang akan bernilai tinggi, justru untuk
memajukan Islam. Karena itu, mereka sangat menekankan bahwa paham Islam itu
terbuka untuk kemajuan, walaupun itu datangnya tidak dari Islam.[47]
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kedatangan Islam di Amerika Serikat terjadi dua
tahap. Tahap pertama, jauh sebelum Cristopher Colombus menemukan benua
Amerika. Pada tahap ini keberadaan umat Islam sampai abad ke-19 tidak
didapatkan sumber yang menjelaskannya. Tahap kedua, pada akhir abad ke-19. Pada tahap ini Islam
tumbuh, sebagai awal perkembangan Islam di Amerika Serikat.
2.
Islam berkembang pada tiga komunitas Muslim di Amerika Serikat. Kominitas pertama adalah komunitas
dari Timur Tengah, kemudian pada perkembangan selanjutnya komunitas Muslim
datang dari berbagai kawasan dunia. Kemunitas ini tersebar di berbagai kota
besar Amerika Serikat. Komunitas kedua adalah komunitas Afro-Amerika.
Komunitas ini juga pada dasarnya adalah para imigran yang datang pada awal abad
ke-16. Komunitas ini sejak kedatangannya tidak meperlihatkan perkembangan, nanti
akhir abad ke-19 setelah tokoh-tokoh Afro-Amerika menyadari bahwa mereka
terlahir dari keluarga Muslim di masa lalu. Kehadiran orang Islam seperti Elijah Muhammad, Warith deen
Muhammad, Malcolm X dan Muhammad Ali Islam mengalami perkembangan pesat di
komunitas Afro-Amerika. Komunitas ketiga adalah komunitas kulit putih. Komunitas ini
mengalami perkembangan yang berarti setelah peristiwa 11 September. Mereka pada
umumnya adalah kalangan Hispanik yang menyadari arti sejarah perjalanan Islam.
3. Ada beberapa faktor
yang berakumulasi sehingga Islam di Amerika Serikat berpeluang mengalami
perkembangan. Pertama, masyarakat Amerika adalah masyarakat agamais.
Kedua, kegagalan doktrin Kresten membendung laju dekadensi moral dan depresi
di kalangan warga Amerika Serikat. Ketiga, animo bangsa Amerika mempelajari ajaran
Islam sangat tinggi. Kempat, di Amerika Serikat terdapat intelektual muslim
yang terkemuka dan rasional.
B. Implikasi dan Rekomendasi
1. Amerika Serikat adalah negara sekuler, tetapi
negara yang satu ini memberi peluang kepada setiap agama untuk tumbuh dan
berkembang. Kebijakan yang diterapkan pemerintah setempat perlu dijadikan acuan
pada wilayah minoritas Muslim di Indonesia dan negara-negara lain.
2. Perkembangan Islam di Amerika Seikat tidak
lepas dari peran ulama-ulama besar Islam di sana. Oleh karena itu konsep-konsep
Islam yang ditawarkan perlu dicermati.
3. Para pemerhati Islam perlu menyebarluaskan bahwa Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat di Amerika Serikat.
Pada akhir-akhir ini, peminatnya kalangan terpandang dan terpelajar serta
penduduk asli
4. Berbagai sisi kehidupan Muslim di Amerika
Serikat perlu dikaji lebih mendalam, seperti hubungan Islam dengan agama lain,
peran ulama Islam di Amerika Serikat, lembaga-lembaga pendidikan dan metode
dakwah yang berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed,
Akbar S. From Samarkand to Stonoway: Living Islam. Terj.
Pangestuningsih, Living Islam: Tamsya Budaya Menyusuri Samarkand hingga
Stornoway. Cet. I; Bandung: Mizan, 1997.
Esposito,
John L. Islam: The Straight Path. Terj.
Arif Maftuhin, Islam Warna Warni: Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus.
Cet. I; Jakarta: Paramadina, 2004.
______.
The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, Volume IV. New York Oxford University Press, 1995.
Hakim,
Atang Abd. dan Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Cet. VI; Bandung
Remaja Rosdakarya, 2003.
Hasbullah, Moeflich. “Islam di
Amerika Keajaiban Bernama 911” Official Website of Moeflich Hasbullah.
http://moeflich.wordpress.com/2008/03/18
(18 Nopember 2011).
“Islam Akan Jadi Agama Terbesar di Amerika”
(Hasil Penelitian). Tribun Timur, 27 September 2006.
“Islam di Amerikat.” Wikipedia the free
Encyclopedia http: //id.wikipedia.org/wiki/Islam di Amerika (18 Nopember
2011).
Kettani,
M. Ali. Muslim Minorities in the World Today. Terj. Sarkowi Soejoeti, Minoritas
Muslim di Dunia Dewasa Ini. Ed. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Leege,
David C. & Lyman A. Kellstedt, Rediscovering
the Religios Factor in American Politics. Terj. Debbie A. Lubis dan
A. Zaim Rofiqi, Agama dalam Politik Amerika. Cet. I; Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Muhaimin et. al. Dimensi-dimensi
Studi Islam. Cet. I; Surabaya: Karya Abditama, 1994.
Mulyana,
Deddy. Berpaling Kepada Islam. Cet. III; Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000.
Nasr, Seyyed Hossein Nasr. The
Heart of Islam: Enduring Values for Humanity. Terj. Nurasiah Fakih Sultan
Harahap, The Heart of Islam:
Pesan-pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan. Cet. I;
Bandung: Mizan, 2003.
Nasution,
Harun (Ed.) Perkembangan Modern dalam Islam. Cet. I; Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, t.t.
Shihab,
Alwi. Membedah Islam di Barat .
Cet. I; Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2004.
Smith,
Jane I. Islam in Amerika. Terj. Siti Zuraida, Islam di Amerika.
Ed. I; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Team
Penyusun Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam Departemen Agama RI. Sejarah
dan Kebudayaan Islam, jilid II. IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1983.
“Tertarik
Karena Akar Kebudayaan” (Liputan). Tribun Timur, 10 Oktber 2006.
Thohir,
Ajid. Perkmbangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam . Edisi II; Jakarta:
Rajawali Pers, 2009.
Wardhana,
Wisnu Arya. Colombus Menemukan Jejak Islam. Cet. I; Yogyakarta: Pusataka
Pelajar, 2009.
Wormser,
Ricard. American Islam: Growing Up Muslim in America. New York: Walker Publishing Company, 1994.
Yusran. “Shamsi Ali Pembawa Suara
Islam di Negara Amerika Serikat” Fajar Online. 09 Oktober 2011. http://www.fajar.co.id/read-20111009083907
(17 Nopember 2011).
*Disampaikan pada kuliah seminar di PPS UIN
Alauddin Makassar tanggal 23
Nopember 2011.
**Mahasiswa Program S3 Konsentrasi Pendidikan dan
Keguruan PPS UIN Alauddin Makassar.
[1]Muhaimin et. al., Dimensi-dimensi
Studi Islam (Cet. I; Surabaya: Karya Abditama, 1994), h. 73.
[2]Amerika serikat adalah Negara Republik yang
berbentuk fedaerasi negara-negara bagian. Pada awal berdirinya, hanya 13 koloni
bangsa Barat di Amerika Utara mengikat diri dalam suatu undang-undang pada
tahun 1787. Koloni-koloni lain bergabung terus, sehingga pada tahun 1959
terbentuklah 50 negara bagian. Amerika Serikat adalah negara super power,
mempunyai sistem ekonomi kapitalis dan sistem demokrasi liberal. Kebebasan
pribadi sangat menonjol dan dihargai. Urusan negara dan urusan agama
dipisahkan, tetapi kebebasan beragama dijamin oleh undang-undang. Baca Team
Penyusun Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam Departemen Agama RI., Sejarah
dan Kebudayaan Islam, jilid II (IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1983), h.
317-318.
[3]Menurut peneliti sejarah mutakhir bahwa benua
Amerika pertama kali ditemukan bukan oleh Columbus. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya peninggalan-peninggalan Islam di Amerika. Baca Wisnu Arya
Wardhana, Colombus Menemukan Jejak Islam (Cet. I; Yogyakarta: Pusataka
Pelajar, 2009), h. 199-210.
[4]Estevánico dari Azamor Muslim pertama yang tercatat
dalam sejarah Amerika Utara. Estevanico adalah orang Berber dari Afrika Utara
yang menjelajahi Arizona dan New Mexico untuk Kerajaan Spanyol. Estevanico
datang ke Amerika sebagai seorang budak penjelajah Spanyol di abad ke 16.
Selama tahun 1520-an telah didatangkan budak ke Amerika Utara dari Afrika.
Diperkirakan sekitar 500 ribu jiwa dikirim ke daerah ini atau 4,4% dari total
11.328.000 jiwa budak yang ada. Diperkirakan sekitar 50% budak atau tidak
kurang dari 200 ribu jiwa budak yang didatangkan berasal dari daerah-daerah
yang dipengaruhi oleh Islam. Baca “Islam di Amerikat” the free Encyclopedia
http:/id.wikipedia.org/wiki/Islam di Amerika (18 Nopember 2011).
[5]Baca John L Esposito, The Oxford Encyclopedia of
The Modern Islamic World, Volume IV New York Oxford University Press, 1995),
h. 277-279. Juga Ajid Thohir, Perkmbangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Edisi
II; Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 320-321.
[6]Jane I. Smith, Islam in Amerika, terj. Siti
Zuraida, Islam di Amerika (Ed. I; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), h. 82.
[7]“Islam di Amerika Serikat Serikat,” loc. cit.
[8]Ricard Wormser, American Islam: Growing Up
Muslim in America (New York: Walker
Publishing Company, 1994, h. 13.
[9]Jane I. Smith, op. cit., h. 83.
[10]Ibid.
[11]Ibid., h. 84.
[12]Ibid., h. 84-85.
[13]Ibid., h. 86.
[14] Ibid., h. 87.
[15]Ibid., h. 88.
[16]Ibid., h. 89.
[17] John L. Esposito, Islam:
The Straight Path, terj. Arif
Maftuhin, Islam Warna Warni: Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus (Cet. I;
Jakarta: Paramadina, 2004), h. 258.
[18]Harun Nasution (Ed.), Perkembangan Modern dalam
Islam (Cet. I; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, t.t.), h. 312.
[19]Team Penyusun Textbook Sejarah dan Kebudayaan
Islam Departemen Agama RI., op.cit., h.318.
[20]Ibid., h. 319.
[21]Ibid., h. 320.
[22]Akbar S. Ahmed, From Samarkand to Stonoway:
Living Islam, terj. Pangestuningsih, Living Islam: Tamsya Budaya
Menyusuri Samarkand hingga Stornoway (Cet. I; Bandung: Mizan, 1997), h.
249.
[23]Disadur dari Team Penyusun Textbook Sejarah dan
Kebudayaan Islam Departemen Agama RI., op.cit., h.321-322.
[24]Ibid., 323.
[25]Jane I. Smith, op. cit., h. 96-97.
[26]“Tertarik Karena Akar Kebudayaan” (Liputan), Tribun
Timur, 10 Oktber 2006.
[27]Jane I. Smith, op. cit., h. 99.
[28]Ibid., h. 100-101.
[29]Ibid.
[30]M. Ali Kettani, Muslim Minorities in the World
Today, terj. Sarkowi Soejoeti, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini
(Ed. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 282-283. Adjid Thohir, op.
cit., h. 322-323.
[31]“Islam Akan Jadi Agama Terbesar di Amerika” (Hasil
Penelitian), Tribun Timur, 27 September 2006.
[32]Yusran “Syamsi Ali Pembawa Suara
Islam di Negara Amerika Serikat” Fajar Online. 09 Oktober 2011. http://www.fajar.co.id/read-20111009083907
(17 Nopember 2011.
[33]Jane I Smith, op. cit., h. 229-230.
[34]Ibid., h. 230.
[35]Islam Akan Jadi Agama Terbesar di Amerika”, loc.
cit.
[36]Pada tahun 1970, J. Gordon Melton, Editor Encyclopedia
of American Religion, menemukan sekitar 800 kelompok keagamaan, di mana
sebgaiannya merupakan sempalan-sempala dari agama-agama besar. Pada tahun 1994.
Ensiklopedi tersebut harus menambahkan edisi tambahan karena terdapat tambahan
200 kelompok baru yang belum terjamah dan perlu dimasukkan ke dalam entry
baru mereka. Bahkan menurut Melton jumlah tersebut masih akan bertamabah selama manusia diberi kebebasan
untuk berinovasi. Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat (Cet. I; Jakarta:
Ikrar Mandiriabadi, 2004), h. 20-21.
[37]Ibid., h.21.
[38] Ibid., h. 21-22.
[39]Ibid., h. 23.
[40]David C. Leege & Lyman A. Kellstedt, Rediscovering
the Religios Factor in American Politics, terj. Debbie A. Lubis dan
A. Zaim Rofiqi, Agama dalam Politik Amerika (Cet. I; Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 426.
[41]Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam (Cet. VI; Bandung Remaja Rosdakarya, 2003), h. 179.
[42]Deddy Mulyana, Berpaling Kepada Islam (Cet. III; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
h. 29.
[43]Ibid., h. 28.
[44]Ibid., h. 29-30.
[45]Moeflich Hasbullah “Islam di
Amerika Keajaiban Bernama 911” Official Website of Moeflich Hasbullah.
http://moeflich.wordpress.com/2008/03/18
(18 Nopember 2011).
[46]Ibid.
[47]Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam:
Enduring Values for Humanity, terj. Nurasiah Fakih Sultan Harahap, The Heart of Islam: Pesan-pesan Universal Islam untuk
Kemanusiaan (Cet. I; Bandung: Mizan, 2003), h. 1iv-1v.