PENDAHULUAN
Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah
al-Qur’an, Hadits sangatlah berperan penting dalam khazanah keilmuan Islam.
Sehingga mengkajinya memerlukan telaah spesifik yang syarat akan sebuah
metodologis ilmiah. Hal ini disebabkan adanya jarak waktu yang cukup panjang
antara Nabi yang menjadi Centre Figure dalam memunculkan Hadits dengan generasi
setelahnya. Karena faktor inilah kemudian muncul beberapa diskursus keilmuan
yang secara spesifik membahas status kualitas Hadits, baik dilihat dari segi
matan maupun sanad.
Ilmu Rijal al-Hadits memberikan sebuah tawaran
metode dalam menelisik kualitas Hadits yang ditinjau dari segi sanad. Dalam
ilmu ini dikaji biografi para perawi yang kemudian diberikan sebuah penilaian
dari segi intelektualitas dan juga dari sisi personalitas. Para Ulama klasik
sangat antusias dalam mengembangkan Ilmu ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya
karya-karya spektakuler yang mengkaji tentang kehidupan para perawi yang
meriwayatkan sebuah Hadits.
Salah satu karya tersebut ialah Kitab Usd al-Ghabah
fi Ma’rifah al-Shahabah yang ditulis oleh Ulama Hadits sekaligus sejarawan
terkemuka pada abad 6-7 H. Dalam karya tersebut diungkap biografi para perawi
dari kalangan shahabat. Adalah 'Izzuddin Abu al-Hasan Ali bin Abu al-Kirom
Muhammad bin Muhammad bin 'Abd al-Karim bin 'Abd al-Wahid al-Syaibany (yang
kemudian dikenal dengan Ibn al-Atsir) sebagai muallif kitab tersebut.
Namun kegelisahan akademis mengalir begitu deras ketika
kita membaca judul dari kitab ini, Usd al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabah.
Bukankah dalam khazanah keilmuan Hadits perspektif Sunny semua shahabat adalah
orang yang adil yang tidak dibutuhkan lagi penelitian apalagi pencelaan
(al-Jarhu)? Lantas mengapa dalam kitab ini secara khusus membahas sahabat?
Apakah Ibn al-Atsir mempunyai dimensi pemahaman berbeda dalam menilai shahabat?
Pertanyaan ini terjawab dalam muqaddimahnya yang menyatakan bahwasannya
ditulisnya kitab ini hanya semata-mata dengan tujuan memberikan data sejarah
tentang para sahabat, baik dari segi sejarah kehidupan (yang mencakup nama,
nasab, tahun kelahiran, tahun wafat, tempat tinggal), dan juga beberapa data
sejarah tentang pelawatan sahabat dalam mencari dan juga meriwayatkan
Hadits-hadits Rasulullah saw yang kemudian ditujukan untuk mengetahui
ketersambungan sanad dengan perawi-perawi setelahnya (Tabi’in, tabi’
al-Tabi’in, dst.). Tanpa adanya penilaian tentang kualitas personalitinya
maupun kapasitas intelektualitasnya.
Tujuan selanjutnya, Ibn al-Atsir berusaha
menghadirkan informasi tentang jumlah para sahabat, kendati terjadi banyak
perselisihan mengenai hal ini. Kemudian beliau mengemukakan bahwa hal ini
dianggap penting dikarenakan pada masa sepeninggal Rasulullah banyak sahabat
yang munafik atau bahkan murtad. Jadi ketika kita menerima Hadits dari orang
yang hidup di masa Nabi, kita bisa mengetahui beliau termasuk dari golongan
sahabat atau bukan.
A. BIOGRAFI
'Izzuddin Abu al-Hasan Ali bin Abu al-Kirom Muhammad
bin Muhammad bin 'Abd al-Karim bin 'Abd al-Wahid al-Syaibany, demikianlah nama
lengkap dari pengarang kitab Usd al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabah. Beliau
terkenal dengan sebutan Ibnu Al-Atsir Al-Jazary. Kata "Al-Jazary"
berasal dari nama suatu daerah yaitu jazirah Ibnu 'Umar.
Ibn al-Atsir lahir pada 5 Jumad al-Awal tahun
555H/1160M. di jazirah dan wafat pada tahun 630H di muwasshal. Lahir di
keluarga akademis sehingga ayahnya sangat mengutamakan pendidikannya, beliau
menghafal al-Qur’an, dan juga belajar Ilmu Qira’at di masa kecilnya. Kemudian
beliau melanjutkan studinya di kota Muwasshal setelah kepindahan keluarganya
dari kota Jazirah Ibn Umar untuk menetap selamanya. Beliau belajar Hadits (dan
juga menerima periwayatan) dari Abi al-Fadl Abdillah bin Ahmad dan juga dari
Abi al-Faraj Yahya al-Tsaqafy. Beliau juga aktif dalam beberapa majlis keilmuan
yang diselenggarakan di beberpa masjid-masjid dan madrasah-madrasah di kota
itu. Namun dirasa kurang cukup, beliau kemudian melanjutkan perlawatannya dalam
menimba Ilmu ke negeri Baghdad dan berguru kepada beberapa Ulama Besar pada
masa itu, diantaranya: Abu al-Qasim Ya'basy bin Al-Shadaqah Al-Faqih Al-Syafi'i
dan Abu Ahmad 'Abdul Wahhab bin 'Ali Al-Shufi dan kepada beberapa Ulama lain
yang ada di negeri itu. Tidak berhenti sampai disitu, setelah menyelesaikan
studinya di Baghdad beliau melanjutkan pengembaraannya ke Negeri Syam dan Quds
untuk kemudian kembali ke negeri asalnya (al-Muwasshal) guna mengarang beberapa
karya-karya ilmiahnya.[1]
Keilmuan yang ditekuninya ialah keilmuan Hadits dan
juga sejarah. Kapasitas keilmuannya sudah tidak diragukan lagi, kemampuannya
menghafal banyak Hadits dan juga data-data sejarah baik sejarah klasik hingga
kontemporer menjadikannya Ulama yang masyhur dalam bidang Hadits dan sejarah.
Dan dalam bidangnya inilah beliau menghasilkan beberapa karya. Diantaranya :
*
Tarikh Al-Muwashshal
*
Usd Al-Ghabah Fi Ma'rifah Al-Shahabah
*
Al-Lubab fi Tahdzib al-Ansab
*
Al-Kamil Fi Al-Tarikh
Kembali kepada keluarganya, Ibn al-Atsir mempunyai
dua saudara, yaitu yang pertama kakak laki-laki yang bernama Mujiduddin Abu
Al-Sa'adat. Lahir pda tahun 544 dan wafat pada tahun 606. Jami' Al-Ushul fi
Ahadits Al-Rasul dan Al-Nihayah Fi Gharib Al-Hadits Wa Al-Atsar merupakan buah
karyanya yang sekaligus mengukuhkannya bahwa beliau salah satu Ulama terkemuka
pada masa itu. Yang satunya ialah adik beliau yang bernama Dliya'uddin Abu
Al-Fath Nashrullah. Lahir pada tahun 557 di Jazirah dan wafat pada tahun 637 di
Baghdad. Beliau juga merupakan salah satu Ulama dalam bidang sastra, khususnya
balaghah. Kitab karangannya adalah Al-Mitsl Al-Said Fi Adab Al-Katib Wa
Al-Sya'ir dan Al-Wasyi Al-Marqum Fi Hil Al-Mandhum. Ibn Atsir dikenal sebagai
sejarawan yang menguasai sejarah kuno dan kontemporer; menguasai alur genealogi
(nasab) bangsa Arab, peperangan dan
peristiwa-peristiwa sejarah yang dialami mereka.karena itu, ia terkenal karena
kajian sejarah yang dilakukan.
B. KERANGKA PEMBAHASAN KITAB
a.
Latarbelakang Penulisan Kitab
Mengenai sejarah dan juga latarbelakang penulisan
kitab ini telah disinggung di atas. Namun penyusun sekedar memberikan tambahan
informasi bahwasannya kitab ini merupakan kompilasi dari beberapa Kitab yang
ditulis sebelumnya. Yaitu ;
*
Ma’rifah al-Shahabah karya Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah al-Ashfahaniyyan
*
Al-Ishti’ab fi Ma’rifah al Ashab karya Abu Umar Yusuf bin Abdillah bin Muhammad
bin Abd al-Bar
*
Ma’rifah al-Ashab karya Ibn Manduh
*
Al-Dzail ala Ma’rifah al-Ashab yang juga karya Abu Musa
Ibn
al-Atsir berusaha melengkapi data-data dan juga menjdaikannya satu kesatuan
utuh, sehingga memudahkan pembaca dalam mempelajari Ilmu Rijal ini.
Al-Kamil Fi At-Tarikh dianggap karya terpenting Ibn
Al-Atsir di bidang sejarah karena buku ini mencakup kajian sejarah umum Dunia
Islam dimulai dari masa khalifah, seperti tradisi mayoritas ahli sejarah Islam,
hingga catatan akhir tahun 628 H. Karya ini juga dianggap karya paling penting
mengenai sejarah Islam. Penulis menempuh metode yang berimbang dalam uraian
sejarah setiap daerah Islam; membandingkan berbagai peristiwa yang terjadi di
setiap daerah berdasarkan kronologi tahun; dan mengandalkan para spesialis
sejarah setiap daerah[2]
Kontribusi Ibn Al-Atsir terletak pada metodenya
dalam memaparkan fakta-fakta sejarah. Ia membuang detail-detail uraian yang
tidak diperlukan, sangat teliti dalam memverifikasikan referensi, hanya memilih
data-data yang sesuai fakta, dan meringkas peristiwa-peristiwa yang terjadi
selama setahun.
Karya Ibn Al-Atsir ini mempunyai signifikasi tersendiri,
terutama dimulai dari juz X karena mencatat peristiwa-peristiwa yang dekat
dengan masa hidup penulisnya. Kajian dari tahun 450 H ini memaparkan benturan
antara Barat-Kristen dengan Dunia Arab atau lebih dikenal dengan Perang Salib.
Yang menarik dari karya ini karena sangat concern
terhadap sejarah Dinasti Atabeg di Mosul Irak hingga tahun 607 H/1211 M,
ekspansi para penguasa Turki ke wilayah Halaba dan Damaskus, dan perpecahan
kerajaan mereka hingga hanya sebatas Mosul. Sedangkan uraiannya mengenai
pahlawan Muslim Shalahuddin terbilang aneh karena berisi sentimen pribadi
terhadap Shalahuddin meskipun tetap mengakui kepahlawanannya. Ibn Al-Atsir
melukiskan bahwa Shalahuddin adalah pahlawan yang memanfaatkan segenap kekuatan
militernya untuk memenuhi ambisi keluarga dan membangun Dinasti Ayyubiyah. Yang
jelas penilaian ini dipengaruhi kedekatan Ibn Al-Atsir dengan para penguasa
Turki. Ibn Al-Atsir juga mencermati sejarah umat Islam di wilayah Timur dan
Barat Islam pasca Shalahuddin, perpecahan mereka dan pengaruhnya saat
menghadapi invasi pasukan Salib dan Tartar.
Karya Ibn Al-Atsir ini termasuk sumber primer
mengenai Perang Salib. Orientalis De Slane telah mempublikasikan karya Ibn
Al-Atsir berikut terjemahannya dalam bahasa Prancis dalam kompilasi Sejarah Perang Salib (juz I dan II
Kompilasi Sejarawan Orientalis).
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Yusri Abdul Ghani Abdullah.
2004. Historiografi Islam dari Klasik dan Modern. Cet-1. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
http://www.al-hadj.com/Ind/default.php?part=kal&url=april/22april.html
[1] http://www.al-hadj.com/Ind/default.php?part=kal&url=april/22april.html(di akses 23 nov 2011, 19.00 wita)
[2] Dr. Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi
Islam dari Klasik dan Modern, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm: 29