DRAFT
SKRIPSI
NAMA : IRWAN
NIM :
402 001 09 007
FAKULTAS : ADAB DAN HUMANIORA
JURUSAN : SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
JUDUL : PERANAN DINASTI AYYUBIYAH TERHADAP PERKEMBANGAN
PERADABAN ISLAM
A.
Latar
Belakang Masalah
Sejarah
Islam dibagi oleh para ahli ke dalam tiga periode besar, yakni periode Klasik,
Pertengahan dan Modern. Periode klasik (650 – 1250 M), periode pertengahan
(1250 – 1800 M) dan periode modern (1800 Masehi dan seterusnya).[1]
Pada periode klasik inilah daerah meluas melalui Persia sampai ke India di
Timur. Zaman klasik ini meliputi : zaman Nabi, zaman Khulafaurrasyidin, Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyah.[2]
Menjelang
abad ke-10 M sebuah dunia Islam telah terwujud, disatukan oleh sebuah budaya
keagamaan yang tercermin dalam bahasa Arab, dan oleh jalinan-jalinan manusia
yang ditempa oleh ajaran Islam dalam bentuk perdagangan, perpindahan penduduk dan ziarah atau haji. Namun,
dunia ini tidak lagi tampil dalam satu unit politik tunggal. Ada beberapa penguasa yang mengklaim gelar khalifah, di Bagdad, Kairo
dan Kordova
dan yang lainnya sebagai penguasa negara-negara yang merdeka. Ini tidak
mengherankan. Mempertahankan negeri-negeri, dengan tradisi dan kepentingan yang
berbeda-beda, dalam suatu imperium tunggal dalam waktu yang begitu lama adalah
suatu pencapaian yang luar biasa.[3]
Hal yang tampak sebagai sebuah paradoks sejarah Islam, dinasti-dinasti penguasa acap kali mengumpulkan
kekuatannya dari daerah pedesaan, dan beberapa berasal dari desa, tetapi dapat
tetap bertahan hanya dengan memperkuat dirinya di kota-kota dan mengumpulkan
kekuatan baru dari persekutuan kepentingan dengan penduduk perkotaan.[4]
Untuk
dapat bertahan, sebuah dinasti perlu mengakar di kota. Ia membutuhkan kekayaan
dari perdagangan dan industri, serta keabsahan yang hanya dapat diberikan oleh para ulama. Proses
pembentukan dinasti-dinasti mencakup penaklukan atas kota-kota. Dinasti penakluk
memindahkan rantai kota-kota yang terletak di rute perdagangan. Penciptaan dan
pertumbuhan kota-kota pada gilirannya bergantung banyak pada kekuasaan
dinasti-dinasti tersebut. Tujuan pertama sebuah dinasti adalah mempertahankan
kekuasaannya oleh karena penguasa yang tinggal di sebuah tempat
yang terpisah dari penduduk kota. Ia dikelilingi oleh keluarga istana, sebagian
besar dari kalangan militer atau keturunan asing.
Mesir yang menyimpan peradaban yang
tinggi telah terbentuk ketika mengalami masa keemasan setiap dinasti. Pada periode kedua dari pemerintahan
Abbasiyah, Mesir merupakan wilayah
otonom dari Baghdad. Namun karena terjadi perselisihan di pusat pemerintahan Abbasiyah,
maka daerah otonomnya mendapat hak otonom. Hal itu semakin membuat
dinasti-dinasti kecil yang ada di Mesir menguat
dan mencapai kejayaannya. Beberapa dinasti yang masing-masing mengukir
peradaban itu adalah : Dinasti Thuluniyah (868 - 904 M),
Dinasti Ikhsidiyah (935 - 969 M), Dinasti Fatimiyah (972 - 1130 M),
Dinasti Ayyubiyah (1169 - 1250 M), dan Dinasti Mamluk (1250-1515 M).[5]
Pada tahun 1160 M, Dinasti Fatimiyah
mulai melemah, kesempatan itu digunakan oleh Nuruddin seorang raja di negeri Syam,
untuk mengutus seorang pemimpin militer yang cakap bernama Syirkuh. Dengan
komando dari Nuruddin, Syirkuh memanfaatkan situasi itu. Setelah mendapatkan
beberapa kemenangan militer dan diplomatik yang dicapai di Mesir, Syirkuh mulai
menapaki karir politik dengan menerima jabatan mentri di Mesir (1169) di bawah
pimpinan al-Adid, khalifah Fatimiyah yang terakhir.[6]
Namun karena Syawar (mentri sebelum Syirkuh) merasa iri dengan Syirkuh, maka
Dia meminta bantuan Almaric saudaranya untuk melawan Syirkuh. Akhirnya Syirkuh
meninggal dan digantikan oleh keponakannya,
Shalahuddin al-Ayyubi.
Dinasti Fatimiyah yang mulai melemah
kekuasaanya dan tidak sanggup lagi menangkis serangan kaum salib, serta rajanya al-Adid yang telah tua dan sakit-sakitan membuat Nuruddin mengutus
Shalahuddin al-Ayyubi ke Mesir untuk menduduki Mesir dan tentaranya.[7]
Nuruddin berkeinginan agar nama kekhalifahan Abbasiyah menggantikan kekhalifahan Fatimiyah. Maka Dia mengutus Shalahuddin untuk mengumumkannya ketika khutbah jum’at. Shalahuddin
mengadakan musyawarah bersama
tokoh-tokoh lain, akhirnya semua setuju atas penggantian khalifah Fatimiyah.
Shalahuddin al-Ayyubi berambisi besar untuk mendapatkan kedaulatan atas
kawasan muslim Suriah. Di wilayah
itulah Nuruddin berkuasa, sehingga sejak saat itu
hubungan antara keduanya mulai meruncing. Bertepatan
dengan wafatnya Nuruddin pada
tahun 1176 M, Shalahuddin menyatakan kemerdekaannya di Mesir. Shalahuddin secara
pribadi meminta khalifah Abbasiyah untuk melantikknya sebagai penguasa atas wilayah
Mesir, Maroko, Nubiq, Arab Barat, Palestina, dan Suriah Tengah. Khalifah pun mengabulkan
permintaanya, maka diploklamirkanlah Dinasti
Ayyubiyah.
Dalam perkembangannya, tercatat bahwa ada beberapa dinasti di
Mesir yang sangat berpengaruh terhadap kejayaan Islam, salah satu
diantaranya adalah Dinasti Ayyubiyah, mengingat perjuangan dan keberhasilan
dinasti tersebut dalam menghadapi sekutu. Dinasti Ayyubiyah didirikan oleh Shalahuddin
al- Ayyubi, kemenangan yang dicapainya dalam mengalahkan tentara pasukan Perang
Salib telah membawa namanya dikalangan
mashyur dikalangan bangsa Eropa.
Periode
Perang Salib sangat kaya dan berlimpah dengan berbagai gambaran peristiwa yang
indah dan romantis,sehingga seringkali fakta-fakta sejarah yang penting
diungkapkan secara berlebihan. Selama berlangsung perang salib, terjadi proses
interaksi budaya antara Barat dan Timur. Interaksi diantara keduanya lebih
banyak menguntungkan Barat ketimbang Timur. Aspek kebudayaan yang lebih banyak
berpengaruh pada orang Barat lebih banyak meliputi aspek seni, perdagangan, dan
industri daripada aspek sastra maupun keilmuan.
Meskipun
terus-terusan dilanda oleh Perang Salib dan perang saudara, Suriah menikmati, dibawah
kekuasaan Dinasti
Ayyubiyah terutama pada masa kekuasaan Nur al-Din dan Shalahuddin al- Ayyubi, periode paling brilian dalam sejarah muslim Suriah, selain
periode Bani Umayyah. Ibukota Suriah, Damakkus, masih menyimpan bukti yang
menunjukkan aktivitas arsitektur dan pendidikan yang dikembangkan oleh kedua
penguasa utama itu. Nur al-Din tidak hanya merenovasi dinding-dinding pertahanan kota, menambahkan
beberapa pintu gerbang dan menara, serta membangun gedung-gedung pemerintahan
yang masih bisa digunakan hingga kini, tetapi juga mendirikan sekolah pertama
di Damakkus yang dipersembahkan untuk pengembangan ilmu hadis, membangun rumah
sakit terkenal yang memakai namanya, dan mendirikan akademi-akademi pertama
yang sejak masa kekuasaannya terus berkembang dan menyebar keseluruh pelosok Suriah.[8]
Shalahuddin al- Ayyubi merupakan khalifah
yang lebih banyak mencurahkan perhatian pada bidang pendidikan dan arsitektur
dibanding para pendahulunya. Kebijakan utama pemerintahannya adalah menyerang
Syi’ah yang bid’ah, dan menghabisi para pendukung Fatimiyah melalui pengembangan
pendidikan. Kemudian penguasa berikutnya, Nizham al-Mulk, dikenal sebagai
khalifah yang agung yang banyak mendirikan berbagai akademi dalam Islam.
Dibawah kekuasaannya, Damaskus menjadi kota pendidikan yang besar. Ibn Jubayr,
yang mengunjungi kota itu pada tahun 1184, mencatat ada sekitar 20 madrasah di
kota ini, dua rumah sakit bebas biaya dan sejumlah puri untuk para darwis.
Tradisi darwis dan monasteri itu diperkenalkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi
kedaratan Mesir.
Rene
Grousset mengemukakan bahwa, “Seni Arab klasik dari Timur dipresentasikan pada
bangunan-bangunan yang terdapat di Damaskus dan Aleppo yang didirikan pada abad
ke-13 oleh para penguasa Dinasti Ayyubiyah, dan para khalifah awal Dinasti
Mamluk”.[9]
Arsitektur Suriah yang bermazhab Ayyubiyah ini terus dipakai di Mesir hingga
masa Dinasti Mamluk, yang mendirikan beberapa monumen yang indah yang menjadi
kebanggaan tradisi kesenian Arab. Karakteristik arsitekur itu sangat solid dan
kuat. Bahan-bahan material tahan lama yang digunakan untuk membangun monumen-monemen
itu, misalnya batu-batu yang bagus serta dekorasi dan motif-motif yang
sederhana menyuguhkan nuansa keindahan yang abadi. Tetapi seperti halnya pada
aliran Andalusia, arsitektur Mesir-Suriah juga bergantung pada dekorasi yang mewah untuk menciptakan keanggunan dan
kecantikan.
Shalahuddin al- Ayyubi yang memperkenalkan
sekolah tipe madrasah ke negeri Yerusalem dan Mesir. Selama pemerintahannya, masyarakat Hijaz juga
bisa merasakan pendidikan di sekolah yang seperti madrasah gagasan Shalahuddin
al- Ayyubi. Diantara akademi terkemuka
bergaya Mesir adalah yang didirikan di Kairo dan menyandang namanya sendiri
yakni al-Shalahiyyah. Ibnu Jubaiyr mencatat
ada beberapa madrasah di kota Iskandariyah. Tidak ada satupun dari semua
madrasah bergaya Mesir itu yang bertahan hingga kini. Tetapi pengaruh arsitekturalnya masih tampak hingga kini. Pada
tahun-tahun berikutnya, gaya arsitektur ini kemudian melahirkan beberapa
monumen Arab yang indah di Mesir. Salah satu monumen yang paling indah, dan menjadi contoh terbaik pada masa itu adalah mesjid sekolah Sultan
Hasan di Kairo.
Di
samping mendirikan sejumlah sekolah, Shalahuddin
al- Ayyubi juga
membangun dua rumah sakit di Kairo. Bangunan kedua rumah sakit itu kemungkinan
dirancang mengikuti model rumah sakit Nuridiyah di Damaskus. Sebelumnya, Ibnu
Thulun, dan Khalifah Kafur dari Dinasti Iksidiyah telah mendirikan lembaga
serupa yang berfungsi sebagai tempat pelayanan masyarakat yang tidak memungut
biaya. Arsitektur rumah sakit juga mengikuti rancangan masjid, tetapi saat ini
tidak tersisa sedikitpun jejaknya. Hanya dalam bidang militer, kita masih bisa
melihat jejak-jejak peninggalan arsitektur dari masa itu. Salah satu contoh
utamanya adalah benteng Shalahuddin di Kairo. Kontruksi
benteng ini membuktikan bahwa Shalahuddin al- Ayyubi berhutang sebagian pengetahuannya tentang pertahanan ke
benteng-benteng Normandia, yang ketika itu terdapat di beberapa tempat di Palestina.[10]
Walaupun
Shalahuddin termasyhur sebagai pemimpin Islam di medan perang menghadapi tentara
salib, tetapi jasanya di bidang ilmu pengetahuan tidaklah sedikit. Shalahuddin
mendorong para ilmuwan untuk berlomba memajukan ilmu pengetahuan, membuat
bendungan, menggali terusan, mendirikan sekolah dan mesjid. Salah seorang
bintang dalam ilmu pengetahuan adalah seorang Yahudi yang bernama Musa bin Maimoon atau Maimmoonides,
seorang yang mashyur di kalangan tabib Yahudi dan ahli filsafat dari seluruh zaman Arab. Ia di
lahirkan di
Cordova pada tahun 1135 tetapi keluarganya meninggalkan negeri itu sebelum jatuh ke tangan Kristen dan tinggal di Kairo pada tahun 1165. Di Kairo ia
menjadi dokter pribadi sultan Shalahuddin al-Ayyubi, pemimpin Islam itu, dan
anaknya.[11]
Shalahuddin
al-Ayyubi tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang
didirikan oleh Dinasti Fatimiyah, tetapi
mengubah orientasi keagamaannya dari Syi’ah kepada Sunni.[12]
Shalahuddin bukan
hanya pejuang dan pahlawan Islam bagi kalangan Sunni. Selain dikenal sebagai
panglima Perang Salib, Shalahuddin juga
mendorong kemajuan di bidang agama dan pendidikan.[13]
Seperti menyokong pengembangan teologi, membangun bendungan, menggali kanal, serta membangun sekolah dan masjid. Di antara bangunan dan monumennya yang masih bertahan
hingga sekarang adalah Citadel atau Qal’ah Al-Jabar di Kairo Mesir.[14]
Dari peristiwa sejarah Dinasti Ayyubiyah yang memiliki
kaitan erat dengan perkembangan peradaban Islam, maka penulis termotivasi untuk melakukan suatu penelitian
ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “PERANAN DINASTI AYYUBIYAH TERHADAP PERKEMBANGAN PERADABAN
ISLAM”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut; Bagaimana peranan Dinasti Ayyubiyah terhadap perkembangan peradaban Islam?
Untuk menjabarkan pokok
masalah tersebut, penulis
mengemukakan beberapa sub masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses berdiri Dinasti Ayyubiyah?
2. Bagaimana
situasi pemerintahan Dinasti Ayyubiyah?
3. Mengapa peradaban Islam mengalami kemajuan
pada masa Dinasti Ayyubiyah?
C. Definisi
Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
Untuk lebih memudahkan pembahasan dan menghindari
kesimpangsiuran dalam memberikan pemaknaan, maka perlu didefinisikan kata-kata
yang dianggap penting terkait dengan permasalahan yang dibahas sebagai berikut:
“Peranan”, adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan
individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi
norma-norma yang dikembangkan
dengan posisi atau
tempat seseorang dalam
masyarakat, peranan dalam arti
ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.[15]
“Dinasti”, adalah keturunan raja-raja yang memerintah yang semuanya
berasal dari satu keluarga.[16]
“Ayyubiyah”, adalah sebuah dinasti Sunni yang berkuasa di Mesir, Suriah, sebagian Yaman,
Irak, Mekah, Hejaz dan Dyar Bakir.
“Perkembangan”, berarti : “Kemajuan, kecerdasan, perihal bertambah
besar”.[17]
“Peradaban”, yakni kemajuan (kecerdasan, kebudayaan lahir dan
bathin).
“Islam”,
yakni sikap yang benar universal, yang menjadi tuntunan
naluri setiap orang di semua zaman dan tempat, dan yang menjadi dasar serta
keagamaan yang benar, yang di bawah oleh Nabi dan Rasul untuk seluruh bangsa
dan umat.[18]
Dari pengertian kata-kata kunci tersebut, maka penulis
akan menjelaskan defenisi operasional mengenai judul skripsi ini. Yang di maksud dengan peranan Dinasti
Ayyubiyah terhadap perkembangan peradaban Islam di dalam penelitian ini adalah
kemajuan-kemajuan yang di capai oleh Dinasti Ayyubiyah terhadap perkembangan peradaban Islam
pada masa kekuasaannya yang meliputi bidang keagamaan, bidang politik dan
pemerintahan, dan ilmu pengetahuan. Dalam
Penelitian ini penulis akan menjelaskan beberapa faktor yang mendorong perkembangan peradaban Islam pada masa
Dinasti Ayyubiyah.
Adapun ruang
lingkup penelitian ini yakni
penulis hanya tertuju kepada peranan Dinasti
Ayyubiyah terhadap perkembangan peradaban Islam.
Dalam penelitian ini penulis akan menguraikan masalah pokok yang menjadi bahan
penelitian seperti; proses berdiri Dinasti Ayyubiyah, sistem pemerintahan
Dinasti Ayyubiyah, dan faktor-faktor yang mendorong perkembangan peradaban Islam pada masa
Dinasti Ayyubiyah.
D. Tinjauan
Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan
usaha untuk menunjukkan sumber-sumber yang terkait dengan judul skripsi ini,
sekaligus menelusuri tulisan atau penelitian tentang masalah yang dipilih dan
juga untuk membantu penulisan dalam menemukan data sebagai bahan perbandingan,
supaya data yang dikaji itu lebih jelas.
Dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan
beberapa literatur sebagai bahan bacaan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
Di antara literatur yang penulis pergunakan dalam menyusun skripsi ini, antara
lain; Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim
karangan Albert Hourani, membahas antara
lain perjalanan sejarah dan kebudayaan masyarakat Muslim selama dua belas abad.
Buku History of the Arabs
karangan Philip
K. Hitti, membahas tentang kemunculan
Islam dan perkembangannya hingga Abad Pertengahan, gerak penaklukannya,
kerajaannya, serta masa kejayaan dan kemundurannya yang sangat komprehensif. Ia
menyingkapkan seluruh kekayaan panorama historis yang mengesankan.
Buku Sejarah Peradaban Islam
oleh Badri Yatim, berisikan tentang
sejarah peradaban Islam yang penjelasannya di awali dari keadaan negara Arab
sebelum datangnya Islam hingga
berkembangnya peradaban Islam.
Buku Sejarah Islam Klasik oleh Musyrifah
Sunanto, berisikan tentang sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan dalam Islam dari masa perkembangan, keemasan sampai masa
kemunduran yang dikemas berdasarkan letak geografis pusat-pusat kebudayaan
Islam. Tercakup di dalamnya perkembangan pengetahuan dari masa Khulafa'
Ar-Rasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbassiyah, hingga Andalusia, Afrika Utara dan
India.
Buku Shalahuddin
al-Ayyubi
Oleh Muhammad Ash-Shayim, berisikan tentang riwayat hidup pendiri sekaligus
penguasa dari Dinasti
Ayyubiyah yakni
Shalahuddin al-Ayyubi.
Di dalam buku ini dijelaskan pula proses peralihan kekuasaan dari Dinasti Fatimiyah ke Dinasti Ayyubiyah, serta
kondisi Mesir pada masa kekuasaan Dinasti
Ayyubiyah yang meliputi kondisi keagamaan, keilmuan, pertanian, kehidupan
sosial, perdagangan dan industri.
E. Metode Penelitian
Dalam rangka
penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa metode yang pada garis
besarnya terdiri dari :
1.
Jenis
Penelitian
Dalam
penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah (historical
research), yakni berusaha mengetahui dan membuat
rekonstruksi sejarah masa lampau secara sistematis dan obyektif mengenai
peranan Dinasti Ayyubiyah terhadap perkembangan
peradaban Islam, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, serta bukti-bukti kuat
untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.
Untuk tegaknya fakta dan memperoleh
kesimpulan-kesimpulan yang kuat, maka data-data yang telah diperoleh dievaluasi
dengan melakukan kritik eksternal dan internal, yakni mempertanyakan apakah
data-data yang telah didapat itu autentik, akurat dan relevan dengan
pembahasan.[19]
Demikian pula memperhitungkan dan mengawasi kemampuan penulis dalam membuat
rekonstruksi, sehingga tidak terjadi keberat-sebelah seperti melebih-lebihkan
data atau bahkan menguranginya.
2.
Metode
Pendekatan
Sebagaimana
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari buku-buku yang ada kaitannya dengan
skripsi ini tanpa memberikan penalaran sumber itu asli atau tidak. Adapun langkah yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Melalui penelusuran pustaka
baik berupa buku maupun berupa karya
tulis ilmiah yang mungkin relevan dengan skripsi
ini.
b. Menetapkan makna
dengan menghubungkan yang satu dengan
yang
lain yang saling relevan
lalu hasil dari penyelesaianya tersebut kemudian di munculkan penafsiran yang
baru.
3.
Metode
Pengumpulan Data
Dalam
mengumpulkan data-data yang diperlukan dari penelitian ini, penulis menggunakan
riset kepustakaan (library research),
yakni membaca sumber-sumber bacaan yang ada
hubungannya dengan permasalahan,[20]
hasil bacaan tersebut dijadikan kutipan langsung, saduran maupun ulasan atau
ihtiar.
4.
Metode
Pengolahan dan Analisis Data
Dalam mengolah dan menganalisis data, penulis
mengunakan tiga macam metode,
sebab data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bersifat kualitatif, dan untuk mencapai apa
yang diinginkan, maka penulis mengolah data yang selanjutnya diinterpretasikan
dalam bentuk konsep yang dapat didukung oleh obyek penelitian dalam skripsi ini. Metode penulisan yang digunakan dalam pengolahan
data tersebut sebagai berikut:
a. Metode
Induktif, yakni
bertitik tolak dari unsur-unsur yang bersifat khusus kemudian mengambil
kesimpulan yang bersifat umum.
b. Metode
Deduktif, yakni menganalisis data yang mengolah dari hal umum, lalu melakukan
simpulan yang bersifat khusus.
c. Metode
Komparatif, yakni
menganalisa dengan jalan membanding-bandingkan data atau pendapat para ahli
yang satu dengan yang lainnya kemudian menarik kesimpulan.[21]
F. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang proses
berdiri Dinasti
Ayyubiyah di Mesir.
b. Untuk mengetahui situasi pemerintahan Dinasti Ayyubiyah .
c. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mendukung kemajuan
dan perkembangan peradaban Islam pada masa kekuasaan Dinasti Ayyubiyah.
2. Adapun kegunaan penelitian
ini adalah:
a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi intelektual guna
menambah khasanah ilmiah di bidang sejarah kebudayaan Islam, khususnya di
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar.
b. Diharapkan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi kalangan akademisi, terutama menyikapi keberadaan sejarah masa lampau untuk
pelajaran di masa kini dan akan datang,
c. Diharapkan dapat memberi manfaat bagi kalangan mahasiswa yang bergelut dalam bidang
sejarah dan kebudayaan Islam.
KOMPOSISI BAB
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C.
Defenisi
Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E.
Metode Penelitian
F.
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
Bab II SEJARAH
BERDIRI DINASTI AYYUBIYAH
A. Proses Berdiri
B.
Sistem Pemerintahan
C.
Sistem Peralihan
(Pemilihan) Pemerintahan
BAB III SITUASI
PEMERINTAHAN DINASTI AYYUBIYAH
A. Situasi Politik
B.
Situasi Ekonomi
C.
Situasi Peradaban
Islam
BAB
IV FAKTOR – FAKTOR YANG MENDUKUNG
KEMAJUAN PERADABAN ISLAM
A. Ada Dukungan Masyarakat
Mesir
B.
Kekuatan Militer
yang Tangguh
C.
Ada Kerjasama dengan Dinasti – dinasti Lain.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Metode
Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999.
Abdurrahman, Dudung. Sejarah
Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Fak. Adab, 2002.
Amir, Samsul
Munir. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amzan, 2009.
Arikunto , Suharsimi. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, 2002.
Darsono. Tonggak Sejarah Kebudayaan
Islam 2. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009.
Hamka. Sejarah Umat Islam II. Jakarta: Bulan Bintang, 1952.
Hasan,
Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Terj.
Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Hillenbrand ,
Carole. Perang salib: sudut pandang Islam. Jakarta:
Serambi, 2005.
Hitti,
Philip K. History of the Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Hitti,
Philip K. History of the Arabs. Terj.
Cet II; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Hourani , Albert. Sejarah
Bangsa-Bangsa Muslim. Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2004.
Karim, Abdul
Muhamed. Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam. terj. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Madjid, Noerchalish. Islam
Doktrin dan Peradaban. Cet. II; Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992.
Mufrodi,
Ali. Islam Dikawasan Kebudayaan Arab.
Jakarta: Logos, 1997.
Nasution Harun, Islam
Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1. Jakarta : UI-Press, 1985.
Nasution Harun, Pembaharuan
Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1975.
Nirmala , Andina T. dan Aditya A. Pratama. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Cet. I; Surabaya: Prima Media, 2003.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka,
1993.
Saefudin,
Didin. Zaman keemasaan Islam: Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti
Abbassiyah. Jakarta: PT Grasindo, 2002.
Shalabi, Aḥmad. Sejarah
dan kebudayaan Islam.
Universitas
Michigan: Pustaka Nasional, 1970.
Shayim,
Muhammad Ash. Shalahuddin al-Ayyubi. Jakarta: Gema Insani, 2003.
Sj, Fadil. Pasang
Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: UIN-MALANG PRESS,
2008.
Soekamto, Soejono. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, 1982.
Sopandi, Andi. Sejarah Kebudayaan Islam. Depok: CV Arya
Duta, 2008.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah
Islam Klasik : Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007.
Supriyadi,
Dedi. Sejarah Peradaban Islam.
Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Thohir,
Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Rajawali
Pers, 2009.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Yatim,
Badri. Sejarah Umat Islam. Jakarta:
Rajawali Press, 1995.
[1] Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, Jilid 1 (Jakarta: UI-Press, 1985), h. 56.
[2] Harun
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam,
Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975), h. 13.
[3] Albert
Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim (Bandung:PT Mizan Pustaka,
2004), h. 191
[4] Ibid.,h.271
[5] Kumpulan
Makalah,“ Makalah Dinasti Ayyubiyah Di Mesir”, diakses dari
http://kmplnmakalah.blogspot.com/2013/01/makalah-dinasti-ayubbiah-di-mesir.html,
pada tanggal 28
januari 2013 pukul 06.15
[6] Hamka, Sejarah Umat Islam II (Jakarta: Bulan Bintang, 1952) hal.
185.
[7] Philip K.
Hitti, History of The Arabs (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2010), h. 824.
[8] Ibid., h. 842.
[9] Ibid., h. 844.
[10] Ibid., h. 846.
[11] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik :
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 153.
[12]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h.
283.
[13] Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzan, 2009), hal.
279.
[14] Ibid., hal. 279.
[15] Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu
Pengantar
(Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 238
[16] Andina T.
Nirmala, Aditya A. Pratama, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Cet. I; Surabaya:
Prima Media, 2003), h. 111
[17] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka,
1993), h. 569.
[18] Noerchalish
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban
(Cet. II; Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), h. 439.
[19] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 58.
[20] Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 55.
[21] Suharsimi
Arikunto, op. cit., h. 64.