A.PENGERTIAN HISTORIOGRAFI
Untuk mengkaji
persoalan historiografi Islam klasik, penulis membatasi masa kajian dari masa
awal Nabi Muhammad s.aw. sampai masa Abbasiyah sebagai batasan Islam klasik.
Tetapi sebagai kajian sejarah, latar belakang masyarakat pre Islam (Jahiliyah)
dalam kaitannya dengan kemunculan dan perkembangan historiografi Islam klasik
menjadi bahasan tersendiri karena sifat kajian sejarah yang memanjang dalam
waktu. Fokus kajian historiografi Islam klasik di sini membahas tiga karya
historiografi Islam klasik; Sirah al-Nabi karya Ibn Ibn Ishaq, al-Maghazi karya
al-Wakidi dan Tarikh al-Umam wa al-Muluk atau Tarikh al-Tabari karya al-Tabari,
sebagai representasi karya-karya sejarah Islam klasik yang memiliki kaitan
dengan persoalan historiografi Islam klasik. Di samping itu, fokus kajian juga
diarahkan pada karya-karya sejarawan Muslim modern, seperti Hasan Ibrahim Hasan
dan Muhammad Husain Haikal dan beberapa karya orientalis, seperti H.A.R. Gibb
dan William Montgomery Watt dan yang lainnya, (Margoliouth, Muir, Wellhausen)
yang menulis tentang sejarah Islam klasik sebagai perbandingan dan kaitan
pengaruh karya kesejarahan tersebut.
Ada dua
persoalan yang menjadi fokus utama dalam kajian historiografi Islam klasik,
yaitu persoalan materi (kandungan isi) bahasan dan metodologi. Yang pertama
berkaitan dengan dua persoalan yang saling berkaitan; persoalan politik
oriented yang kemudian memunculkan sejarah politik dan materialisme sejarah.
Sedangkan yang kedua berkaitan dengan penggunaan periwayatan (hadith), hauliyat
(sejarah berdasarkan tahun) sebagai metode dalam penulisan histoiografi Islam
klasik.
Sejarah yang
berorientasikan politik (sejarah politik) memiliki latar belakang kesejarahan
dan hubungan kontinyuitas yang saling berkaitan antara aspek konseptual,
sumber-sumber kesejarahan, para sejarawan awal Islam, jiwa zaman dan pandangan
dunia akhir abad ke-1 H. sampai akhir abad ke-3 H. yang ditandai oleh peran
sentral dan dominasi kerajaan Islam klasik (Kerajaan Umayyah dan Abbasiyah).
Keseluruhan aspek ini memiliki hubungan timbal balik dan pengaruh- mempengaruhi
terhadap kemunculan dan perkembangan historiografi Islam klasik yang politik
oriented .
Secara
konseptual, konsep sejarah Islam klasik yang dibangun oleh para sejarawan awal
Islam mengacu kepada pandangan bangsa Arab pre Islam (Jahiliyah) tentang
sejarah sebagai suatu peristiwa penting, elitis dan politik. Konsep ini melestarikan
corak penulisan sejarah awal Islam yang sarat dengan tema-tema politik,
sehingga penulisan sejarah politik menjadi categorical tide dalam karya-karya
kesejarahan awal Islam. Dari sisi sumber rujukan pula, ternyata sumber-sumber
authority yang menjadi rujukan utama para sejarawan awal Islam dalam penulisan
karya sejarah mereka mayoritasnya berasal dari dokumen- dokumen politik. Para
sejarawan awal Islam, seperti Ibn Ishaq, al Wakidi dan al Tabari selain
terpengaruh oleh konsep dan sumber- sumber kesejarahan Islam yang berasal dari
dokumen dokumen politik, pada saat yang sama mereka memiliki hubungan timbal
balik dengan kerajaan/raja (Bani Umayyah dan Abbasiyah) dan terpengaruh pula
oleh pandangan dunia dan mazhabnya. Hubungan timbal balik antara kerajaan dan
para sejarawan itu terdapat dalam hubungan yang saling memerlukan di antara
kerajaan atau raja dan sejarawan, pengaruh kerajaan atau raja terhadap
sejarawan dan corak penulisan sejarah yang berpusat pada kerajaan. Sedangkan
hubungan timbal balik antara sejarawan dan pandangan dunianya ialah
keterlibatan teologi (mazhab keagamaan) dan pengaruhnya terhadap karya
sejarawan tersebut. Kesemua hubungan ini memberikan kontribusi pula terhadap
corak penulisan sejarah Islam klasik yang politik oriented, sehingga support
work dalam penulisan sejarah Islam klasik tidak pernah lepas dari categorical
tide sejarah politik.
Pembahasan
sejarah awal Islam yang melulu politik oriented ini memunculkan persoalan
materialisme sejarah, karena peristiwa- peristiwa kesejarahan awal Islam yang
bertemakan sejarah politik seperti peperangan-peperangan, (al-maghazi),
pembukaan/perluasan wilayah (al-futuhat) , peristiwa thaqifah, al-fitnah
al-kubra (Perang Jamal dan Perang Shiffin), dan al-khilafah, yang semuanya
menjadi tema sentral dalam historiografi Islam klasik hanya dipaparkan dari
aspek peristiwa per peristiwa secara lahirnya saja, tanpa menjelaskan design
utama, arah tujuan, maksud dan makna dari peristiwa-peristiwa tersebut,
sehingga peristiwa-peristiwa seperti peperangan dan perluasan wilayah menjadi
bagian dari persoalan materialisme sejarah.
Tetapi
persoalan yang pale utama dalam kaitannya dengan materialisme sejarah ini
justeru terdapat dalam karya mayoritas orientalis seperti H.A.R. Gibb, D.S.
Margoliouth, W. Montgomery Watt, William Muir dan yang lainnya yang mengkaji
dan menulis karya historiografi Islam klasik. Karya-karya mereka selain sarat
dengan bahasan yang politik oriented dan materialisme sejarah, juga sarat
dengan disposition teologi, ideologi (Marxism) dan tafsir (interpretasi) dalam
memahami sejarah awal Islam, khususnya dalam bahasan-bahasan tentang sejarah
dan biografi Nabi Muhammad s.a.w. (Sirah al-Nabi), meskipun kajian mereka cukup
analitis.
Sejarawan
Muslim yang datang kemudian, seperti Muhammad Husain Haikal, sungguhpun telah
melakukan kritik terhadap karya-karya sejarah orientalis dan interpretasi
sejarah, tetapi pada saat yang sama beliau terjebak pula dalam penulisan
sejarah yang politik oriented dan penafsiran sejarah yang berlebihan dan karenanya
menjadi disposition pula. Hasan Ibrahim Hasan, sejarawan Muslim complicated
yang lain, walaupun menulis karya sejarah awal Islam dari berbagai aspeknya
(politik, agama, budaya dan sosial), tapi persoalan penulisan sejarah politik
dalam karya beliau lebih kompleks lagi, karena di samping banyak menukil sumber
sejarah dari al-Ya’qubi (Tarikh al-Ya’qubi) yang bermazhab Shi’ah dan anti
Muawiyah (Krajaan Bani Umayyah), beliau banyak pula terpengaruh oleh karya
orientalis Nicholson yang memiliki pandangan disposition politik termasuk
terhadap Kerajaan Bani Umayyah.
Secara
metodologis, penggunaan metode periwayatan (hadith) oleh para sejarawan Islam
klasik-seperti Ibn Ishaq, al-Wakidi dan al-Tabari di satu sisi memang telah
memberikan peranan terhadap kemunculan dan perkembangan historiografi Islam
klasik. Namun di sisi lain ianya juga meninggalkan persoalan, karena mereka
hanya meriwayatkan, menukil dan menyampaikan ceritera, berita dan peristiwa
yang diriwayatkan oleh para perawi dan pengkisah kepada perawi yang lainnya,
sehingga fokus mereka ialah terbatas pada bagaimana cerita dan peristiwa yang
diriwayatkan dan dikisahkan itu sampai kepada sejarawan, tanpa memperhatikan
kandungan isi (materi) yang diriwayatkan itu dan bagaimana ia dapat dipahami
dengan melibatkan konteks dan pemahaman yang utuh terhadap peristiwa dan berita
tersebut. Dengan perkataan lain, metod periwayatan (hadith) yang digunakan oleh
para sejarawan awal Islam baru memaknai sejarah dalam pengertian-meminjam
istilah Ibn Khaldun-lahir saja, yaitu rentetan peristiwa dan cerita yang
diriwayatkan oleh para perawi, belum sampai kepada makna sejarah dalam
pengerian yang batinnya yang mencakup makna hakikat dari peristiwa tersebut
yang melibatkan perangkat analisis, pentafsiran dan filsafat sejarah. Dalam
kaitan ini pula metode periwayatan (hadith) telah menjadi alat bantu untuk
memperkuat categorical tide sejarah politik dalam konteks historiografi Islam
klasik karena hilangnya pemahaman yang utuh dan konteks dalam memahami sejarah.
Untuk memahami
peristiwa-peristiwa sejarah awal Islam yang sarat dengan politik oriented
(sejarah politik) dan materialisme sejarah secara utuh, penulis memberikan
tawaran alternatif beberapa konsep dan perangkat analisis historiografis dari
Ibn Khaldun tentang konsep peradaban dan penggunaan pendekatan pelbagai ilmu
sosial budaya (ilm al-umran), yang kemudian dikembangkan oleh Barat dengan
pendekatan multidimensional dalam memahami sejarah, konsep spiritualitas
sejarah Islam dari Prof. Masadul Hasan, konsep tentang konteks dari Berkhofer
dan konsep kesepaduan dalam sejarah. Dari beberapa konsep ini penulis
mengemukan sebuah tesis bahwa sejarah Islam klasik adalah sejarah peradaban dan
peradaban Islam ialah peradaban devout yang dibangun oleh asas dan sendi-sendi
Tauhid-meskipun dalam perkembangannya berwujud material. Oleh karena itu
penulisan sejarah Islam klasik mesti melibatkan aspek devout yang menjiwai
gerak dan proses peradaban, menggunakan pendekatan multidimensional dan
pemahaman terhadap konteksnya. Dengan konsep sejarah peradaban
peristiwa-peristiwa kesejarahan Islam klasik yang yang sarat dengan bahasan
sejarah politik mesti diletakkan dalam konteks proses peradaban tersebut. Dari
sinilah rekonstruksi historiografi Islam klasik dibangun dan dikembangkan.