Tuesday, August 6, 2013

Sejarah Nabi Muhammad SAW Periode Madinah

Share On:

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Perdagangan adalah suatu yang terhormat didalam ajaran Islam, karena itu cukup banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang menyebut dan menjelaskan norma-norma perdagangan. Penghargaan Nabi Muhammad terhadap perdagangan sangat tinggi, bahkan beliau sendiri adalah seorang aktivis perdagangan mancanegara yang sangat handal dan terkenal. Sejak usia muda kiprah dalam dunia perdagangan sangat bagus, sehingga beliau dikenal luas di Yaman, Syiria, Yordania, Iraq, Basrah dan kota-kota perdagangan lainnya di Jazirah Arab.
Dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Al-Ashbahani, Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan yang apabila mereka berbicara tidak berdusta, jika berjanji tidak menyalahi, jika dipercaya tidak khianat, jika membeli tidak mencela produk, jika menjual tidak memuji-muji barang dagangan, jika berhutang tidak melambatkan pembayaran, jika memiliki piutang tidak mempersulit””(HR. Baihaqi dan dikeluarkan oleh As-Ashbahani)
Rosulullah telah memberikan contoh dalam membangun masyarakat Madinah melalui kegiatan ekonomi dan perdaganga. Spirit reformasi yang dipraktekkan Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya dalam berhijrah, harus kita tangkap dan aktualisasikan dalam konteks kekinian, suatu konteks zaman yang penuh ketidakadilan ekonomi, rawan krisis moneter, kemiskinan dan pengangguran yang masih menggurita dibawah system dan dominasi ekonomi kapitalisme.

B.     Rumusan masalah
Dari latar belakang yang dijelaskan diatas, maka sesuai dengan Standar Kompetensi kelas VII Semester I Sejarah Kebudayaan Islam yakni “Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah”. Maka dapat dirumuskan berbagai rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaiman deskripsi sejarah Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan?
2.      Apa saja  ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang?
3.      Bagaimana semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah yang harus kita teladani?

BAB II
PEMBAHASAN

Standar kompetensi  : Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah
Kompetensi Dasar     :
1.1  Mendeskripsikan sejarah Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan
Kondisi masyarakat Madinah yanh penuh dengan permusuhan dan kebencian antar suku, serta perasaan perioritas kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya, menjadi tantangan awal yang dihadapi Nabi setelah berhijrah. Untuk menghadapi kondisi tersebut, Rasulullah memiliki strategi yang sederhana namun cukup ampuh, yaitu:
1.      Mempersaudarakan satu orang dengan orang lain tanpa memperdulikan asal-usul mereka
Rasulullah berusaha mempersatukan antara Abdurrahman bin Auf ra misalnya, dipersaudarakan dengan seorang Anshor bernama Sa’ad bin Rabi’ ra. Sa’ad kemudian menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman sebagai perwujudan rasa cinta terhadap saudara barunya. Namun beliau menolak  dan hanya minta ditunjukkan jalan menuju pasar untuk memulai bisnis.
2.      Melakukan upaya perbaikan akhlak pengikutnya
Saat itu para sahabatnya masih banyak yang mewarisi mental jahiliyah, sebagai upaya untuk melakukan proses transformasi social ditengah komunitas masyarakat Madinah. Beliau menekankan pada setiap sahabatnya untuk berlaku sopan terhadap siapa saja, saling menghormati, bekerja keras untuk mencukupi kebutuhannya dan bukan dengan meminta-minta, serta keharusan membantu tetangga yang membutuhkan tanpa memandang agama dan suku.
3.      Proses islah (perbaikan) terhadap berbagai suku yang ada
Rasul SAW menekankan perlunya toleransi  terhadap penganut agama lain, kebebasan untuk beribadah, perlindungan terhadap tempat-tempat ibadah dan perlakuan  yang sama di depan hukum.
4.      Perjanjian bantu membantu
Penduduk Madinah sesudah peristiwa hijrah itu terdiri atas tiga golongan yaitu: kaum muslimin. Bangsa Yahudi dan bangsa Arab yang belum menganut Islam. Rasulullah menciptakan suasana bantu membantu dan sifat toleransi antara golongan-golongan tersebut.[1]
            Untuk memperkuat basis perubahan social yang telah berjalan, Rasulullah SAW melakukan proses transformasi ekonomi dengan menjadikan masjid, jalur-jalur perdagangan dan pasar sebagai sentra pembangunan Negara. Rasul menyadari bahwa kegiatan ekonomi merupakan bagian yang tidak boleh diabaikan.
 
1.      Mendirikan masjid Nabawi
Sebelum agama Islam datang telah menjadi kebiasaan bagi suku-suku Arab menyediakan suatu tempat untuk pertemuan. Ditempat itu mereka mempertontonkan sihir, mengadakan upacara perkawinan, berjual beli dan sebagainya.
Setelah agama Islam datang, Rasulullah hendak mempersattukan suku-suku bangsa ini dengan jalan menyediakan suatu tempat pertemuan. Ditempat ini semua penduduk dapat bertemu untuk mengerjakan ibadah dan pekerjaan-pekerjaan atau upacara-upacara lain. Maka Nabi mendirikan masjid, tatkala pembangunan slesai, Rasulullah memasuki pernikahan dengan Aisyah pada bulan Syawwal. Sejak saat itulah Yastrib dikenal dengan Madinatur Rasul atau Madinah al-Munawwarah. Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya di dalam masjid ini baik beribadah, belajar, memutuskan perkara mereka, berjual beli, maupun perayaan-perayaan. Tempat ini menjadi  faktor yang mendekatkan di antara mereka.[2]
2.      Membuat jalur perdagangan
Nabi Muhammad SAW, beserta umat Islam juga membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan lembah yang satu dengan lembah lainnnya. Dengan demikian, masyarakat setempat dapat berhubungan dengan masyarakat dari lembah yang berbeda.
3.      Menerapkan system ekonomi syari’ah
Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani. Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan  sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam melakukan aktivitas di setiap aspek kehidupannya. Termasuk di bidang ekonomi.
4.      Mendirikan pasar
Mengetahui bahwa pasar di Madinah dikuasai orang-orang Yahudi, dan mereka berusaha untuk menghalangi terhadap masuknya para pedagang Muslim, maka Rasulullah pun merespon dengan segera membangun pasar baru. Maka terjadilah proses perubahan penguasaan asset-aset ekonomi dari kaum Yahudi kepada kaum Muslimin. Meski demikian, pasar kaum Muslimin ini terbuka bagi siapa saja. Tidak bisa seseorang melakukan monopoli dan praktek-praktek yang merugikan lainnya.
5.      Memerintahkan mengeluarkan zakat
Pada tahun kedua hijriyah, Allah SWT mewajibkan kaum Muslimin menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan Ramadhan. Besar zakat ini adalah satu sha’ kurma, tepung, keju lembut, atau kismis; atau setengah sha’ gandum, untuk setiap Muslim, baik budak atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan, muda atau tua, serta dibayarkan sebelum pelaksanaan shalat ‘Id. Setelah kondidi perekonomian kaum muslimin stabil, tahap selanjutnya Allah SWT mewajibkan zakat mal (harta) pada tahun ke 9 H.
6.      Memerinthakan mengeluarkan jizyah
Pada masa pemerintahannya Rasulullah SAW menerapkan jizyah, yakni pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim, khususnya ahli kitab, sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalankan ibadah serta pengecualian dari wajib militer. Besarnya jizyah adalah 1 dinar pertahun untuk setiap orang laki-laki dewasa yang mampu  membayarnya. Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa, dan semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini.

Pesatnya pembangunan di kota Madinah menyebabkan adanya migrasi dari tempat lain. Masyarakat yang berada disekitar wilayah Madinah berdatangan dengan tujuan berdagang atau tujuan yang lain. Keadaan yang demikian menyebabkan Madinah menjadi kota terbesar di jazirah Arab.
Pada masa ini masyarakat berkembang menjadi masyarakat besar dan berkuasa. Hal ini menimbulkan kecemburuan pada kelompok masyarakat Yahudi dan Nasrani. Mereka mulai memperlihatkan rasa tidak suka. Agar permasalahan-permasalhan yang muncul tidak makin runyam, nabi Muhammad SAW membuat peraturan untuk menata masyarakat.
Khusus masyarakat Islam, nabi Muhammad SAW mempersaudarakan kaum muhajirin dan kaun anshor. Persaudaraan ini berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan berdasarkan darah sehingga suasana makin damai dan aman. Adapun kalangan masyarakat bukan islam diikat dengan peraturan yang dibuat oleh nabi Muhammad SAW yang tertuang dalam Piagam Madinah.
Piagam Madinah bukanlah hasil pemikiran Nabi Muhammad SAW sendiri, tetapi merupakan hasil musyawarah dengan para sahabat dari kaum anshor dan kaum muhajirin. Piagam madinah ini terdiri dari 47 butir dan ditulis pada tahun 523 M atau tahun ke 2 H. Adapun diantara isi piagam madinah adalah :
1.      Kaum muhajirin dan quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diyat diantara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil diantara mukminin.
2.      Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.
3.      Kaum Yahudi dan bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang dzalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga (Nourouzzaman Shiddiqi : 1996 : hlm. 90)
4.      Masyarakat muslim dan Yahudi akan hidup berdampingan dan bebas menjalankan agamanya masing-masing.
5.      Apabila salah satunya diperangi musuh, yang lain wajib membantu
Akan tetapi piagam madinah ini hanya berlaku beberapa saat saja. Pada tahun ke 5 H orang-orang Yahudi membuktikan dirinya sebagai orang yang tidak setia berpegang kepada janji. Dalam perang khandaq orang-orang Yahudi tidak mau ambil bagian dalam mempertahankan negara (Madinah) dari serangan musuh, bahkan mereka bekerjasama dengan musuh, menggerogoti kekuatan negara dari dalam.[3]

1.2  Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang
Dalam mempelajari sejarah islam akan bertemu contoh-contoh yang indah, yang patut dijadikan suri tauladan dalam hidup kita sehari-hari. Akan bertemu akhlak dan budi pekerti yang patut kita petik faidah yang amat besar dari padanya. Mengambil i’tibar dan faidah dari peristiwa-peristiwa sejarah, adalah tujuan utama dalam mempelajari sejarah.
Perjalanan rasul didalam membangun perekonomian Madinah, maka ada tiga hal mendasar yang harus mendapat perhatian, jika kita ingin menerapkannya dalam konteks sekarang ini. Ketiga hal tersebut adalah landasan filosofis, prinsip operasional, dan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah sistem ekonomi.
1.      Secara filosofis
Sistem ekonomi syari’ah adalah sebuah sistem ekonomi yang dibangun diatas nilai-nilai islam, dimana prinsip tauhid yang mengedepankan nilai-nilai ilahiyyah menjadi “inti” dari sitem ini. Ekonomi bukanlah sebuah keadaan yang berdiri sendiri, melainkan sebuah bagian kecil dari ibadah kepada Allah SWT. Rasulullah telah berhasil menanamkan secara kuat didalam benak para sahabat bahwa berekonomi pada hakekatna adalah beribadah kepada Allah. Sehingga, sebagai sebuah ibadah, ada rambu-rambu yang harus ditaati agar dapat diterima di sisi Allah SWT. Adapun diantara syarat-syaratnya antara lain:
a.       Setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridha si antara dua pihak, sehingga para pihak tidak meraa dirugikan atau di zalimi.
b.      Jujur baik dalam hal takaran ataupun timbangan
c.       Prinsip larangan riba
d.      Prinsip kasih sayang, tolong menolong dan persaudaraan antar sesame manusia
e.       Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang diharamkan. Demikian pula komoditas perdagangan haruslah produk yang halal dan baik.

2.      Prinsip operasional
Salah satu prinsip utama berjalannya system ekonomi syariah pada tataran operasional adalah prinsip keadilan. Islam adalah adil dan adil itu adlah Islam. Diharamkannya bunga juga dalam bingkai keadilan. Jika mekanisme pasar berjalan dalam bingkai keadilan, maka intervensi pemerintah tidak diperlukan. Intervensi malah justru menciptakan ketidakadilan.
3.      Tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah system ekonomi
System ekonomi Islam juga menjamin keselarasan antara pertumbubuhan ekonomi dan keadilan distribusi. Tingginya pertumbuhan ekonomi tidak otomatis menjamin adilnya distribusi pendapatan. Bahkan sebaliknya, keduanya sering bertolak belakang. Disinilah indahnya ajaran Islam. Di satu sisi, ia mendorong pengikutnya untuk mencari rejeki dan karunia Allah. Tetapi di sisi lain, ia pun mengingatkan pengikutnya untuk memiliki kepedulian terhadap sesame manusia. Bentuk kepedulian tersebut antara lain melalui mekanisme zakat, infak dan shadaqah yang berfungsi sebagai penjamin keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan. Disinilah letak keseimbangan ajaran Islam.[4]
1.3  Meneladani semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah
Kedatangan Nabi saw. ke Madinah menandai dimulainya kehidupan politik umat Islam dalam bentuk tatanan masyarakat dan negara, yaitu negara Madinah. Di madinah ini lahir masyarakat Islam yang bebas dan merdeka di bawah kepemimpinan Nabi saw.
Di zaman sekarang ini masyarakat yang dibangun Nabi saw. di Madinah itu dikenal dengan sebutan masyarakat madani. Masyarakat madani (al-mujtama’ al-madaniy) dapat dipahami sebagai masarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu kota yang penuh dengan kompleksitas dan pluralitas. Masyarakat Madinah adalah masyarakat plural yang terdiri atas berbagai suku, golongan, dan agama. Islam datang ke Madinah dengan bangunan konsep ketatanegaraan yang mengikat aneka ragam suku, konflik, dan perpecahan.
Negara Madinah dibangun di atas dasar ideologi yang mampu menyatukan jazirah Arab di bawah bendera Islam. Ini adalah babak baru dalam sejarah politik di Jazirah Arab. Islam membawa perubahan radikal dalam kehidupan individual dan sosial madinah karena kemampuannya memengaruhi kualitas seluruh aspek kehidupan. Prinsip-prinsip dasar politik dalam membangun negara Madinah ini kemudian diabadikan dalam bentuk piagam yang sekarang disebut Piagam Madinah.
a.       Prinsip-prinsip Masyarakat Madani
Menurut al-Umari (1995), ada beberapa prinsip dasar yang dapat diidentifikasi dalam pembentukan masyarakat madani, di antaranya adalah
1.      sistem muakhkhah.
 Muakhkhah berarti persaudaraan. Islam memandang orang-orang muslim sebagai saudara (Q.S al-Hujurat :10).
orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Membangun suatu hubungan persaudaraan yang akrab dan tolong-menolong dalam kebaikan adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sistem persaudaraan ini dibangun Nabi saw. sejak beliau masih berdomisili di Mekah atas dasar kesetiaan terhadap kebenaran dan saling menolong. Setelah nabi saw. di Madinah, sistem ini terus dimantapkan sebagai modal untuk membangun negara yang kuat. Persaudaraan antara kaum Muhajirin (pendatang dari Mekah) dan Ansar (penduduk asli Madinah) segera dijalin oleh nabi saw.
Sistem Muakhkhah ini dirumuskan dalam perundang-undangan resmi. Perundang-undangan ini menghasilkan hak-hak khusus di antara kedua belah pihak (Muhajirin dan Ansar) yang menjadi saudara, sampai-sampai ada yang saling mewarisi meskipun tidak ada hubungan kekerabatan.
2.      Ikatan iman
Islam menjadikan ikatan iman sebagai dasar paling kuat yang dapat mengikat masyarakat dalam keharmonisan, meskipun tetap membolehkan, bahkan mendorong bentuk-bentuk ikatan lain, seperti kekeluargaan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip agama. Masyarakat Madinah dibangun oleh Nabi saw. di atas keimanan dan keteguhan terhadap Islam yang mengakui persaudaraan dan perlindungan sebagai suatu yang datang dari Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin semuanya.
3.      Ikatan cinta
Nabi saw. membangun masyarakat Madinah atas dasar cinta dan tolong-menolong. Hubungan antara sesama mukmin berpijak atas dasar saling menghormati. Orang kaya tidak memandang rendah orang miskin, tidak juga pemimpin terhadap rakyatnya, atau yang kuat terhadap yang lemah. Fondasi cinta ini dapat diperkukuh dengan saling memberikan hadiah dan kenang-kenangan. Dengan cinta inilah masyarakat Madinah dapat membangun masyarakat yang kuat.
4.      Persamaan si kaya dan si miskin
Dalam masyarakat Madinah si kaya dan si miskin mulai berjuang bersama atas dasar persamaan Islam dan mencegah munculnya kesenjangan kelas dalam masyarakat.
5.      Toleransi umat beragama.
Toleransi yang dilaksanakan pada masyarakat Madinah antara sesama agama (Islam), seperti yang dilakukan antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar, dan adakalanya antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi yang berbeda agama. Toleransi ini diikat oleh aturan-aturan yang kemudian terdokumentasi dalam Piagam Madinah.
Itulah lima prinsip dasar yang dibuat oleh Nabi saw. untuk mengatur masyarakat Madinah yang tertuang dalam suatu piagam yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Madinah. Masyarakat pendukung piagam ini memperlihatkan karakter masyarakat majemuk, baik ditinjau dari segi etnis, budaya, dan agama. Di dalamnya terdapat etnis Arab Muslim, Yahudi, dan Arab Non Muslim.
b.      Hal-hal yang Dapat Diteladani
Nabi saw. membangun masyarakat Madinah yang berperadaban memakan waktu yang cukup lama, yakni sepuluh tahun. Beliau membangun masyarakat yang adil dan terbuka dengan landasan takwa kepada Allah swt. Dan taat kepada ajaran-Nya.

Setelah Nabi saw. wafat, masyarakat madani warisan Nabi saw. hanya berlangsung selama tiga puluh tahun masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sesudah itu, sistem sosial masyarakat madani digantikan dengan sistem lain yang lebih banyak diilhami oleh semangat kesukuan Arab pra-Islam, yang kemudian dikukuhkan dengan sistem dinasti keturunan. Sistem ini bahkan masih dipraktikkan di beberapa negara Islam sekarang ini.
Dalam rangka menegakkan masyarakat madani, Nabi saw. Tidak pernah membedakan antara ”orang atas”,”orang bawah”, atau keluarga sendiri. Nabi saw. Bersabda bahwa hancurnya bangsa-bangsa di masa lalu adalah karena jika ”orang atas” yang melakukan kejahatan dibiarkan, tetapi jika ”orang bawah” melakukannya pasti dihukum. Oleh karena itu, Nabi saw. Menegaskan, jika Fatimah, putri kesayangannya, melakukan kejahatan maka beliau akan menghukumnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Masyarakat madani tidak akan terwujud jika hukum tidak ditegakkan dengan adil, yang dimulai dengan ketulusan pribadi. Masyarakat berperadaban memerlukan pribadi-pribadi yang dengan tulus mengingatkan jiwanya kepada wawasan keadilan.
Jika kita perhatikan apa yang terjadi dalam kenyataan sehari-hari, jelas sekali bahwa nilai-nilai kemasyarakatan yang terbaik sebagian besar dapat terwujud hanya dalam tatanan hidup yang kolektif yang memberi peluang kepada adanya pengawasan sosial. Tegaknya hukum dan keadilan mutlak memerlukan suatu bentuk interaksi sosial yang memberi peluang bagi adanya pengawasan itu. Pengawasan sosial adalah konsikuensi langsung dari iktikad baik yang diwujudkan dalam tindakan kebaikan. Selanjutnya, pengawasan sosial tidak mungkin terselenggara dalam suatu tatanan sosial yang tertutup.
Amal saleh atau kegiatan demi kebaikan dengan sendirinya berdimensi kemanusiaan, karena berlangsung dalam suatu kerangka hubungan sosial dan menyangkut orang banyak.
Dengan demikian, masyarakat Madani akan terwujud hanya jika terdapat cukup semangat keterbukaan dalam masyarakat. Keterbukaan adalah konsekuensi dari perikemanusiaan, suatu pandangan yang melihat sesama manusia secara positif dan optimis. Ajaran kemanusaiaan yang suci itu membawa konsekuensi bahwa kita harus melihat sesama manusia secara optimis dan positif, dengan menerapkan prasangka baik (husnuzan), kecuali untuk keperluan kewaspadaan seperlunya dalam keadaan tertentu. Tali persaudaraan sesama manusia akan terbina antara lain jika dalam masyarakat tidak terlalu banyak prasangka buruk (suuzan) akibat pandangan yang pesimis dan negatif kepada manusia.[5]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Rasulullah memiliki strategi yang sederhana namun cukup ampuh untuk menghadapi kondisi masyarakat Madinah yanh penuh dengan permusuhan dan kebencian antar suku, serta perasaan perioritas kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya
2.      Pesatnya pembangunan di kota Madinah menyebabkan adanya migrasi dari tempat lain. Masyarakat yang berada disekitar wilayah Madinah berdatangan dengan tujuan berdagang atau tujuan yang lain.
3.      Perjalanan rasul didalam membangun perekonomian Madinah, maka ada tiga hal mendasar yang harus mendapat perhatian, jika kita ingin menerapkannya dalam konteks sekarang ini. Ketiga hal tersebut adalah landasan filosofis, prinsip operasional, dan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah sistem ekonomi.
4.      Masyarakat Madani akan terwujud hanya jika terdapat cukup semangat keterbukaan dalam masyarakat. Keterbukaan adalah konsekuensi dari perikemanusiaan, suatu pandangan yang melihat sesama manusia secara positif dan optimis.

B.     Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, ini bukan proses akhir karena “ Tak ada gading yang tak retak” Oleh karena itu kami mengharapkan kritik yang membangun dari pembaca yang budiman guna untuk perbaikan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.










DAFTAR PUSTAKA

Fuad M. Fahruddin. 1985. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Ahmad al-Usairy. 2003. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana

Maman A. Malik, dkk. 2005. Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam. Pokja Akademik UIN Jogyakarta

As- Syibaie Mustafa, Dr. Syirah Nabawi. 1995. Irsyad baitussalam. Jakarta.



[1] Fuad M. Fahruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1985
[2] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana), 2003, hlm. 105
[3] Fuad M. Fahruddin, op. cit
[4] Maman A. Malik, dkk, Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam, Pokja Akademik UIN Jogyakarta, 2005
[5] As- Syibaie Mustafa, Dr. Syirah Nabawi. 1995. Irsyad baitussalam. Jakarta.
http://zudi-pranata.blogspot.com/2013/05/memahami-sejarah-nabi-muhammad-saw.html

Newer Post Older Post Home
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment