BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara
antara tahun 1380-1403 M. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan merupakan
putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia melarikan diri
ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit. Pada
saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang hidup
sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Raja dan
pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh
lebih tinggi, karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli.
Kemudian, bersama penduduk asli tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka
menjadi sebuah kota yang ramai. Selain menjadikan kota pusat perdagangan,
rombongan pendatang juga mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum
pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.
Rombongan pendatang juga
telah menemukan biji-biji timah di daratan. Dalam perkembangannya, kemudian
terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan daratan Sumatera. Salah satu
komoditas penting yang diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah beras.
Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini, karena
persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka. Hal ini
kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin
karena perhatian mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi
geografis strategis yang mereka miliki.
Berkaitan dengan asal
usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah berikut. Menurut Sejarah Melayu
(Malay Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565, Parameswara
melarikan diri dari Tumasik, karena diserang oleh Siam. Dalam pelarian
tersebut, ia sampai ke Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira
banyaknya. Kemudian ia pindah ke Burok dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi
gagal. Kemudian Parameswara berpindah ke Sening Ujong hingga kemudian sampai di
Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir pantai. Orang-orang
Seletar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta Parameswara menjadi
raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan tersebut,
ia melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor pelanduk. Ia
sangat terkesan dengan keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang
berteduh di bawah pohon Malaka. Maka, kawasan tersebut kemudian ia namakan
Malaka.
Dalam versi lain, dikatakan bahwa sebenarnya
nama Malaka berasal dari bahasa Arab Malqa, artinya tempat bertemu. Disebut
demikian, karena di tempat inilah para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan melakukan
transaksi niaga. Demikianlah, entah versi mana yang benar, atau boleh jadi, ada
versi lain yang berkembang di masyarakat.
Sebelum muncul dan
tersebarnya Islam di Semenanjung Arabia, para pedagang Arab telah lama
mengadakan hubungan dagang di sepanjang jalan perdagangan antara Laut Merah
dengan Negeri Cina. Berkembangnya agama Islam semakin memberikan dorongan pada
perkembangan perniagaan Arab, sehingga jumlah kapal maupun kegiatan perdagangan
mereka di kawasan timur semakin besar.
Pada abad VIII M, para
pedagang Arab sudah banyak dijumpai di pelabuhan Negeri Cina. Diceritakan, pada
tahun 758 M, Kanton merupakan salah satu tempat tinggal para pedagang Arab.
Pada abad IX M, di setiap pelabuhan yang terdapat di sepanjang rute perdagangan
ke Cina, hampir dapat dipastikan ditemukan sekelompok kecil pedagang Islam.
Pada abad XI M, mereka juga telah tinggal di Campa dan menikah dengan penduduk
asli, sehingga jumlah pemeluk Islam di tempat itu semakin banyak. Namun,
rupanya mereka belum aktif berasimilasi dengan kaum pribumi sehingga penyiaran
agama Islam tidak mengalami kemajuan.
Sebagai salah satu bandar
ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam.
Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam perkembangannya, raja
pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan
masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di
Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.
Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat
perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di
masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah (1459—1477 M). Kebesaran Malaka ini
berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang berada di
bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses
penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.
Pada masa pemerintahan
Sultan Mudzaffar Syah, Malaka melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya dan
pesisir timur pantai Sumatera, setelah sebelumnya berhasil mengusir serangan
Siam. Di mulai dengan menyerang Aru yang disebut sebagai kerajaan yang tidak
menjadi muslim dengan baik. Penaklukan Malaka atas kawasan sekitarnya ditopang
oleh kekuatan armada laut yang kuat pada masa tersebut serta kemampuan
mengendalikan Orang Laut yang tersebar antara kawasan pesisir timur Pulau
Sumatera sampai Laut Cina Selatan. Orang laut ini berperan mengarahkan setiap
kapal yang melalui Selat Malaka untuk singgah di Malaka serta menjamin
keselamatan kapal-kapal itu sepanjang jalur pelayarannya setelah membayar cukai
di Malaka.
Di bawah pemerintahan
raja berikutnya yang naik tahta pada tahun 1459 M, Sultan Mansur Syah. Melaka
menyerbu Kedah dan Pahang, dan menjadikannya negara vassal. Di bawah sultan
yang sama Kampar, dan Siak juga takluk. Sementara kawasan Inderagiri dan Jambi
merupakan hadiah dari Batara Majapahit untuk Raja Malaka. Sultan Mansur Syah
kemudian digantikan oleh putranya Sultan Alauddin Syah namun memerintah tidak
begitu lama karena diduga ia diracun sampai meninggal dan kemudian digantikan
oleh putranya Sultan Mahmud Syah.
Hingga akhir abad ke-15 Malaka telah menjadi
kota pelabuhan kosmopolitan dan pusat perdagangan dari beberapa hasil bumi
seperti emas, timah, lada dan kapur. Malaka muncul sebagai kekuatan utama dalam
penguasaan jalur Selat Malaka, termasuk mengendalikan kedua pesisir yang
mengapit selat itu.
Dunia
pelayaran adalah dunia petualangan. Ungkapan ini merupakan salah satu dari
beberapa faktor yangmemotivasi-bangsa Portugis sehingga mempunyai tekad yang
kuat untuk bisa menemukan jalur pelayaran menuju India, pada dasarnya bangsa Portugis
mempunyai motivasi yang tinggi karena
mereka ingin menguasai perdagangan dunia kala itu, khususnya perdagangan
rempah-rempah. Mengingat rempah-rempah kala itu adalah komoditas dagang yang
menjanjikan untuk diperdagangkan di Eropa. Menurut Marwati Djoenet Poesponegoro
dkk:
Faktor yang mempengaruhi orang-orang portugis mencari
jalan ke kepulauan rempah-rempah
adalah faktor ekonomi dan agama. Faktor
ini di tambah faktor lain adalah faktor petualangan.
Untuk
merealisasikan maksud dan tujuan tersebut di atas maka sejak Pangeran Henry
Sang Navigator (1394-1460 M) telah berusaha mencari jalur tersebut namun usaha
ini tidak membuahkan hasil.
Pada
tahun 1488 M, bangsa Portugis kembali berlayar untuk menemukan jalur menuju
India. Orang-orang Portugis mencari jalur menuju India di bawah pimpinan
Bartolomeus Diaz dan hanya sampai di Tanjung Harapan yang letaknya di ujung
selatan benua Afrika (sekarang masuk wilayah Republik Afrika Selatan) kemudian
kembali ke Portugis.Walaupun
perjalanan kali ini tidak sampai kepada tujuan yang dimaksud yaitu menemukan
India sebagai pusat perdagangan dunia, namun perjalanan ini dinilai sebagai
satu keberhasilan karena jalur menuju India sudah terbuka. Sebenarnya setelah
Bartolomeus Diaz menemukan Tanjung Harapan, penguasa Portugis masih terus
mempersiapkan penjelajahan untuk menemukan jalur menuju India, namun karena
penundaan-penundaan terhadap penjelajahan itu sehingga terbengkalai
pemberangkatannya.
Pada
tahun 1497 M penguasa portugis menunjuk Vasco da Gama seorang bangsawan
rendahan untuk melaksanakan pelayaran sebagai lanjutan pelayaran sebelumnya
yang dilaksanakan oleh Bartolomeus Dias untuk menemukan jalur menuju India
sebagai tujuan final dalam pelayaran. Pada tanggal 8 juli 1497 M Vasco da Gama
memulai pelayarannya menuju India, Vasco Da Gama berlayar menuju ke selatan
mengarungi Samudra Atlantik kemudian Vasco Da Gama membelok ke arah timur
membelah Samudra Atlantik menuju Tanjung Harapan dan mengikuti jalur yang dilalui
pendahulunya Bartolomeus Dias,dalam
perlayaran ini Vasco Da Gama tidak banyak membuang waktu. Pada tanggal 22
November 1497 M Vasco Da Gama sampai di Tanjung Harapan.Setelah
Vasco Da Gama sampai di Tanjung Harapan kemudian melanjutkan pelayarannya ke
utara menyusuri pantai timur Afrika, dalam pelayarannya ke utara Vasco Da Gama
banyak berlabuh di daerah yang dikuasai oleh orang Muslim, termasuk Mombasa dan
Malidi kini kenya. Di Malidi Vasco Da Gama mengambil penunjuk jalan orang
India, selama 23 hari melintasi laut Arab menuju India, pada tanggal 20 Mei
1498 M sekitar sepuluh bulan sesudah keberangkatannya dari Portugis, Vasco Da
Gama sampai di Calcuta, sebuah kota yang menjadi pusat perdagangan di India.
Kedatangan
portugis ke Asia dengan tujuan utama untuk mencari rempah-rempah yang merupakan
kebutuhan penting di Eropa pada masa itu. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada
satu cara pun yang dapat dijalankan untuk mempertahankan agar hewan-hewan ternak
dapat tetap bertahan hidup. Pada musim dingin banyak hewan ternak disembelih dan
dagingnya kemudian harus diawetkan. Untuk itu, diperlukan sekali adanya garam
dan rempah-rempah. Di antara rempah-rempah yang diimpor adalah cengkeh dari
Indonesia Timur. Kawasan ini juga dikenal sebagai penghasil lada, buah pala,
dan bunganya. Oleh karenanya, daerah ini menjadi tujuan utama portugis, walaupun
sampai pada akhir abad XV sekitar tahun 1490-an, mereka belum mempunyai gambaran
sedikit pun mengenai letak dan cara mencapaiKepulauan Rempah-rempah itu.
Selama
ini, perdagangan rempah-rempah dimonopoli oleh pedagang Muslim. Rempah-rempah
itu diimpor ke Eropa dan pada mulanya para pedagang Melayu mengambil
rempah-rempah itu dari Maluku lalu dibawa ke Malaka sebagai salah satu pusat
perdagangan terbesar di Asia. Dari Malaka rempah-rempah ini dibawah ke Gujarat,
Ormus, dan seterusnya melalui Laut Merah ke Istambul, Turki. Dari Istambul dilanjutkan
oleh para saudagar Venesia ke Eropa. Perjalanan yang sulit dan berliku-liku
dengan pajak jalan serta bea masuk dan ke luar pelabuhan membuat harganya
sangat mahal di Eropa. Dapat dimengerti, apabila pedagang-pedagang Portugis
berusaha keras untuk mencari hubungan langsung dengan daerah penghasil
rempah-rempah.
Setelah
mendengar laporan-laporan yang berasal dari pedagang-pedagang Asia mengenai
kekayaan Malaka yang sangat besar, maka raja portugis mengutus Diago Lopes de
Sequeira untuk menemukan Malaka, dan menjalin hubungan persahabatan dengan
penguasanya, kemudian menetap di sana sebagai wakil raja Portugis di sebelah
timur India.
Pada tahun 1509 M mereka mendarat di Sumatra Utara dan langsung menyambung
kontak dengan Malaka, Kota Metropolitan di zamannya.Pada
mulanya Sultan Mahmud Syah memerintah (1488-1528 M) menerima dengan baik akan
tetapi komunitas dagang Islam Internasional meyakinkan Sultan Mahmud bahwa
portugis adalah ancaman besar, maka Sultan pun menyerang portugis akibatnya
pada tahun 1511 MPortugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque membalas
serangan Malaka, dan pada tahun itu juga Malaka jatuh ketangan Portugis.
Pada
tahun 1511 M setelah Malaka taklud penguasa portugis di Malaka Alfonso de
Albuquerque mendirikan benteng di Malaka dan sekitarnya, meskipun segi Agama
tidak memainkan peran penting dalam ekspansi komersial, akan tetapi sebagai
akibat permusuhan-permusuhan yang dialami pedagang Islam yang berlangsung
antara Malaka dan Persia serta Laut Merah dan India, kehadiran orang-orang
Portugis di Malaka merupakan suatu ancaman bagi perdagangan mereka.
Akibat
ancaman Portugis terhadap pedagang Muslim, maka sejak 1511 M itulah pedagang
Islam mulai mencari pelabuhan-pelabuhan lain dan jalan lain untuk mendapatkan
lada dan rempah-rempah untuk melanjutkan perdagangan mereka secara aman antara
kepulauan Indonesia dan laut merah.
Di samping mencari rasa aman dari gangguan portugis terhadap jangka panjang
pelayaran mereka agar tetap berdagang dengan aman, maka para pedagang Muslim
juga mendapat kesempatan untuk menyebarkan Islam di kepulauan tempat mereka
menyandarkan perahunya. Dengan adanya gangguan dan acaman dari Portugis
tersebut, maka Umat Islam tidak hanya menetap di Malaka saja, namun berkat
ancaman Portugis tersebut Pedagang Muslim mendapat kesempatan untuk menyebarkan
Islam keseluruh pelosok Nusantara.
Dengan
demikian pada akhir abad ke XV hingga awal abad XVI (1490-an hingga 1500-an)
bermunculanlah pelabuhan-pelabuhan baru untuk menggantikan posisi Malaka
sebagai pusat perdagangan internasional, seperti kota-kota pelabuhan itu di
antaranya:Banteng, Gresik dan Gowa. Pelabuhan-pelabuhan baru tersebut menjadi
alternatif bagi pedagang-pedagang Muslim. Takludnya Malaka dan munculnya kota-kota
pelabuhan baru, maka islamisasi pun mulai tersebar keseluruh Nusantara, berkat
pedagang-pedagang Muslim dan juga para Ulama yang mendapat tugas khusus untuk
melakukan islamisasi di sebuah daerah.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat di ambil satu permasalahan pokok yaitu Bagaimana
Pengaruh Pendudukan Portugis di Malaka terhadap Penyebaran Islam di Nusantara?
Permasalahan pokok ini akan di uraikan lagi dalam beberapa sub permasalahan.
1.
Bagaimana
latar belakang kedatangan Bangsa Portugis di Malaka?
2.
Bagaimana
sikap Bangsa Portugis terhadap pedagang Muslim di Malaka?
3.
Bagaimana
dampak penyebaran Islam pascakejatuhan Malaka di tangan Portugis?
C.
Pengertian Judul
Agar
tidak terjadi kesalahpahaman dalam mendefinisikan dan memahami penelitian ini,
maka penulis bermaksud untuk menjabarkan pengertian beberapa variabel di bawah
ini.
Pengaruh
adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.
Pendudukan
adalah proses, cara, perbuatan menduduki (merebut dan menguasai) suatu daerah.
Daerah tersebut di duduki (direbut dan dikuasai Tentara asing.
Portugis
adalah bangsa yang datang ke Malaka dengan tujuan berdagang sekaligus
menguasai.
Malaka
adalah suatu wilayah kerajaan yang terletak di Semenanjung Malaya (sekarang masuk
wilayah kerajaan Malaysia).
Islam
adalah agama yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Berpedoman pada kitab suci
Al-Qur’an yang di turunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt.
Nusantara adalah sebutan nama bagi
seluruh wilayah kepulauan Indonesia.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan
diatas dapat disimpulkan bahwa Pengaruh Pendudukan Portugis di Malaka terhadap
Penyebaran Islam di Nusantara adalah kajian yang membahas proses masuknya Islam
di Nusantara pasca jatuhnya Malaka sebagai kota pelabuhan, yang menghungkan
Jazirah Arab, Persia, India di sebelah barat Nusantara dan Cina di sebelah
utara Nusantara.
D.
Tinjauan Pustaka
Penelitian
adalah proses menemukan sebuah kebenaran, untuk menemukan kebenaran yang diharapkan
dari penelitian tersebut, maka penulis meninjau beberapa buku yang erat
hubungannya dengan judul yang penulis angkat, yaitu buku-buku yang membahas
mengenai proses pendudukan Portugis di Malaka dan juga hubungannya dengan
proses Islamisasi. Karena tidak ada buku yang begitu khusus membahas mengenai
pendudukan Malaka dan tersebarnya Islam di Nusantara maka penulis mencari
literatur di perpustakaan yang mempunyai hubungan dengan judul yang penulis
tulis.
Di
antara buku-buku itu adalah pertama buku Sejarah Nasional Indonesia yang
di susun oleh Marwati Djoenet Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, di dalam
buku itu di bahas mengenai awal kedatangan bangsa eropa di Nusantara,
pendudukan Malaka oleh Portugis dan sikap pedagang Muslim yaitu menghindari
Malaka dan mencari pelabuhan lain yang lebih aman dari Malaka. Kedua
yaitu buku karya M. C. Ricklefs A History Of Modern Indonesia yang di
terjemahkan oleh Dharmono Hardjowidjono dengan judul Sejarah Indonesia Modern
garis besar buku ini menjelaskan mengenai kedatangan awal Portugis di bawah
pimpinan Diogo Lopes de Sequeira melalui laporan-laporan dari pedagang-pedagang
Asia mengenai letak malaka, juga penyerangan Sultan Malaka terhadap armada
Portugis. Selanjutnya buku yang ketiga yaitu Muslim Tionghoa Cheng Ho
Misteri Perjalanan Muhibah Di Nusantara yang di tulis oleh Prof. Kong Yuanzhi
di dalam buku ini di jelaskan mengenai awal mula di dirikannya Kerajaan Malaka
dan suasana Malaka sebagai kota pelabuhan Internasional di zamannya.
Demikianlah
keterangan mengenai beberapa buku yang di anggap erat kaitannya dengan judul
dari penelitian ini. Untuk lebih meyempurnakan isi dari peneltian ini, maka
penulis tidak hanya menggunakan buku-buku tersebut di atas, namun lebih dari
itu penulis juga mengambil rujukan dari buku-buku lainya yang di anggap
berhubungan dengan penelitian ini, yaitu dalam hal penyelesaian skripsi sebagai
syarat meraih gelar sarjana.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis
menggunakan metode penelitian sejarah, adapun prosedurnya adalah:
1.
Heuristik
Heuristik
yaitu metode pengumpulan sumber, adapun metode yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Library Research, suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan
membaca buku – buku di perpustakaan, Majalah, Surat Kabar dan tulisan – tulisan
lain yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas.
2.
Kritik (Verivikasi)
Kritik yaitu suatu teknik yang ditempuh dengan
menilai data yang telah dikumpulkan. Dalam kritik ini ditempuh dua tahapan,
yaitu kritik ekstern dan kritik intern,Adapaun kritik ekstern adalah pengujian
terhadap asli atau tidaknya sumber dari segi fisik atau penampilan luar.
Sedangkan kritik intern adalah isi yang terdapat dalam sumber data yang ada
adalah valid atau menentukan keabsahan suatu sumber.
3.
Interpretasi (Pengolahan
dan Analisis Data)
Peneliti menggunakan beberapa metode dalam menganalisis data,
yakni:
a.
Deduktif, yaitu metode analisis yang bertitik tolak pada hal
yang bersifat
umum untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.
b.
Induktif, yaitu metode penganalisaan data yang bertitik
tolakpada hal yang
bersifat khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
c.
Komparatif, yaitu metode yang memperbandingkan data–data yang
diperoleh, kemudian mengambil kesimpulan berdasarkan hasil perbandingan yang
lebih kuat.
4. Histiografi
(Metode Penulisan)
Tahap ini adalah tahapan paling akhir dari seluruh rangkaian
penulisan karya ilmiah tersebut, merupakan proses penyusunan fakta-fakta ilmiah
dari berbagai sumber yang telah diseleksi sehingga menghasilkan suatu bentuk
penulisan sejarah yang bersifat kronologi atau memperhatikan aturan waktu.
F. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui kedudukan Islam pasca jatuhnya
kerajaan Malaka sebagai kota pelabuhan internasional.
b. Untuk mengetahui prosesislamisasi di Nusantara pasca jatuhnya Malaka di tangan
Portugis.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun
kegunaan penelitian ini adalah:
a. Kegunaan teoritis
1) Dapat memberikan konstribusi pemikiran baru tentang
hal-hal yang berkenaan dengan pola
Islamisasi di Nusantara pasca jatuhnya Malaka di tangan Portugis.
2) Penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah
pengetahuan untuk dipergunakan didalam penulisan bidang ilmu sejarah dan juga
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang sejarah Islam.
b. Kegunaan prakris
1)
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pemerhati dan peminat sejarah
Islam serta menjadi sumbangan pemikiran terhadap bangsa dan negara.
2). Hasil penelitian ini akan menjawab opini-opini
yang berkembang dimasyarakat tentang pola Islamisasi di Nusantara khususnya
pasca kejatuhan Malaka di tangan Portugis
G. Garis
Besar Isi
Demi memudahan pemahaman dalam membaca skripsi ini, maka penulis merumuskan garis besar isi skripsi
yang berjudul Pengaruh Pendudukan Portugis di Malaka terhadap Penyebaran
Islam di Nusantara yang terdiri dari lima bab yaitu:
Bab I adalah bab pendahuluan yang mengemukakan latar belakang sehinggajudul skripsi ini diangkat oleh penulis, kemudian
latar belakang membahas tentang kondisi Malaka sebagai kota pelabuhan sebelum
dan sesudah Portugis mendudukinya. Rumusan masalah dimana mencoba memetakan
secara garis besar masalah-masalah yang diangkat dalam pembahasan ini. Defenisi operasional dan tinjauan pustaka dimana dijelaskan tentang
hal-hal yang dianggap penting serta mengkaji beberapa referensi terkait
pembahasan.Kemudian tujuan yang berdasar pada rumusan masalah
dan manfaat yang hendak dicapai setelah melakukan penelitian.
Bab IImerupakanpembahasan mengenai latar belakang masuknya Portugis di Malaka sebagai
kota pelabuhan internasional, serta pendudukan Porugis di Malaka.
Bab III membahas mengenai sikap Portugis di Malaka
setelah berhasil menduduki Malaka sebagai kota pelabuhan di semenajung Malaya.
Bab IV merupakan hasil penelitian yang memberikan
gambaran tentang dampak dari pendudukan Portugis terhadap perkembangan Islam di
Nusantara, yang dimulai dengan munculnya pelabuhan-pelabuhan di pesisir pulau
Sumatra dan pesisir pulau Jawa, kemudian strategi dakwah yang digunakan
pedagang Muslim untuk memperkenalkan Islam kepada penduduk pribumi, lalu disusul
mengenai sikap pribumi Nusantara dalam menerima Islam.
Bab V merupakan bab penutup
yang berisi kesimpulan dari hasil pembahasan dengan mengacu kepada rumusan
masalah kemudian saran-saran penulis.
BAB II
SEJARAH MASUK
PORTUGIS DI MALAKA
A. Proses Kedatangan Bangsa Portugis di Malaka
Malaka dikenal
sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan itu diberikan mengingat peranannya
sebagai jalan lalulintas bagi pedagang-pedagang asing yang hendak keluar masuk
pelabuhan-pelabuhan Nusantara.
Kondisi ini merupakan faktor pendukung bagi Malaka, pada mulanya Malaka
bukanlah kota metropolitan seperti yang tampak pada abad XV hingga jatuhnya
ketangan Portugis pada awal abad XVI. Jauh sebelum itu, Malaka belum di kenal
sebagai kota pelabuhan. Barupada tahun 1409 M, Malaka menjadi kota pelabuhan
yang dirintis oleh Parameswara, dan merupakan penguasa pertama, yang menjadi
cikal bakal berdirinya Kesultanan Malaka dan Parameswara sebagai Sultan
pertamanya yang bergelar Megat Iskandar Syah.
Sebagai kota
pelabuhan dan juga daerah yang strategis, Malaka pada abad XV mendapat banyak
kunjungan dagang terutama dari Arab, India, Persia dan Cina juga pedagang dari
Nusantara.
Kunjungan dagang itu membawa barang-barang dagangan berupa rempah-rempah yang
menjadi komoditi utama dari Maluku menuju daerah asal mereka, bagi pedagang
Arab mereka meneruskan ke pelabuhan-pelabuhan Eropa yang telah berlangsung lama.
Sebagai pelabuhan transito, Malaka menjadi tempat persinggahan baik dari arah
utara yaitu pedagang yang datang dari Cina, Campa dan Siam, juga pedagang yang
berlayar dari arah timur yaitu pedagang dari Sumatra, dan Maluku. Begitupun
sebaliknya dari arah barat yaitu pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan
India.Setelah mereka berlabuh di pelabuhan Malaka, mereka kemudian membongkar
muatannya untuk di perjual belikan, selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan
dagangnya menuju arah utara, timur ataupun barat.
Dari Nusantara,
pedang-pedang itu membawanya ke Malaka. Barang dagangan yang mereka bawake
Malaka diantaranya: cengkeh dan pala dari Maluku. kapur barus, lada, gading,
kayu cendana dan lain-lain dari Sumatra. Setelah mereka sampai di Malaka,
barang dagangan itu kemudian di bongkar untuk di jual kepada pedagang lainnya,
mereka tidak usah berlayar menuju utara ke Tiongkok atau ke arah barat menuju
Gujarat dan seterusnya Persia dan juga Arab.
Sebagai kota
dagang yang ramai dikunjungi oleh pedagang asing, kota pelabuhan Malaka memberi
kesempatan kepada para pedagang asing untuk membuka perwakilan dagang di kota
Malaka. Dengan begitu, pedagang-pedagang asing yang membuka perwakilan dagang
di Malaka mengirim orang-orang tertentu untuk menetap di Malaka. Di samping
menjalankan aktifitas perdagangan untuk memperoleh keuntungan, mereka tidak
melewatkan waktu untuk mengenal lebih dekat cara hidup orang Muslim di Malaka.
Bagi merekayang berminat, mendapat kesempatan untuk mempelajari Islam dan
memeluknya.
Penguasa di
Malaka menginginkan mereka untuk menetap dan bahkan mereka banyak yang menikah
dengan wanita-wanita Islam Malaka, baik keturunan para pembesar, para pedagang,
dan juga rakyat biasa. Keberadaan mereka sangat mendukung kesejahteraan Kesultanan
Malaka, itulah sebabnya penguasa Malaka menginginkan para pedagang asing itu
untuk menetap di Malaka.
Dari aktifitas
dagang yang berlangsung antara Asia barat dengan timur jauh yaitu Nusantara,
antara Asia barat dengan pelabuhan-pelabuhan Eropa seperti pelabuhan Italia,
Venesia, dan Sicilia. Barang-barang perdagangan yang di perdagangkan dari timur
jauh itu ke pelabuhan-pelabuhan Arab di Syam, Mesir, dan Bashrah kemudian
dibawa ke Andalusia. Lalu dari sana dibawa ke daerah-daerah di Eropa
diantaranya: Perancis, Italia, dan lain-lainnya. Aktifitas ini berlasung selama
berabad-abad lamanya. Menurut Dr. J.C Van Leur yang dikutip olehAl-Habib Alwi
bin Thahir Al-Haddad mengatakan bahwa:
“sesungguhnya
pedagang-pedagang Arab dan Persia berangkat ke Cina melalui jalur-jalur
perdagangan. Orang-orang Arab telah tinggal di Canton pada abad ke-IV M.
Buku-buku Cina telah menyebutkan tentang pemukiman-pemukiman Arab pada tahun
618 M dan 626 M. Di pemukiman-pemukiman ini diterapkan hukum-hukum Islam
dibawah pengawasan yang Islami. Masyarakat-masyarakat Arab menjamin
masyarakat-masyarakat lainnya dari bangsa Persia, Yahudi, Armenia, dan
orang-orang Kristen Nestorian. Di pusat-pusat dan di pelabuhan-pelabuhan yang
dilalui oleh para pedagang Muslim terdapat pemukiman-pemukiman sepanjang garis
perdagangan di Asia Tenggara, di antaranya pemukiman di Sumatra Barat pada
tahun 674 M.
Di Jawa dan di Champa terdapat
pemukiman-pemukiman Arab. Hal itu ditunjukkan oleh adanya makam-makam Arab yang
berangka tahun 1028 M (419 H)di Jawa dan tahun 1039 M (431 H) di Champa. Hal
ini juga menunjukkan adanya hubungan perdagangan dan hubungan lainnya antara
Arab dengan daerah-daerah ini sejak masa yang lama sekali. Dan mungkin
pemukiman-pemukiman ini terdiri dari keluarga-keluarga Arab.”
Apa yang di
tunjukkan oleh Dr. Van Leur merupakan gambaran perdagangan antara dunia timur
jauh dengan Mesir dan Syria, dari sana barang-barang dagangan tersebut di
angkut oleh kapal-kapal Muslim menuju pelabuhan Eropa diantaranya Prancis,
Italia, Venesia dan lain-lainnya melalui laut tengah. Barang dagangan yang
sampai di pelabuhan Eropa dengan patokan harga yang terlampau tinggi, karena
jauhnya perjalanan yang ditempuh untuk sampai ke Eropa. Di samping itu terlihat
bagaimana para pedagang Muslim menguasai lalulintas perdagangan kala itu. Atas
dasar inilah, maka bangsa Eropa berminat untuk mencari jalur perdagangan menuju
timur jauh.
Pada abad ke XV
yaitu pada tahun 1488 M sejak Bartolomeus Diaz menemukan Tanjung Harapan,
Afrika Selatan.
Kemudian di susul oleh Vasco da Gama pada tahun 1497 M, dalam pelayaran kali
ini Vasco da Gama membuahkan hasil. Dari Tanjung Harapan, Afrika Selatan Vasco
da Gama berlayar menyisiri pantai timur Afrika, masuk wilayah dagang
orang-orang Arab. Telah di rasakan bahwa pelayaran telah sampai ke daerah
musuh, karena di Mozambique dan Mombassa ada percobaan untuk menahan
kapal-kapal Vasco da Gama. Untuk mengisi air dan untuk memperoleh bahan
makanan, Vasco da Gama melepaskan tembakan, suatu tanda bahwa sambutan rakyat
Afrika Timur terhadap pelayaran Vasco da Gama tidak menggembirakan. Kedatangan
kapal-kapal Portugis itu di sambut dengan sikap permusuhan.
Dalam bulan Mei
tahun 1498 M kapal-kapal Portugis yang di pimpin oleh Vasco da Gama berlabuh di
kalikut, di pantai barat daya India. Vasco da Gama bermaksud menemui raja India
Zamorinuntuk mengadakan perjanjian dagang, namun karena Zamorin telah
terpengaruh oleh pedagang Arab, maka Zamorin pun menolak perjanjian dagang
dengan Portugis. Walaupun Vasco da Gama gagal dalam membujuk Zamorin, namun
Vasco da Gama tetap merasa puas karena telah berhasil menemukan jalur pelayaran
menuju timur jauh.Usaha ini terus di lakukan hingga pada tahun 1504 M Portugis
berhasil membuka perwakilan di India yang di pimpin oleh Fransisco d’Almeida. Pada
masa Fransisco d’Almeida ini, Portugis belum berhasil menembus pelayaran menuju
Malaka karena gangguan dari para pedagang Arab dan juga gangguan dari kalikut sendiri.
Sejak pergantian
pimpinan dari Fransisco d’Almeida ke tangan Alfonso d’ Abuquerque pada tahun
1509 M, siasat perang berubah, sikap pemimpin baru itu sangat agresif. Tentara
Portugis harus menyerang, tidak boleh hanya menahan serangan saja. Goa dijadikan
markas besar. Dari markas besar itu, tentara Portugis dapat membuat serangan
secara teratur terhadap lawannya. Goa telah jatuh ketangan Portugis pada tahun
1510 M. Untuk merealisasikan niat Portugis menemukan pusat rempah-rempah, dan
pada saat itu Malaka sebagai pelabuhan transito merupakan pusat rempah-rempah
yang telah lama di carinya, maka Portugis di bawah kendali Afonso d’ Abuquerque
mengirim Diago Lopez d’ Sequera untuk membawah surat-surat kepercayaan sebagai
ajakan kepada sultan untuk menjalin usaha dagang, akan tetapi Sultan Mahmud
Syah tidak berhasrat untuk menerima Diego Lopez d’ Sequera tersebut karena
sultan pada waktu itu sudah mendengar hal-hal yang tidak menguntungkan. Raja
Malaka pada waktu itu sebenarnya tidak ingin berhubungan dengan Portugis,
mengingat sikap Portugis yang agresif dalam menjalankan perdagangan. Bahkan
orang-orang Malaka menyerang orang-orang Portugis itu, serangan orang-orang
Portugis tersebut mengakibatkan Portugis mengancam kedudukan Mahmud Syah.
Kedudukan
Portugis di Goa, India cukup kuat. Armada Portugis, yang terdiri dari tujuh
belas buah kapal, bergerak ke arah timur menuju Malaka. Pada bulan juli 1511,
kapal Alfonso d’ Albuquerque berlabuh di Malaka, kedatangan Portugis ini yaitu
untuk menuntut pembebasan orang-orang Portugis yang sejak 1509 menjadi tawanan
Kesultanan Malaka dan pemberian izin mendirikan benteng di Malaka, namun Sultan
Mahmud tidak mengindahkan permintaan tersebut. Maka pada saat itu Alfonso d’
Albuquerque menyerang dan membakar kapal-kapal Gujarat yang berlabuh di Malaka,
ia menuduh bahwa pedagang-pedagang Gujarat bersekongkol dengan Sultan Mahmud,
dari penyerangan Portugis terhadap pedagang Gujarat yang beragama Islam itu,
maka Sultan Mahmud pun tetap pada pendiriannya untuk tidak menjalin hubungan
dengan Portugis.
Sultan Mahmud
kurang cermat dalam menaggapi sikap panglima perang Afonso d’Albuquerque, ia
mengira bahwa orang-orang Portugis akan kembali ke Goa, hanya menunggu
datangnya angin timur laut. Pembakaran beberapa kapal dikiranya hanya penyalur
rasa jengkel, yang segera akan padam. Sebagai ahli siasat Alfonso d’Albuquerque
mengadakan persiapan matang untuk menghadapi Sultan Mahmud Syah.
Pada tanggal 25 juli 1511 M, serangan pertama
dilancarkan secara mendadak. Jembatan sungai Malaka berhasil direbut. Karena
hari sudah gelap, pasukan Portugis mundur ke laut. Sambil mematangkan siasat
dan beristrahat selama dua minggu, serangan kedua di lancarkan lagi. Serangan
kali ini sukses menguasai sasaran,
pertahanan Sultan Mahmud yang dipusatkan di bandar patah. Bandar Malaka
berhasil direbut. Sultan beserta pengikutnya melarikan diri, dari jurusan Muar.
Ia bermaksud mengadakan serangan balasan, tetapi menemui kegagalan.
Kemakmuran
Malaka jatuh ketangan lawan, mulai saat itu Malaka berada dibawah kekuasaan
Portugis. Dengan ambisi yang telah lama di simpan rapat oleh Portugis sejak
lama, sekarang sudah terbalas dengan kepuasan yang tak terhingga, Malaka
praktis dibawah kekuasaan Portugis. Kedudukan Kesultanan Malaka dalam menangani
bandar perdagangan, kini beralih ketangan Portugis. Sesuatu yang tak pernah
terbayang sebelumnya.
B. Tujuan Kedatangan Bangsa Portugis di
Malaka
Pada tahun 1509
M, untuk pertama kalinya kapal-kapal Portugis sampai di Malaka di bawah
pimpinan Diego Lopez de Sequeira. Sebuah
perjalanan panjang hingga kapal-kapal Portugis bisa merapat di Malaka, lalu apa
yang menyebabkan bangsa Portugis begitu nekat hingga Mereka berani melewati samudra
luas yang tidak pernah mereka lewati sebelumnya? Tujuan pelayaran orang-orang
Portugis ke negara-negara timur membawa semboyang dalam bahasa Portugis yaitu: feitoria,
fortaleza, igreja.Semboyang ini jika dalam arti harfianya dapat berbunyi:
kejayaan, perdagang, dan penyebaran agama Kristen Katolik. Menurut Prof. Dr.
Slamet Muljana bahwa kedatangan bangsa Portugis ke negara-negara timur yaitu
mencari pengalaman, mencari rezki, dan menyiarkan agama.
Namun yang paling utama dalam pelayaran ini adalah faktor perdagangan atau
dalam bahasa Prof. Dr. Slamet Muljana yaitu dorongan“mencari rezki”.
Dengan dorongan
ketiga faktor tersebut, mereka pun mulai melakukan perjalanan menyusuri pantai
barat Afrika ke selatan lalu membelok ke pantai timur Afrika menuju ke utara.
Di Mozambique dan Mombassa mereka bertemu dengan pedagang Muslim yang sejak
berabad-abad lamanya telah melakukan perdagangan antara kepulauan Indonesia,
Persia, dan Laut Merah. Dengan semangat perang salib mereka tidak bisa
mentolerir perdagangan itu. Oleh sebab itu timbul bentrokan-bentrokan dengan
pedagang Muslim. Bagi orang-orang Portugis, raja-raja di Asia yang bukan
beragama Islam menjadi kawan, tetapi tidak demikian dengan raja-raja atau pedagang
yang beragama Islam. Hal itu sering terjadi antara Portugis dengan raja-raja
yang beragama Islam atau armada-armada Portugis dengan armada-armada Islam.
Bangsa Portugis
memang mempunyai dendam sejarah dengan umat Islam. Bangsa Arab Islam pernah menguasai
Spanyol dan sebagian daratan Iberia-wilayah Portugis selama kurang lebih 8
abad. Pada
abad ke XI-XIII M terjadi penyerangan terhadap umat Islam yang ada di Baitul
Maqdis, peperangan ini di namakan Perang Salib karena tentara Kristen saat itu
menggunakan simbol Salib sebagai identitasnya, perang ini diserukan oleh Paus
Urbanus II, pemimpin Gereja Katolik di Roma.
Atas dasar
dendam sejarah yang terjadi pada Perang Salib, maka menjadi tugas suci bagi
setiap umat Kristen untuk menyiarkan agama Kristen ke wilayah-wilayah yang
belum mengenal agama mereka. Tujuan misionaris ini pula yang menjadi dorongan
bagi Portugis untuk melakukan pelayaran menuju negara-negara timur yang telah
dikuasai dan mendapat pengaruh sejak berabad-abad sebelumnya oleh pedagang-pedagang
Muslim.
Pada saat itu
yang menguasai dunia pelayaran adalah umat Islam yang merupakan musuh mereka,
apalagi bangsa Portugis sudah merasakan bagaimana mereka telah dikuasai yaitu
ketika umat Islam memperluas wilayah kekuasaannya di Spanyol yang juga masuk
dalam wilayah Portugis. Dengan dasar ini pula, bangsa Portugis meninggalkan
negara mereka untuk melakukan pelayaran, tujuannya yaitu untuk mengambil alih
perdagangan yang sudah berabad-abad lamanya telah di kuasai oleh umat Islam.
Keunggulan
bangsa Portugis dalam bidang teknologi pelayaran, di tunjang oleh pengetahuan
Geografi dan Astronomi, memungkinkan mereka meyebrangi samudra luas. Pada tahun
1488 M, Bartolomeuz Diaz sampai ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Pada tahun 1498, Vasco da Gama sampai di
Tanjung Harapan. Pada tahun 1511, ketika Portugis Menaklukkan Malaka yang
memberi peluang bagi terbukanya pintu memasuki daerah penghasil rempah-rempah
di Maluku yang selama ini berada di tangan para pedagang Muslim.
Untuk
merealiasasikan maksud dan tujuan kedatangannya yaitu menguasai lalulintas
perdagangan, maka Portugis pun mulai menyusun sistematika perdagangannya. Di
Malaka, setelah terjadi penaklukan atas kesultanan Malaka oleh Portugis, dengan
segera Portugis memperkuat pertahanannya dengan mendirikan benteng pertahanan.
Alfonso d’Albuquerque segera memerintahkan
membangun benteng A-Famosa di atas bukit di sebelah kiri sungai Malaka,
mengongkang ke laut luas. Dari tempat itu, orang dapat melihat apa yang terjadi
di sekitarnya. Benteng demikan itu tidak mudah direbut musuh secara mendadak.
Benteng tersebut sekaligus dijadikan pusat pemerintahan dan mempunyai lima
penjuru, di perlengkapi dengan garnisun tentara.
Penguasaan atas
kota pelabuhan Malaka memberikan kepuasan kepada orang-orang Portugis.
Cita-citanya untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di negara-negara timur
telah tercapai dengan menguasai pelabuhan Malaka. Demi keamanan Malaka dan
peningkatan perdagangan rempah-rempah yang sepenuhnya di kuasai oleh
orang-orang Portugis membuat perjanjian persahabatan dengan Siam dan Birma.
Perjanjian persahabatan itu terutama mengenai perlindungan kepada kapal
Portugis, untuk memuat rempah-rempah yang diangkut ke pelabuhan Lisabon. Semua
kapal dilengkapi dengan surat izin panglima perang Portugis di benteng Malaka
supaya diizinkan berlayar tanpa ada gangguan dari pihak manapun.
Perjanjian itu
secara tidak langsung memberi anjuran untuk menyerang kapal-kapal lain, terutama
milik pedagang-pedagang Arab dan Persia, yang menjual rempah-rempahnya kepada
pedagang Venesia. Demikianlah, perjanjian persahabatan yang dibuat oleh
orang-orang Portugis dengan Siam dan Birma itu merupakan pukulan langsung
kepada pedagang-pedagang Muslim disepanjang pantai dari Arab sampai India.
Pelabuhan Lisabon menjadi pusat rempah-rempah di Eropa. Keuntungan yang
diperoleh pun berlimpah-limpah.
Demikianlah, maka apa yang menjadi tujuan dan motivasi kedatangan Portugis di
negara-negara timur untuk menguasai perdagangan rempah-rempah setelah takludnya
Malaka praktis tercapai, semua pedagang yang keluar masuk pelabuhan Malaka
berada dibawah kendali Portugis.
C. Pendudukan Bangsa Portugis di Malaka
Orang-orang
Portugis mempunyai semangat perjuangan yang tinggi, memiliki perlengkapan
senjata yang lebih sempurna, dan terlatih dalam peperangan.
Kemenangan-kemenangan yang di raihnya dalam peperangan melawan
pedagang-pedagang Muslim semakin mempertebal semangat tempurnya, dan tidak
demikian dengan pasukan Kesultanan Malaka, mereka salah menerapkan strategi
perang. Kesempatan ini di pergunakan sebaik-baiknya oleh Portugis.
Akhirnya pada
tahun 1511 M, bangsa Portugis menduduki Malaka, pendudukan Portugis terhadap
Malaka melalui peperangan melawan penguasa Malaka yang ketika itu berkuasa
adalah Sultan Mahmud Syah berjalan sesuai apa yang direncanakan oleh Portugis.
Panglima perangyang bertanggung jawab dalam memimpin pendudukan Portugis di
Malaka pada saat itu adalah Alfonso d’Albuquerque, terkenal sebagai ahli siasat
ulung.Atas keahlian yang dimilikinya, Alfonso d’ Albuquerque dapat menguasai
Malaka.
Seperti telah di
paparkan sebelumnya, ketika Portugis telah menduduki Malaka, Alfonso d’Albuquerque
segera memerintahkan untuk membangun benteng pertahanan. Benteng tersebut juga
menjadi pusat pemerintahan Portugis. Adanya benteng yang dibangun oleh Portugis
jelas memberikan gambaran bahwa penaklukannya atas Malaka tidak sekedar misi
perdagangan semata, namun di balik itu ada tersimpan maksud untuk menguasai
Malaka secara praktis. Kita kembali melihat apa yang meyebabkan Portugis
berlayar sangat jauh dari tanah airnya, sudah kita ketahui bahwa pelayaran
Portugis menuju negara-negaratimur dilatar belakangi oleh tiga hal yaitu:
perdagangan, pengalaman, petualangan dan kejayaan, serta penyiaran agama
Katolik.
Untuk
mensukseskan tujuan pelayaran mereka, maka harus didukung persenjataan serta
pertahanan yang kuat pula, oleh sebab itu ketika Portugis telah menguasai
Malaka, dengan segera Alfonso d’Albuquerque memerintahkan untuk membangun
benteng pertahanan. Pembangunan benteng juga menjadi tamen bagi Malaka dari
serangan musuh-musuh Portugis yang merasa terganggu dengan jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis. Sudah tentu musuh-musuh Portugis adalah pedagang-pedagang
Muslim yang menjalankan perdagangannya dari Arab sampai Cina, juga raja-raja
Islam yang berkuasa disekitar Malaka. Di samping itu penduduk Malaka sendiri
yang merasa terganggu dengan kedatangan Portugis di Malaka, selain melakukan
perdagangan juga bertujuan untuk menyebarkan agama Katolik.
Jika
pedagang-pedagang Muslim masih melangsungkan perdagangannya di Nusantara,
apalagi pedagang-pedagang Muslim tidak mau menjual rempah-rempahnya kepada
Portugis, maka sudah tentu Portugis tidak merasa senan dengan kondisi demikian.
Untuk mengatasi kondisi yang di hadapi oleh Portugis, maka mereka tidak
segan-segan menggangu kedatangan pedagang-pedagang Muslim yang berlangsung
antara Malaka, India, sampai ke Laut Merah.
Pendudukan
Portugis di Malaka memang sangat tepat, mengingat keadaan geografis Malaka yang
sangat mendukung. Di Malaka kapal-kapal bertemu dan menunggu angin yang baik
untuk meneruskan perjalanannya atau kembali ke negeri asal, ketika Tome Pires
berada di Malaka, ia menggambarkan kondisi geografisnya dengan berbangga dan
mengatakan:
“Barang
siapa menguasai Malaka bisa mencekik Venesia. Sejauh Malaka, dan dari Malaka ke
Cina dan dari Cina ke Maluku, dan dari Maluku ke Jawa, dan dari Jawa ke Malaka
dan Sumatera, semuanya berada dalam kekuasaan kami.”
Kondisi
geografis Malaka seperti yang di gambarkan oleh Tome Pires sebenarnya sudah
berlangsung sejak lama. Untuk mempertahankan keuntungan yang melimpah ruah ke
tangan Portugis, maka langkah pertama yang dilakukan adalah membangun benteng
pertahanan seperti yang di jelaskan diatas, setelah itu melakukan hubungan
persahabatan dengan negara tetangga. Dan langkah ini pun di laksanakan oleh
Portugis dengan membuat perjanjian persahabatan dengan Siam dan Birma.
Pembuatan perjanjian ini untuk melindungi Portugis dari gangguan Siam yang
memang sejak Parameswara berkuasa di Malaka, Siam adalah musuh nyata yang
sering menyerang Malaka. Dengan dibuatnya perjanjian persahabatan antara
Portugis dan Siam serta Birma, maka Portugis merasa aman dalam menjalankan misi
perdagangannya dari Malaka ke pelabuhan Lisabon di negara asalnya.
Meskipun
motivasi awal bangsa Portugis berlayar menuju ke negara-negara timur yaitu
perdagangan dan petualangan juga penyebaran agama Katolik, namun ketika Malaka
telah jatuh ketangan Portugis, segi agama tidak begitu berperang penting lagi,
mereka lebih menitik beratkan pada misi perdagangan. Walaupun demikian, sebagai
akibat permusuhan-permusuhan yang dialami pedagang-pedagang Muslim yang
berlangsung antara Malaka dan Persia serta Laut Merah dan India. Kehadiran orang-orang
Portugis di Malaka merupakan suatu bahaya bagi perdagangan mereka. Sejak Malaka
jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511 M, pedagang-pedagang Muslim mulai
mencari pelabuhan-pelabuhan lain untuk mendapat lada dan rempah-rempah untuk
melanjutkan perdagangan mereka secara aman antara kepulauan Indonesia dan Laut
Merah.
Setelah Portugis
berhasil menduduki Malaka, orang-orang Portugis tidak tinggal diam,
pada akhir tahun 1511 M, pelayaran ke Kepulauan rempah-rempah di Indonesia
timur dirintis,
armada Portugis di bawah pimpinan De Abreu
berlayar menuju Maluku. Yang bertindak sebagai penujuk jalan ialah seorang
saudagar India, yang sudah biasa berlayar menuju Maluku untuk mengambil
rempah-rempah, pada pelayarannya menuju Maluku Portugis tidak menggangu
pedagang-pedagang lainnya, tujuannya hanya ingin mengenal jalur menuju
pelayaran dari Malaka sampai ke Maluku. Demikianlah pada pelayaran awal tahun
1511 M ke Maluku hanya merupakan pelayaran survei. Mereka tidak bermaksuk
mencari musuh baru, melainkan mencari sumber asli rempah-rempah, yang dalam
perdagangan akan memberikan keuntungan yang lebih besar lagi.
Sumber asli
rempah-rempah telah di ketahui, setiap kali dikehendaki, orang-orang Portugis
dapat berlayar sendiri tanpa penunjuk jalan. Ketika Portugis telah menemukan
jalur pelayaran dari Malaka ke Maluku sebagai sumber asli rempah-rempah yang
sejak kedatangan awalnya dari Portugis ke Afrika Selatan, dari Afrika Selatan
ke India, dan dari India ke Malaka, maka Portugis pun semakin berkuasa dalam
dunia pelayaran, karena apa yang telah di carinya yaitu menemukan sumber asli
rempah-rempah kini telah ditemukan.
BAB
III
SIKAP
PORTUGIS TERHADAP PEDAGANG MUSLIM DI MALAKA
A. Sikap
Politik Bangsa Portugis Untuk Menguasai Malaka
Ketika Portugis
menginjakkan kakinya di Malaka, melalui peperangan yang berujung pada
penaklukan Malaka pada tahun 1511 M. Secara praktis mereka menerapkan politik
kolonial sebagai sikap politik yang menjadi penyokong bertahannya pengaruh
Portugis di Malaka. Kata “koloni” berasal dari bahasa latin, “colonia” yang
artinya tanah, tanah pemukiman atau jajahan. Menurut catatan sejarah, sistem
koloni sudah muncul pada zaman Yunani Kuno. Para petani Yunani berpindah dari
negerinya yang tandus ke wilayah lain yang lebih subur. Tujuan mereka mengolah
tanah di daerah baru agar dapat meningkatkan taraf hidupnya menjadi layak. Dari
daerah yang baru itu, mereka masih tetap berhubungan dengan Negara asal
induknya. Bahkan negeri asalnya memandang bahwa daerah baru itu sebagai daerah
koloni dan setiap tahun masyarakat yang berada di daerah baru mempersembahkan
upeti kepada Negara induknya.
Kolonialisme
yang berkembang di Barat (Eropa) mendorong bangsa-bangsa Eropa mencari dan
memperluas wilayah kolonialnya. Indonesia yang kaya sumber alam menjadi rebutan
bangsa-bangsa Eropa untuk dijadikan wilayah koloninya. Dalam sejarah
perkembangan koloni, politik kolonial modern mulai tumbuh semarak sejak abad
ke-16. Cikal bakal politik kolonial modern adalah berbagai penemuan besar yang
dilakukan oleh para pedagang bangsa Barat (Eropa). Mereka haus dengan nama
besar, kejayaan dan kekayaan. Bangsa yang dapat disebut sebagai kolonialis
pertama adalah bangsa Portugis dan Spanyol.
Sikap politik
kolonial yang diterapkan oleh Portugis terlihat dari aktifitas perdagangan yang
berbeda dengan pedagang lainnya, jika kedatangan pedagang lainnya seperti
pedagang Arab, Persia, India, dan cina ke Malaka hanya didasari oleh semangat
perdagangan semata, dengan tidak menetapkan salah satu wilayah perdagangan
menjadi wilayah kekuasaanya. Itu pula yang menjadi alasan kenapa pedagang
Muslim mendapat tempat yang baik di hati penduduk pribumi yang sebelumnya belum
beragama Islam, karena pedagang Muslim menganggap penduduk pribumi sebagai
sahabat atau pun saudara, tidak mengangapnya sebagai lawan atau saingan dalam
perdaganganya.
Beda halnya dengan Portugis, misi
kedatangannya tidak sekedar misi perdagangan belaka, mereka berusaha menjadikan
wilayah strategis itu menjadi wilayah kekuasaanya, penguasaan bangsa Portugis
terhadap wilayah-wilayah strategis didasarkan pada minat Portugis yang sangat
haus dengan kejayaan dan kekuasaan. Ketika Portugis menakludkan Malaka, dengan
segera mereka mendirikan benteng pertahanan, untuk menyusun aktifitas
perdagangan dan juga pemerintahan di wilayah yang telah didudukinya untuk
kemudian menjadi basis kekuatan dalam memperluas daerah kekuasaan dan
pengaruhnya menuju wilayah-wilayah strategis lainnya yang dianggap dapat
memberikan keuntungan yang berlipat ganda.
Pembangunan
benteng pertahanan di daerah kekuasaan
Portugis seperti di Malaka misalnya, merupakan langkah awal dalam mengembangkan
kolonialisme yang mereka bawa dari negara asalnya. Tidak sampai disitu untuk
menancapkan pengaruh kolonialisme tersebut, Portugis kemudian mengangkat
Gubernur Jenderal sebagai kepala pemerintahan dan juga wakil dari raja Portugis
yang berkedudukan di daerah kekuasaanya, guna mengontrol sekaligus melindungi
misi perdagangan yang mereka bangun dengan harapan keuntungan yang berlipat
ganda.
Disamping itu,
untuk melindungi perjalanan dagang mereka, dibuatlah perjanjian persahabatan
antara negara-negara tetangga yang dianggap berpengaruh dan pantas dijadikan
sebagai kawan.Itu terlihat ketika Portugis menduduki Malaka, mereka kemudian
membuat perjajian persahabatan dengan Siam dan Birma.
Perlu kita ketahui bahwa raja-raja yang bukan beragama Islam menjadi kawan bagi
Portugis, beda halnya dengan raja-raja yang beragama Islam. Raja-raja tersebut
harus dilawan, kalau perlu dibumi hanguskan.
Kedatangan
Portugis di Malaka dengan politik kolonial yang diterapkannya membawa pengaruh yang
signifikan. Itu terlihat dari aktifitas perdagangan yang dulunya ramai dikunjungi
oleh pedagang Muslim.Namunketika Portugis bercokol di Malaka, aktifitas
perdagangan itu segera redup dan bahkan boleh di katakan tidak ada lagi
pedagang Muslim yang singgah di Malaka. Akibatnya, Malaka menjadi daerah
kungkungan Portugis, penguasaan atas pelabuhan Malaka dilakukan langsung oleh
orang Portugis sendiri di benteng A-Famosa.
Kebijakan
politik yang diterapkan Portugis terhadap Malaka, dengan mendirikan benteng
pertahanan serta pembuatan perjanjian persahabatan dengan Siam dan Birma.
Merupakan langkah yang tepat untuk meluaskan pengaruhnya dalam membendung
saingan dagang Portugis yaitu Pedagang Muslim. Ada alasan masa depan dengan
diterapkannya kebijakan tersebut, mengingat letak Malaka yang sangat strategis
dan merupakan pintu gerbang untuk berlayar menuju Kepulauan rempah-rempah.
Apabila Portugis tidak mendirikan benteng pertahanan di Malaka serta tidak
mengambil keputusan untuk membuat perjanjian persahabatan dengan Siam dan
Birma, maka apa yang Portugis impikan untuk menguasai Kepulauan rempah-rempah
di Maluku tidak bisa tercapai.
Ketika kebijakan
politik kolonial itu di terapkan oleh Portugis di Malaka dengan didirikannya
benteng A-Famosa sebagai pusat aktifitas perdagangan dan pemerintahan, didukung
oleh pembuatan perjanjian persahabatan dengan Siam dan Birma, Portugis dengan
mudah menjejaki Maluku sebagai Kepulauan rempah-rempah yang letaknya diarah
timur Malaka pada akhir tahun 1511 M.
Penjajahan
politik dan kebudayaan merupakan tindak lanjut dari usaha-usaha bangsa Barat
penjajah itu untuk mengamankan kebijakan ekonomi mereka. Tampaknya, mereka
menyadiri sepenuhnya bahwa untuk memelihara kebijaksanaan dansistem ekonomi,
penguasaan politik dan kebudayaan menjadi suatu keharusan. Penguasaan ekonomi
tidak dapat berlangsung dengan aman tanpa adanya dukungan politik dan
kebudayaan, demikian pula sebaliknya. Penguasaan politik adalah upaya untuk
mengendalikan seluruh kehidupan politik negara jajahan yang kadang-kadang
dengan menggunakan kekuatan senjata. Pada daerah-daerah yang dianggap
strategis, negara-negara penjajah membangun pangkalan-pangkalan militer dengan
tujuan menjamin keamanan kepentingan ekonominya.
B. Sikap Ekonomi Bangsa Portugis di Malaka
Sejak takludnya
Malaka di tangan Portugis tahun 1511 M, bangsa Portugis tidak tinggal diam,
diakhir tahun 1511 M mereka melanjutkan perlayarannya menuju arah timur
kepulauan rempah-rempah tepatnya di Maluku. Pelayaran kali ini dibawah pimpinan
De Abreu. Dalam pelayarannya kali ini ia singgah di Gresik dan kemudian
melanjutkan perjalanannya ke Maluku, yaitu ke pulau Banda. Pulau ini merupakan
tempat pengumpulan rempah-rempah Maluku. Di Banda Portugis membeli pala,
cengkeh, fuli. Rempah-rempah ini ditukar dengan bahan pakaian dari India.
Dengan demikian suasana perdagangan yang ramai timbul di pulau tersebut.
Pada awal
kedatangan Portugis di Maluku, mereka diterima dengan baik oleh penduduk
Maluku. Bagi orang-orang kepulauan Maluku sendiri, kedatangan kapal-kapal
dagang Portugis itu malah menggembirakan, karena harga rempah-rempahnya naik
akibat timbulnya saingan antara pembeli. Di antara pedagang yang membeli rempah-rempah
di Maluku selain Portugis adalah pedagang dari Tionghoa dan Jawa.
Pedagang-pedagang Tionghoa dan Jawa yang berasal dari pelabuhan-pelabuhan di
sepanjang pantai utara Jawa, tidak dapat lagi menjalankan perdagangan yang
telah lama di kuasainya, sejak kedatangan Portugis di Malaka.
Setelah selesai
mengadakan perdagangan ke Banda, kapal-kapal Portugis kembali ke Malaka. Akan
tetapi satu di antara kapal-kapal itu kehilangan arah, sehingga tiba di Hitu.
Awak kapal itu diterima dengan baik, dalam perang antara Hitu dan Seram mereka
memihak Hitu.
Seperti yang telah di bicarakan di atas mengenai sikap politik Portugis, itu
pula yang di perlihatkannya ketika salah satu kapal Portugis terdampar di Hitu.
Mereka memilih untuk memihak kepada Hitu dalam perang antara Hitu dan Seram,
karena mereka melihat ada peluang yang besar bagi Hitu untuk mensukseskan
pelayarannya antara Malaka dan Maluku.
Kapal Portugis
yang terdampar di Hitu selanjutnya menuju Ternate dan mereka mendapat sambutan
baik. Untuk beberapa lama perdagangan antara kedua pihak ini, yaitu Portugis
dan Ternate berjalan dengan tentram. Ternate meminta kepada pihak Portugis
untuk mendirikan suatu benteng di Ternate untuk melindungi diri dari
serangan-serangan musuh. Permohonan ini diterima dengan sangat baik oleh pihak
Portugis untuk mengajukan pula keinginan mereka, yaitu monopoli perdagangan
cengkeh. Keinginan ini kemudian dituangkan ke dalam suatu perjanjian.
Sikap Portugis
dalam kebijakan ekonomi untuk menguasai perdagangan rempah-rempah dengan monopoli
dagangnya,kini terbuka lebar berkat di buatnya perjanjian antara Ternate dengan
Portugis. Pembuatan perjanjian tersebut dengan menggunakan kesempatan yang
ditawarkan oleh Ternate untuk membangun benteng pertahanan, merupakan satu
langkah mensukseskan niat Portugis untuk menguasai perdagangan rempah-rempah
yang telah lama di kuasai oleh orang-orang Tionghoa dan Jawa sejak beberapa
abad sebelumnya.
Penguasaan ini
dimaksudkan agar Portugis dalam menjalankan perdagangannya antara Malaka dan
Maluku serta antara Malaka dan pelabuhan Lisabon, (salah satu kota di Portugis)
berjalan lancar, tampa ada hambatan dari pihak manapun. Dengan adanya
perjanjian ini, mulailah masuk pengaruh-pengaruh baru yang membawa
bermacam-macam akibat. Rakyat Ternate merasa tertekan, karena tidak ada lagi
persaingan yang bebas. Mereka harus menjual rempah-rempah mereka dengan harga
yang sangat rendah kepada Portugis. Karena hubungan yang merugikan itu maka
timbul perang. Orang Portugis yang baru dikenal sebagai sahabat berubah menjadi
pemeras dan musuh.
Keadaan itu
tidak menyurutkan niat Portugis untuk menghentikan monopoli dagangnya. Siapa
saja yang dirasa mengganggu berjalannya aktifitas perdagangan Portugis dihadapi
dengan senjata, begitu pula ketika masuknya Spanyol di Maluku pada tahun 1521 M
atau 1527 M
untuk mengadakan perdagangan, namun kedatangan Spanyol di Maluku tidak membuat
senan bangsa Portugis, karena mereka tidak mau mendapat saingan yang menggangu
sistem monopoli yang di terapkan Portugis di Maluku.
Perebutan dagang
rempah-rempah antara orang-orang Portugis
dan Spanyol tidak dapat dielakkan. Akhirnya, peperangan antara kedua
golongan kaum pendatang pun meledak. Pedagang-pedagang Spanyol berhasil pergi
dari kepulauan Maluku.
Karena adanya perjanjian yang mengikat antara Spanyol dan Portugis yaitu perjanjian
Saragosa yang isinya : keturunan Portugis disebelah barat garis Saragosa dan
Spanyol di sebelah timur garis Saragosa. Sejak itu, orang-orang Portugis mulai
membangun gudang-gudang yang dikelilingi tembok untuk menyimpan rempah-rempah
yang diborong dari penduduk. Dengan jalan demikian, pedagang-pedagang lain yang
ingin ikut membeli rempah-rempah langsung dari penduduk, tidak mendapat
kesempatan. Monopoli dagang rempah-rempah dikuasai sepenuhnya oleh orang-orang
Portugis.
Pada awal masa
kedatangan bangsa Portugis dengan tiga tujuan motivasi, namun ketika mereka
telah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dengan sendirinya dua dari tiga
motivasi tersebut yaitu motivasi penyebaran agama dan petualangan tampak dalam
garis yang samar-samar, dan hanya motivasi ekonomi saja yang mendominasi ruang
geraknya dalam pelayaran-pelayaran yang mereka lakukan.
Hal itu yang membuat bangsa Portugis untuk memperluas pengaruhnya di seluruh
wilayah Nusantara.
Setelah mendapat
tempat untuk menetap di Maluku dan Malaka orang-orang Portugis berusaha
mendapat tempat lagi di Sumatera yang merupakan daerah yang kaya akan produksi
lada. Mereka tidak berhasil menanamkan kekayaan di Sumatera, karena kerajaan
Aceh begitu kuat mengontrol semua daerah pengaruhnya pada kerajaan-kerajaan
yang terletak di sebelah selatan Sumatera. Di jawa orang-orang Portugis hanya
diterima dengan baik di Pasuruan dan Blambangan. Daerah-daerah lain telah
berada dibawah pengaruh Demak, yang tidak begitu menyenagi orang-orang
Portugis, setelah pengalaman-pengalaman mereka dengan orang-orang Portugis pada
tahun 1513 M. Di daerah Jawa Barat untuk waktu singkat mereka diterima dengan
baik.
Di tempat-tempat
lain di kepulauan Indonesia di mana mereka berhasil menetap adalah Timor saja.
Kehadiran mereka di Ternate untuk beberapa waktu hanya dimungkinkan karena
pertentangan-pertentangan yang sering timbul antara Ternate dan Tidore.
Meskipun demikian, karena kehadirannya merugikan rakyat Ternate, timbul suatu
pemborontakan pada tahun 1533. Pemborontakan ini dikenal sebagai Moluccan
Vampire (binatang malam) Antonio Golvao yang menjadi gubernur Portugis di
Maluku antara 1536-1540 M berhasil meredakan situasi.
Karena perdagangan
cengkeh kemudian lebih berkembang di
Hitu orang-orang Portugis menuju Hitu pula. Akan tetapi karena terkenal
melakukan sistem monopoli ternyata mereka tidak di senangi. Di samping faktor
ekonomi yang membuat mereka tidak simpati, faktor agama pun memegang peranan.
Seperti diketahui daerah Hitu telah memeluk agama Islam. Suatu bentrokan tak
terhindar yang mengakibatkan jatuhnya korban. Orang-orang Portugis terpaksa
meninggalkan Ambon dan pindah ke Lei Timor. Sikap Hitu yang tidak mau
berhubungan dengan orang-orang Portugis mendorong mereka untuk menggangu
perdagangan orang-orang Hitu dengan Jawa dan orang Makassar. Sekitar tahun 1537
armada dagang yang datang ke Hitu dirusak orang-orang Portugis.
Keadaan makin
memburuk bagi orang-orang Portugis karena tindakan-tindakan mereka di Ternate,
di mana mereka memaksakan kekuasaannya baik terhadap Ternate, Tidore, maupun
Jailolo. Seperti telah di ketahui di samping faktor ekonomi, faktor agama bagi
orang Portugis juga memainkan peranan penting sehingga terkadang tidak dapat
dipisahkan. Ekspansi ekonomi, tidak jarang berkaitan dengan ekspansi agama. Hal
ini dirasakan di Ternate dan Tidore, di mana penduduk merasa, bahwa dengan
menerima agama baru ini, berarti menerima atau mengakui kekuasaan asing yang
begitu merugikan baginya. Memang bila ditinjau dari sudut pandang agama
orang-orang Portugis, daerah yang seagama dengan mereka merupakan jaminan
perlindungan bagi mereka terhadap orang-orang yang beragama Islam.Dengan
demikian kondisi ini yang menghilangkan popularitas bangsa Portugis di Maluku
dan bahkan seluruh Nusantara kecuali daerah Nusatenggara yaitu Timor.
C. Sikap Permusuhan Bangsa Potugis
Terhadap Pedagang Muslim di Malaka
Sejak kedatangan
ekspedisi yang dipimpin oleh Vasco da Gama yang kemudian berlabuh di Afrika
timur sebelum melanjutkan pelayarannya ke
India. Dan mendapati bahwa yang menguasai perdagangan saat itu adalah
pedagang Muslim, maka ia pun tidak mentolerir perdagangan tersebut yang
disaksikannya sendiri, dengan semangat Perang Salib mereka kemudian menggangu
pelayaran pedagang Muslim yang sudah sejak lama telah menguasai jalur pelayaran
tersebut.
Di india ketika
armada Portugis dibawah pimpinan Vasco da Gama berlabuh pada tahun 1489 M,
Vasco da Gama melakukan hubungan dengan Zamorin seorang raja Hindu di India.
Namun Zamorin tidak menerimanya karena kecewa atas hadiah yang di berikan Vasco
da Gama kepadanya yang harganya sangat murah. Untuk kedua kalinya Vasco da Gama
berlabuh di India pada tahun 1502 M, pada kedatanganya kali ini tingkah laku Vasco da Gama dalam ekspedisi ini
betul-betul ganas. Di luar perairan pantai India dia merampas sebuah kapal Arab
yang sedang lewat dan sesudah memindahkan muatannya tampa memindahkan
penumpangnya, kemudian Vasco da Gama memerintahkan untuk membakar kapal itu di
tengah laut. Kesemua penumpang yang ada di atas kapal, termasuk wanita dan
anak-anak musnah.
Ketika dia
sampai di Calicut Vasco da Gama dengan congkak minta agar Zamorin menghalau
semua pedagang Muslim dari pelabuhan. Ketika Zamorin bimbang, Vasco da Gama
menangkapnya dan membunuhnya, dan menyisihkan 37 pelaut-pelaut India kemudian
Vasco da Gama membakar pelabuhan tersebut beserta 37 pelaut yang telah
disisakannya. Vasco da Gama murka, karena tak berdaya orang-orang Zamorin
mengabulkan permintaan Vasco da Gama.Sikap
Vasco da Gama terhadap pedagang Muslim diwarisi oleh penerusnya.
Pada tahun 1509
M kapal-kapal Portugis sampai di Malaka dibawah pimpinan Diego Lopez de
Sequeira. Perdana Menteri pun menyambutnya dengan hangat. Kemudian Sultan dan
rakyat memberikan peringatan atas tindakan-tindakan pimpinan Portugis tersebut
atas tindakannya yang tidak bersahabat dengan pedagang-pedagang lainnya. Ia pun
tunduk dengan keinginan rakyat. Namun ia membuat kesalahan lain dengan mencoba
memungut upeti, sehingga kaum Muslim menyerang orang-orang Portugis. Sebagian
diantara mereka melarikan diri, namun sebagian lagi menjadi tawanan.
Pada saat
Alfonso d’Albuquerque mendarat di pelabuhan Malaka pada tahun 1511 M, secara
tiba-tiba Alfonso d’Albuquerque menyerang pelabuhan Malaka. Kapal-kapal dagang
orang Gujarat yang sedang berlabuh di Malaka kemudian dibakar. Mereka menuduh
bahwa pedagang-pedagang Gujarat itu telah bersekongkol dengan Sultan Malaka.
Meskipun tuduhan itu tidak benar, namun karena pedagang Gujarat itu adalah
termasuk pedagang Muslim, sementara mereka menganggap pedagang Muslim sebagai
musuh yang harus dilenyapkan.Maka tanpa pikir panjang Alfonso d’Albuquerque melemparkan tuduhan
kepada pedagang Gujarat yang didapatinya sedang berlabuh di pelabuhan Malaka
untuk melindungi dirinya dari tindak kesewenang-wenanganya terhadap pedagang
Muslim.
Setelah
peperangan yang dahsyat, Portugis dibawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque dapat
menguasai Malaka, ketika Malaka telah berhasil dikuasainya Alfonso
d’Albuquerque berpidato dihadapan pasukannya dengan mengatakan:
“Jika kita mampu mengusir
orang-orang Arab dari negeri ini berarti kita benar-benar telah menunaikan
ibadah kepada Allah karena ajaran-ajaran Muhammad akan padam selama-lamanya.
Saya yakin jika kita dapat menguasai daerah ini maka Mekah dan Mesir akan
menjadi daerah yang kering, sepi dari para penduduk.”
Lalu ia
menyampaikan kepada rajanya tentang keberhasilan usahanya bahwa jalan ke Mekah
telah terputus, semua orang Arab telah terbunuh, dan rajanya telah kabur.
Setiap kali orang-orang Portugis menguasai suatu negeri, mereka memperbudak
penduduknya dan menyebarkan agama Kristen. Penyebar agama Kristen di Malaka
adalah St. Francis Ravier pada tahun 1545 M, 1550 M, dan 1553 M. Ia menjadikan
gereja Malaka sebagai pusat penyebaran agama Kristen di Asia Tenggara.
Kedatangan
bangsa Portugis ke negara-negara timur khususnya Malaka tidak lepas dari trauma
Perang Salib. Dipandang dari sudut pandang ini bangsa Portugis dengan sikap
religiusnya melihat setiap orang Muslim sebagai orang Moro, sebagai saingan
baik dalam bidang politik maupun bidang agama.Itu
terlihat dari setiap kebijakan yang diterapkan oleh Portugis di Malaka, ketika
Portugis sudah bercokol di Malaka, lalu kemudian Portugis membuat perjanjian
persahabatan dengan Siam dan Birma, perjanjian persahabatan itu terutama
mengenai perjanjian lalulintas kapal dagang Portugis, yang memuat rempah-rempah
untuk diangkut ke pelabuhan Lisabon, pelabuhan utama kerajaan Portugis.
Semua kapal
dilengkapi dengan surat panglima perang Portugis di benteng Malaka supaya
diizinkan berlayar bebas dari segala gangguan. Perjanjian itu secara tidak
langsung memberikan anjuran untuk menyerang kapal-kapal lain, terutama milik
pedagang Muslim yang menjual rempah-rempahnya kepada pedagang Venesia.
Perjanjian persahabatan yang dibuat oleh orang-orang Portugis dengan Siam dan
Birma merupakan pukulan langsung kepada pedagang Muslim di sepanjang pantai
dari Malaka sampai Arab.
Kebijakan-kebijakan
yang diterapkan oleh Portugis di Malaka merupakan pukulan kepada pedagang
Muslim yang sudah sejak lama berdagang di Malaka. Sikap permusuhan bangsa
Portugis kepada pedagang-pedagang Muslim merupakan dendam sejarah yang masih
dipeliharannya sejak berabad-abad lamanya, bermula ketika terjadinya Perang
Salib di Baitul Maqdis, Palestina. Disamping itu mereka melihat peluang yang
besar jika pedagang Muslim tidak lagi menguasai perdagangan kala itu.
Persaingan Portugis yang tidak sehat tersebut merupakan gambaran dari politik
perdagangannya yang mereka terapkan, politik perdagangan itu adalah politik
kolonial.
Melihat
kebijakan politik dan ekonomi bangsa Portugis, sudah tentu pedagang-pedagang
Muslim merasa terganggu dengan sikap bangsa Portugis yang menganggap
pedagang-pedagang Muslim adalah musuh bagi Portugis dan perlu dilenyapkan,
untuk melancarkan proses perdagangan pedagang-pedagang Muslim antara kepulauan
Indonesia dan Laut Merah, sejak takludnya Malaka tahun 1511 M,
pedagang-pedagang Muslim mulai mencari pelabuhan-pelabuhan lain dan jalan lain
untuk mendapatkan rempah-rempah.
BAB
IV
DAMPAK
PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA
A. Munculnya Pelabuhan-Pelabuhan Baru
untuk Menggantikan Posisi Malaka
Pelabuhan
merupakan lalulintas yang menghubungkan antara lautan dan daratan, sejauh kapal
berlayar, kelak ia masuk ke pelabuhan. Tetapi pelabuhan yang satu berbeda
dengan pelabuhan lain. Ramai tidaknya pelabuhan tergantung dari berbagai faktor,
diantaranya yang paling penting sekali ialah faktor ekologi. Pelabuhan bukan
asal tempat berlabuh saja, tetapi tempat dimana kapal dapat berlabuh dengan
aman, terlindung dari ombak besar, angin dan arus yang kuat.
Pelabuhan harus
mempunyai daya penarik yang besar bagi kapal-kapal dari luar, misalnya pasar
yang ramai dimana hasil hutan dari pedalaman diperdagangkan dan dimana bahan
makanan dan air minum disediakan untuk komsumsi di kapal. Ada korelasi erat
antara besarnya volume perdagangan (termasuk persediaan bahan makanan) dan
frekuensi kunjungan serta jumlah kapal yang singgah di pelabuhan.
Kedudukan
pelabuhan pada sebuah kerajaan memberikan dampak positif terhadap perkembangan
sebuah kerajaan, baik dari segi politik terutama dari segi ekonomi. Hal itu
terlihat pada kedudukan Malaka sebagai kota pelabuhan internasional di
zamannya, awalnya Malaka bukanlah kota yang terkenal. Pada masa Marco Polo
datang dan singgah di Sumatera pada tahun 1292 M, Malaka tidak disinggung dalam
pelayarannya tersebut, begitu pula ketika Ibn Batutah berkunjung ke Samudera
Pasai dalam pelayarannya menuju Tionghoa pada tahun 1345 M, Ibn Batutah sama
sekali tidak menyebut adanya pelabuhan di Semenanjung. Baru pada tahun 1405 M
Malaka dibangun menjadi kota pelabuhan oleh Parameswara.
Ketika Malaka
mengalami kemajuan, berkat letak geografisnya yang sangat mendukung, banyak
pedagang-pedagang asing yang singgah ke Malaka untuk berdagang. Posisi Malaka
saat itu merupakan pintu gerbang pelayaran dari Arab ke Tionghoa, begitu pula
dari Arab menuju Nusantara atau dari Tionghoa ke Nusantara. Letak itu
mengantarkan Malaka sebagai pelabuhan transito. Dalam kondisi geografis yang
mendukung tersebut, banyak pedagang Muslim yang tinggal di Malaka, disamping
berdagang mereka juga menjadi penyiar agama Islam. Pada saat itu kedudukan
Malaka telah berubah menjadi kerajaan Islam.
Kedudukan Malaka
bukan hanya menjadi pusat perdagangan namun lebih dari itu, Malaka menjadi
pusat dakwah Islam. Para Ulama menjadikan Malaka sebagai pusat penyiaran agama
Islam, kondisi ini berubah ketika Portugis menguasai Malaka pada tahun 1511 M.
Telah diketahui bahwa Portugis memilih sikap untuk memusuhi Islam, pada kondisi
ini kedudukan Malaka sebagai pusat penyiaran Islam kemudian surut dan
Ulama-Ulama yang tinggal di Malaka kemudian mencari tempat yang aman untuk
melakukan Islamisasi. Terutama Sumatera dan Jawa dipilih menjadi tempat yang
aman untuk kembali menata kehidupan Islamisasi di Nusantara. Berikut ini
kota-kota pelabuhan yang menggantikan posisi pelabuhan Malaka sebagai pusat
perdagangan dan juga pusat Islamisasi di Nusantara:
a)
Pelabuhan Banda Aceh
Pada
umumnya kerajaan Islam di Nusantara adalah kerajaan Maritim, lahirnya sebuah
pelabuhan tidak lepas dari kelahiran sebuah kerajaan. Begitu pula munculnya
pelabuhan Banda Aceh tidak lepas dari munculnya kerajaan Aceh Darussalam.
Ketika
orang-orang Portugis mulai datang ke Malaka pada permulaan abad ke-XVI M,
status politik Aceh masih merupakan kerajaan taklukkan dari kerajaan yang ada
di Sumatera Utara pula yaitu Pidie, akan tetapi Aceh melepaskan diri dari
pengaruh kekuasaan pidie, berkat seorang tokoh yang kuat menjadi penguasa Aceh
pada waktu itu. Sultan Ali Mughayat Syah yang memerintah tahun 1514-1528 M
adalah penguasa Aceh yang berhasil melepaskan Aceh dari Pidie. Ialah yang
menjadi pendiri Aceh.
Kemajuan
Aceh waktu itu sangat terpengaruh oleh kemunduran kerajaan Malaka yang
mengalami pendudukan orang-orang Portugis pada tahun 1511 M.Ketika
itu pedagang-pedagang Muslim mengalami permusuhan dengan orang-orang Portugis,
mereka mulai mencari pelabuhan-pelabuhan yang aman untuk melanjutkan
perdagangan mereka. Di Sumatera utara mulai berkembang kerajaan Aceh yang
didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1514 M, kesempatan ini
dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh pedagang-pedagang Muslim yang mendapat
permusuhan dari orang-orang Portugis yang telah menduduki pelabuhan Malaka
sebagai pintu gerbang untuk memasuki kepulauan Nusantara.
Karena
letak Aceh berada di sebelah utara barat laut pulau Sumatera, letak ini
menjadikan Aceh sangat strategis untuk dijadikan bandar pelabuhan yang
mengantikan kedudukan Malaka sebagai pintu yang aman menuju wilayah lainnya di
kepulauan Nusantara.Untuk mendekati pelabuhan Banda Aceh banyak kesukaran yang
harus diatasi, akan tetapi sebagai pusat perdagangan di bagian Utara Sumatera.
Walaupun dengan susah payah perahu dan kapal berusaha datang ke pelabuhannya,
apalagi pada saat itu Malaka telah di kuasai oleh Portugis.
Pelabuhan
Banda Aceh terletak di teluk Aceh, untuk masuk ke pelabuhan itu ada tiga alur
sebagai pintu masuk ke teluk Aceh yang terlindung oleh pulau-pulau Waih,
Breueh, dan Bunta. Alur pertama terkenal sebagai alur Surate karena kapal-kapal
yang berlayar ke Gujarat memakai jalan ini, yang kedua diberi nama alur Benggal
karena melalui alaur ini kapal berangkat menuju Benggala dan pantai Timur
India. Sumber kita tidak menyebut nama yang ketiga yang khusus digunakan oleh
kapal yang berlayar ke arah Malaka dan negeri dibawah angin yang terletak
diarah Timur Sumatera. Pengetahuan mengenai alur ini amat penting kalau tidak,
kapal bisa kandas pada karang yang terdapat didekat pulau Waih.
Dari
pelabuhan Banda Aceh inilah, kapal-kapal para pedagang Muslim menyusuri pantai
selatan atau pantai utara pulau Sumatera menuju arah timur yaitu pulau Jawa
yang letaknya berdekatan dengan pulau Sumatera tersebut.
b)
Pelabuhan Banten
Seperti kerajaan
Islam lainnya, kerajaan Banten juga merupakan kerajaan maritim. Karena letaknya
yang strategis, sejak sebelum zaman Islam, dibawah kekuasaan raja-raja Pasundan
Banten sudah menjadi kota yang agak berarti. Dalam buku Pasundan kuno yakni Carita
Parahyangan, disebut nama Wahanten Girang: nama ini dapat di hubungkan
dengan Banten. Pada tahun 1524 atau 1525 Nurullah dari Pasai, yang kelak
menjadi Sunan Gunun Jati, berlayar dari Demak ke Banten, untuk meletakkan dasar
bagi pengembangan agama Islam dan bagi perdagangan orang Islam.
Sebelum
Banten berdiri sebagai kesultanan, wilayah ini termasuk bagian Kerajaan Sunda
Pajajaran atau kerajaan Pasundan yang beragama Hindu. Pada awal abad ke-XVI M,
yang berkuasa di Banten adalah Prabu Puncuk Umum dengan pusat pemerintahan kadipaten
di Banten Giring. Adapun daerah Surasowan hanya berfungsi sebagai kota
pelabuhan. Menurut berita Joade Barros (1516 M), wartawan Portugis, diantara
pelabuhan yang tersebar di wilayah Pajajaran. Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten
merupakan dua pelabuhan terbesar yang dikunjungi para saudagar dalam negeri.
Dari sanalah sebagian besar lada dan hasil negeri lainnya diekspor. Di duga
berdirinya pelabuhan Banten, sudah lama berdiri sebagai pelabuhan yang
menghubungkan antara ujung barat Nusantara dan timur Nusantara sebelum Joade
Barros datang ke Banten pada tahun 1516 M.
Dugaan
ini berdasarkan pada letaknya yang berada di pesisir barat Selat Sunda, dan
merupakan pintu gerbang yang menghubungkan Sumatera dan Jawa. Sementara di
ketahui bahwa pelayaran telah berlangsung sejak beberapa abad lamanya. Namun
pelabuhan Banten yang saat itu bernama Surasowan dibawah kekuasaan kerajaan
Sunda Pajajaran belum seramai ketika pelabuhan Banten berada dibawah kekuasaan
kesultanan Banten, mengingat posisi Malaka sebagai pelabuhan internasional
merangkap pelabuhan transito belum diduduki oleh Portugis, sehingga pedagang
asing tidak perlu menjemput barang dagangan yang didagangkan di pelabuhan
Surasowan, lagi pula kedudukan Surasowan hanya pelabuhan saja, bukan sebagai
pusat pemerintahan.
Posisi
Banten yang sangat strategis ini menarik perhatian Demak untuk menguasainya. Di
tahun 1525-1526 M pasukan Demak bersama Sunan Gunung Jati berhasil menguasai
Banten. Pada saat Banten sudah di kuasai oleh Demak, pusat pemerintahan yang
semula berkedudukan di Banten Giring kemudian dipindahkan ke Surasowan.
Pemindahan pusat pemerintahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara
pesisir melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Hal itu berkaitan pula dengan
situasi Asia Tenggara kala itu. Perlu diingat, Malaka telah dikuasai oleh
Portugis, sehingga pedagang yang enggan berhubungan dengan Portugis mengalihkan
niaga ke Selat Sunda.
Dengan
terbukanya rute antara ujung utara barat laut pulau Sumatera yaitu pelabuhan Banda
Aceh dengan pelabuhan Banten di selat sunda, yang letaknya diujung barat pulau
Jawa. Maka pedagang-pedagang Muslim yang mendapat gangguan dari Portugis yang
telah menguasai Malaka, setelah menemukan rute pelayaran tersebut.
Pedagang-pedagang Muslim kembali menemukan tempat yang aman untuk
berdagangsekaligus tempat yang strategis untuk melanjutkan Islamisasi yang
lebih luas lagi ke seluruh wilayah Nusantara.
B. Strategi
Dakwah Pedagang Muslimin di Nusantara
Di
Indonesia pada masa kedatangan dan penyebaran Islam terdapat aneka ragam suku
bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi dan sosial-budaya. Suku
bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman dilihat dari
sudut antropologi-budaya belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa
dan budaya dari luar, seperti India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial,
ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang
mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir lebih-lebih di
kota-kota pelabuhan, menunjukan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih
berkembang yang disebabkan percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Pada
1511 M, ditandai jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, terjadi kegoncangan dalam
dunia perdagangan khususnya pedagang Islam. Portugis yang menguasai Malaka
sebagai pintu gerbang perdagangan memilih untuk mengambil sikap memusuhi Islam,
maka dengan itu pedagang Islam mencari tempat yang aman untuk berdagang.
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa di pesisir Sumatera dan Jawa pada awal
abad ke-XVI M sesudah jatuhnya Malaka, banyak kota pelabuhan yang menggantikan
kedudukan Malaka. Di Sumatera berdiri kerajaan Aceh Darussalam sebagai kerajaan
Islam maritim yang mengambil alih kedudukan Malaka sebagai pintu masuk ke
Nusantara. Begitu pula di Jawa berdiri kerajaan Banten yang letaknya sangat
strategis di ujung barat Selat Sunda yang menghubungkan antara pulau Sumatera
dan pulau Jawa.
Kedudukan
kota pelabuhan yang strategis tersebut mengundang datangnya para pedagang asing
seperi Arab, India, Persia, dan Tionghoa. Kedatangan pedagang tersebut yang
kebanyakan mereka adalah pedagang Muslim memberi dampak positif dalam
penyebaran Islam di Nusantara. Sesuai dengan kedatangan Islam melalui jalur perdagangan maka
pembawa-pembawanya ialah pedagang juga. Golongan pedagang Muslim berbeda dari
pada golongan pedagang yang beragama Hindu. Pada agama Hindu hanyalah golongan
Brahmana atau Pendeta yang melakukan kegiatan-kegiatan upacara keagamaan dan membaca
buku-buku suci, serta merekalah yang menyebarkan budaya Hindu itu. Jadi para
pedagang Hindu tidak berperan dalam menyebarkan Agama. Kecuali itu dalam agam
Islam tidak dikenal kharisma yang magis seperti pada Agama Kristen Katolik,
yang dikenal adalah masyarakat misi dalam pengerian Kristen Kuno. Oleh karena
itu pengluasannya dan sifat misi pada agama Islam ialah bahwa setiap Muslim
adalah penda’wa agama. Karena itulah pedagang-pedagang Muslim merupakan tokoh
misi yang umum sekali di negeri-negeri asing.
Konsep
dakwah dalam Islam adalah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, yaitu mengajak
kepada kebaikan dan mencegah untuk berbuat kemungkaran. Konsep dakwah inilah
yang membuat Islam mudah tersebar dan di terima oleh Masyarakat pribumi di
Nusantara. Dalam konsep dakwah Islam, siapa saja bisa menyampaikan dakwah,
malah menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk menyampaikan agama Islam tersebut
kepada manusia pada umumnya. Disamping itu menurut ajaran Islam, Islam datang
bukan hanya untuk orang Islam itu sendiri melainkan seluruh umat Manusia. oleh
sebab itu kedatangan pedagang Muslim yang membawa sifat Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar tersebut mengundang masyarakat setempat untuk mengetahui Islam
secara mendalam. Berikut strategi dakwah yang di terapkan oleh pedagang Muslim
dalam menyebarkan Islam di Nusantara:
a)
Perdagangan
Dalam hubungan perdagangan di Indonesia, para
pelaksana perdagangan sebagian besar adalah orang-orang dari golongan bawah
atau non-elite. J.C. Van Leur berpendapat bahwa sebagian besar dari para
pedagang yang berdatangan dari satu tempat ke tempat lainnya, termasuk golongan
masyarakat bawah. Merekalah yang bercampur dengan para pedagang dari berbagai
negeri. Para pedagang yang berasal dari golongan bawah bercampur dengan para
pedagang Muslim dan lambat laun menerima agama Islam.
Dari
pembauran antara pedagang Muslim dan masyarakat biasa yang menjalankan
perdagangan penguasanya, mendapat informasi tentang berkuasanya seorang raja
yang berpengaruh. Melihat kontak dakwah antara pedagangan Muslim dengan
masyarakat biasa tidak memperlihatkan perkembangan dakwah yang sikinfikan. Maka
pedagang Muslim tersebut mendatangi raja-raja yang berpengaruh untuk kemudian
diajak memeluk Islam.
Melihat
tawaran dari pedagang Muslim kepada raja-raja setempat yang merupakan pemilik
modal dalam perdagangan, merasa perlu untuk menerima ajakan tersebut, karena
disamping bisa menunjang kemajuan perdagangannya. Para pedagang Muslim juga
memperlihatkan hubungan persahabatan yang kuat baik kepada raja-raja maupun
kepada masyarakat biasa. Itu terlihat dalam praktek perdagangannya yang tidak
memperlihatkan praktek kecurangan.
Penerimaan
Islam melalui golongan raja-raja atau bangsawan memungkinkan proses Islamisasi
lebih cepat daripada melalui golongan bawah, masyarakat Indonesia menganggap
rajanya atau golongan bangsawan kharismatis. Agama Islam tidak mengenal
anggapan itu.
Oleh sebab itu tepat sekali jika pedagang Muslim mendekati para penguasa untuk
mendukung berjalannya Islamisasi secara lancar.
b)
Perkawinan
Perkawinan adalah merupakan ikatan lahir-batin,
tempat mencari kedamaian diantara kedua individu. Kedua individu yaitu
suami-istri membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal
ini berarti membentuk inti masyarakat Muslim. Kemudian dari perkawinan itu
membentuk pertalian kekerabatan yang lebih besar diantara keluraga pihak
laki-laki dan kelurga pihak wanita.
Islamisasi
melalui perkawinan itu lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara
saudagar, ulama, atau golongan lain, dengan anak bangsawan atau anak raja atau
adipati. Lebih menguntungkan karena status sosial ekonomi, terutama politik
raja-raja, adipati-adipati, dan bangsawan-bangsawan pada waktu itu turut
mempercepat proses Islamisasi.
Hubungan
perkawinan tersebut dalam memperlancar Islamisasi sangat menguntungkan. Karena
pedagang-pedagang Muslim disamping kaya juga memiliki karakter yang berbeda
dengan pedagang-pedagang lainnya, sehingga anak bangsawan atau raja merasa
tertarik kepada pedagang-pedagang Muslim. Bahkan para penguasa itu sendiri yang
mengharapkan terlaksananya hubungan pernikahan antara pedagang Muslim dengan anak
atau keluarga mereka, karena diharapkan dari perkawinan itu melahirkan
keturunan yang baik seperti orang tua mereka, juga diharapkan semakin lancarnya
proses perdagangan antara kedua pihak. Disamping itu para pedagang Muslim dalam
perjalanan perdagangannya tidak memiliki istri, maka dengan itu sangat tepat
untuk memperistri Wanita pribumi terutama anak para pembesar setempat. Dari
perkawinan ini kemudian membentuk masyarakat baru dalam masyarakat Nusantara.
c)
Pendidikan
Ketika Islam telah dikenal banyak oleh masyarakat
Pribumi, maka diperlukan adanya lembanga pendidikan. Fungsi lembanga pendidikan
ini merupakan sebagai wadah untuk menanamkan Islam kepada masyarakat Pribumi
yang telah memeluk Islam. Disamping itu juga menjadi sarana untuk menyebarkan
Islam ke pelosok-pelosok Nusantara, karena Santri yang telah dinyatakan tamat
oleh Guru-Guru mereka diizinkan untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat
asal Santri tersebut. Maka kehadiran lembanga pendidikan yang kemudian bernama
Pesantren itu menjadi tempat kajian keislaman.
Pada
masa pertumbuhan Islam di Jawa, kita mengenal Sunan Ampel atau Raden Rahmat
yang mendirikan Pesantren di Ampel Denta, Surabaya. Sunan Giri terkenal dengan
pesantrenya sampai daerah Maluku. Orang-orang dari daerah itu, terutama Hitu,
berguru kepada Sunan Giri; bahkan beberapa Kiai yang berasal dari Giri diundang
ke Maluku untuk menjadi guru agama. Mereka ada yang dijadikan Khatib, Modin,
Kadi dalam masyarakat Maluku, dengan upah cengkeh.
Peran
pesantren dalam menyebarkan Islam sangat tepat pula dalam situasi perdagangan
antar pulau di Nusantara. kedatangan pedagang-pedagang pribumi ke daerah-daerah
pusat Islam, serta perkenalannya dengan pedagangan Muslim tentang agama baru
yang dikenalnya. Menuntut pedagang pribumi untuk bisa mengenal Islam lebih
dekat lagi, dalam situasi ini pesantren mengambil perannya sebagai lembaga
pendidikan. Nantinya pedagang pribumi tersebut setelah memeluk Islam dan
mendalaminya di pesantren tempat mereka berguru, maka ketika mereka kembali ke
kampung halamannya kemudian memperkenalkannya kepada masyarakat tempat mereka
menetap.
Kedatangan
agama Islam membawa beberapa perubahan sosial, budaya memperhalus dan
mengembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah diberbagai
daerah di Indonesia selalu ada, meskipun kadang-kadang pada taraf permulaan
mengalami proses pertentangan-pertentangan dalam masyarakat. Adat Makuta Alam adalah hasil pencampuran adat
Aceh dengan syariah Islam. Beberapa kitab hukum di Jawa seperti Undang-Undang
Mataram, Pepakem Cerbon juga mengandung unsur-unsur pokok pra-Islam dengan
Islam.
C. Sikap Masyarakat Pribumi dalam Menerima
Agama Islam
M.C.
Ricklefs dikutip oleh Ahmad M. Sewang dkk mengemukakan tentang penyebaran Islam
di Nusantara yang umumnya berlangsung dalam dua proses. Pertama, penduduk
pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudian menganutnya. Kedua, penduduk
dari luar yang berasal dari Arab, India, Persia, dan Cina yang sudah beragama
Islam datang ke Nusantara dan melakukan proses penyebaran Islam.Para penyebar
Islam yang datang di Nusantara umumnya berprofesi sebagai pedagang yang
memiliki kewajiban keagamaan untuk menyebarkan Islam. Karena itu, para
sejarawan sepakat bahwa proses penyebaran Islam berlangsung secara damai. Para
penyebar Islam menggunakan pendekatan persuasif dengan kepercayaan dan
adat-istiadat setempat sebagai salah satu faktor yang menyebabkan Islam bisa
diterima dengan damai. Walaupun di beberapa daerah, ada penguasa Muslim yang
menggunakan kekuatan, tetapi penggunaan kekuatan lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor lain, seperti faktor sosial, politik, dan ekonomi.
Kedatangan
Islam di Nusantara dengan menggunakan dua Proses penyebaran seperti telah
dijelaskan diatas membawa pengaruh yang siknifikan. Pada awal abad XVI M,
setelah Malaka jatuh ketangan Portugis. Di daerah pesisir khususnya Sumatera
dan Jawa, banyak berkembang kota pelabuhan yang menggantikan posisi Malaka
sebagai kota pelabuhanyang telah diduduki oleh Portugis. Di Sumatera, Aceh
muncul pada tahun 1514 M menggantikan posisi tersebut, begitu pula di Banten.
Pada tahun 1524 dan 1525 M Sunan Gunung Jati meletakkan dasar pengembangan dan
perdagangan Islam, dengan melihat kondisi geografis Banten yang berada diujung
barat pulau Jawa dan merupakan pintu gerbang yang menghubungkan wilayah barat
Nusantara dan wilayah timur Nusantara.
Berkembangnya
pusat-pusat perdagangan di pesisir Sumatera dan Jawa, memberikan peluang yang
besar bagi para pedagang Muslim untuk melaksanakan Interaksi yang lebih luas
terhadap masyarakat yang berdiam di daerah pesisir atau pun masyarakat yang
aktif dalam dunia perdagangan. Interaksi yang berjalan antara kedua pihak
memperlihatkan adanya timbal balik, berupa sikap dan etika dalam bergaul. Dalam
Islam tidak ada pemisahan antara penguasa dan rakyat, antara kaya dan miskin,
antara bangsawan dan masyarakat kelas bawah. Begitu pula dalam etika berdagang,
Islam tidak membenarkan adanya praktik riba, dalam perdagangan harus
mempunyai timbal balik yang seimbang yaitu kedua pihak harus saling
menguntungkan, tidak boleh ada pihak yang dirugikan. Dari sikap dan etika yang
diperlihatkan oleh pedagang Muslim tersebut, mengundang penduduk pribumi untuk
mengetahui lebih dekat perbedaan yang dialami selama berabad-abad lamanya,
sejak Hindu-Budha menanamkan pengaruhnya di Nusantara.
Sikap
persuasif yang dijadikan sebagai metode pendekatan kepada masyarakat Nusantara
yang sifat sosialnya beragam, diterapkan pada semua lini kehidupan. Dalam hal
adat istiadat dan kepercayaan, terkadang pada persoalan ini dapat mengobarkan
permusuhan dan persengketaan yang mengakibatkan tidak diterimanya suatu
pengaruh, karena merasa adanya ancaman terhadap persoalan yang dianggap krusial
dalam kehidupan sosial suatu masyarakat. Kedatangan Islam menanggapi dengan
sikap persuasif terhadap persoalan yang anggap sangat krusial tersebut,
didapati bahwa ketika Islam telah berhubungan langsung dalam kehidupan
masyarakat Nusantara, yang terpenting bagi penyebar tersebut adalah
menggabungkan apa yang telah ada dalam suatu masyarakat yaitu adat dengan apa
yang ada dalam aturan Islam.
Walaupun
penggabungan ini hanya pada batas-batas tertentu saja, namun dengan sikap
persuasif yang diterapkan bagi penyebar Islam memungkinkan diterimanya Islam
dalam kehidupan masyarakat Nusantara dengan cepat. Baik dari masyarakat kelas
atas maupun masyarakat kelas bawah. Masyarakat kelas atas menerima Islam dengan
suka rela, karena mereka merasa tidak ada ancaman terhadap kekuasaanya. Malah
ketika mereka menerima Islam sebagai agamanya, semakin memperkuat kedudukan dan
popularitas yang disandangnya. Lain halnya bagi masyarakat kelas bawah yang
menganggap Islam sebagai pelindung bagi mereka, karena dalam Islam tidak ada
perbedaan antara penguasa dan rakyat, yang membedakan manusia dengan manusia
lainnya terletak pada seberapa kuat takwa seseorang kepada Allah swt. Hanya
dasar inilah yang membedakan manusia dengan manusia lainnya.
Setidak-tidaknya
ada tiga pola sosialisasi Islam di Nusantara, yaitu: Pertama, kota menjadi
pusat perdagangan dan sebagai basis komunitas Muslim dan dari sinilah penguasa
diislamkan. Dalam hal ini istanalah yang mengambil bagian dalam proses
Islamisasi, contoh kerajaan Gowa-Tallo, Bone, Wajo, dan Bima. Kedua, kaum elite
kerajaan berguru ke pusat pendidikan Islam, seperti Ternate yang berguru ke
Giri, Gresik. Ketiga, kesultanan Islam memberikan bantuan kepada suatu kerajaan
untuk menaklukkan kerajaan lainnya, seperti Demak membantu kerajaan Banjar
dalam rangka menaklukkan kerajaan Daha, dengan syarat penguasanya harus memeluk
Islam.
Berdasarkan
ketiga pola diatas, secara garis besar menunjukkan adanya peran penting bagi
penguasa atau bangsawan sebagai pendukung Islamisasi. Secara umum, kepercayaan
bahwa raja atau bangsawan, memiliki kharismatik yang tinggi memungkinkan adanya
simpati atau pengaruh yang kuat terhadap masyarakatnya. Peran raja atau
kalangan bangsawan sebagai pendukung Islamisasi sangat tepat dalam pola
kepercayaan masyarakat seperti itu.
Masyarakat
yang hidup dibawah kekuasaannya merasa perlu untuk menerima titah rajanya,
terutama dilihatnya bahwa agama Islam sangat tepat sebagai pelindung dan pengayom
bagi kehidupan mereka. Khususnya bagi masyarakat kelas bawah, kedatangan Islam
merupakan revolusi sosial. Sebelum Islam, terutama pada pengaruh Hindu-Budha
dikenal adanya sistem kasta. Sistem ini mempetak-petakkan kehidupan sosial
manusia menjadi beberapa tingkatan.
Perubahan
penting dalam kehidupan kemasyarakatan akibat pengaruh agama Islam adalah
hilangnya sistem kasta. Dalam masyarakat Islam, sistem kasta tidak ada. Semua
manusia sama derajanya. Agama Islam bersikap demokratis terhadap susunan
kemasyarakatan. Yang ada ialah perbedaan derajat akibat jabatan yang diduduki dalam
masyarakat, dan akibat kekayaan yang diperoleh dengan usahanya. Meskipun
penerapan sistem kasta di Indonesia umumnya dan Jawa khususnya tidak sekeras
India, namun adanya sistem kasta itu tidak dapat disangkal. Hak-hak istimewa
yang dimiliki kaum Brahmana (pendeta), kewajiban-kewajiban yang dipikulkan pada
kaum Sudra, dan kekuasaan yang dipegang oleh sekelompok kecil golongan
penguasa, yakni Brahmana, Ksatria, dan Waisya, mendapat tentangan dari pihak
Islam. Lenyapnya kasta beserta hak dan kewajiban yang terikat pada sistem kasta
itu merupakan perubahan penting dalam kehidupan kemasyarakatan.
Dengan
demikian, ketika Islam datang ke wilayah-wilayah Nusantara dengan sikap
persuasif yang menjadi pendekatannya, maka dengan mudah masyarakat pribumi
menerimannya dengan suka rela. Baik dari kalangan masyarakat kelas atas maupun
kalangan kelas bawah. Dari sifat dasar yang dimiliki penyebar Islam yang
sebagian adalah para pedagang, yaitu sifat persuasif. Kemudian didukung oleh
kondisi sosial-budaya masyarakat Nusantara, kedatangan Islam tidak mendapatkan
gangguan dari masyarakat pribumi. Sejarawan sepakat bahwa penyebaran Islam di
Nusantara dilakukan dengan jalan damai. Kondisi inilah yang menjamin
tersebarnya Islam di Nusantara. Tanpa merasa terpaksa masyarakat pribumi
kemudian menerima Islam menjadi agama sekaligus pedoman hidup yang kekal
selamanya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedatangan
Portugis di Malaka telah menjadi warna tersendiri dalam sejarah bangsa
Indonesia, pada dasarnya Malaka bukanlah wilayah Indonesia atau Nusantara.
Namun karena Malaka sebagai pintu gerbang pelayaran, disamping itu kepulauan
Indonesia yang terkenal subur menambah daya tarik tersendiri bagi bangsa
Portugis untuk masuk ke Indonesia untuk mencari keuntungan yang berlipat ganda.
Bagi
Portugis, kedatangannya di Malaka bukanlah menjadi tujuan utamanya, namun yang
menjadi tujuan utama kedatangan Portugis ke Malaka ialah untuk menemukan
keberadaan kepulauan rempah-rempah, sebagai tujuan utama pelayarannya.
Pada
tahun 1511 M, Malaka jatuh ketangan Portugis. Jatuhnya Malaka ketangan Portugis
mengubah sistem pelayaran kala itu, sebelum Portugis menduduki Malaka. Pedagang
Muslim menjadikan Malaka sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran
Islam. Namun ketika Portugis menduduki Malaka, kondisi itu berubah. Malaka
telah dihindari oleh pedagang Muslim, karena sikap Portugis terhadap Islam
tidak bersahabat.
Perseteruan
antara pedagang Muslim dengan orang-orang Portugis, memaksa pedagangan Muslim
untuk mencari kota pelabuhan baru. Pada tahun 1514 M, kerajaan Aceh Darussalam
muncul dan kemudian menggantikan posisi Malaka yang telah diduduki oleh
Portugis. Di Jawa, Banten mengambil posisi itu.
Untuk
memasuki Nusantara, pedagang Muslim menyisiri pulau Sumatera menuju selat sunda
di ujung barat pulau Jawa, dari sinilah mereka melanjutkan perjalanannya menuju
Ternate di arah timur Nusantara. Perubahan sistem pelayaran ini membawa dampak
pada penyebaran Islam di Nusantara. Jatuhnya Malaka, awalnya merupakan musibah
bagi pedagang Muslim, namun pada tahap selanjutnya. Jatuhnya Malaka menjadi
keuntungan bagi penyebaran Islam di Nusantara.
B. Saran
Setelah penulis
melakukan penelitian dan penelusuran sejarah tentang Pendudukan Portugis di
Malaka, maka adapun saran-saran sebagai berikut:
1. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang pendudukan Portugis di Malaka.
2. Perlunya penulisan kembali tentang sejarah pendudukan Portugis di Malaka
dan penyebaran Islam di Nusantara.
3. Sebaiknya penulisan sejarah tentang pendudukan Portugis di Malaka lebih
diperluas lagi, agar supaya menjadi bahan pertimbangan sekaligus bahan renungan
bagi generasi Islam, khususnya generasi pelanjut bangsa Indonesia. Terutama
mengenai faktor pendorong bangsa asing menguasai bangsa Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Dunia Melayu, Kesultanan Malaka.
http://WWW. WisataMelayu.com (17 Juni 2013)
al-Haddad, al-Habib Alwi bin Thahir.Al-Madkhal
ila Tarikh al-Islam fi asy-Syarq al-Aqsha, terj. Ali Yahya, Sejarah
Masuknya Islam di Timur Jauh Jakarta: Lentera Basritama, 2001.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Melaka
( 17 Juni 2013)
Hart, Michael H. The 100. Terj. Tim
Penerbit, 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam Center:
Karisma Publishing, 2005.
Ilaihi, Wahyu
dan Harjani Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007.
Muljana,Slamet.Runtuhnya Kerajaan
Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yokyakarta: LkiS
Yokyakarta, 2005.
Perret, Daniel. La
Formation d’un Paysage Ethnique: Batak & Malais de Sumatra Nort-Est.
Terj Saraswati Wardhany,Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di
Sumatra Timur Laut. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010.
Purwadi, Sejarah Walisanga.Tanpa Kota: Ragam Media, 2009.
Putuhena,Shaleh A. Sejarah Penyebaran Islam Periode Klasik.Makassar:
Perc. Berkah UP, 1988.
Poesponegoro, Marwati Djoenet dan Nugroho
Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid. III. Edisi 4. Jakarta:
Balai Pustaka, 1993.
Ricklefs, M C. A History Of Modern
Indonesia, Terj. Dharmono Hardjowidjono, Sejarah Indonesia Modern.
Yokyakarta: Gadjah Mada University Pres, 2007.
Sewang, Ahmad dan Wahyuddin.Sejarah Islam di Indonesia I.
Makassar: Alauddin Press, 2010.
Sewang, Ahmad M. Islamisasi Kerajaan
Gowa Abad XVI Sampai Abad XVII. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Wibawa, Samodra. Negara Di Nusantara
Dari Negara Kota Hingga Negara Bangsa Dari Modernisasi Hingga Reformasi
Administrasi. Yokyakarta: Gadjah Mada University Pres, 2001.
Yuanzhi, Kong. Muslim Tionghoa Cheng Ho
Misteri Perjalanan Muhibah Di Nusantara. Jakarta: Pustaka Populer Obor,
2007.
Wijdan SZ, Aden. Dkk. Pemikiran dan
Peradaban Islam. Purwomartani Kalasan Sleman DIY: Safiria Insania Press,
2007.